English French German Spain Italian Dutch Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified

PROSES PEMBELAJARAN AQIDAH AKHLAK DI MADRASAH ALIYAH PERGURUAN HIDAYATUL ISLAMIYAH KUALA TUNGKAL

Label:

PROSES PEMBELAJARAN AQIDAH AKHLAK
DI MADRASAH ALIYAH PERGURUAN
HIDAYATUL ISLAMIYAH
KUALA TUNGKAL




SKRIPSI



Di Ajukan Untuk Melengkapi Sebagian Persyaratan Guna
Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan Agama Islam (S.PdI)
Dalam Ilmu Tarbiyah

Jurusan Pendidikan Agama Islam (PAI)












O l e h


M. HARUN
NIMKO : 707-0125.017



MAHASISWA SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM
(STAI) AN – NADWAH KUALA TUNGKAL
KOPERTAIS WILAYAH VII
SUMBAGSEL
2007/2008



BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Tidak bisa dipungkiri bahwa peranan Madrasah dalam membina dan menenamkan ajaran akhlak siswa adalah merupakan suatu kenyataan dan telah ikut andil dalam menunjang pembangunan yang dilaksanakan oleh pemerintah dewasa ini. Madrasah-madrasah yang tersebar diseluruh pelosok Indonesia mempunyai bermacam-macam corak dan identitas. Corak dan identitas tersebut telah ikuit mewarnai dalam pembentukan akhlak dan kepribadian dengan segala kelebihan dan kekurangannya.
Disamping itu yang tak kalah pentingnya adalah peran seorang guru dalam pembinan dan mengarahkan serta mananamkan ajaran akhlak kepada pesrta didik dengan tujuan pendidikan yang sebenarnya. Dikatakan demikian karena guru berperan sebagai penyalur atau transpormasi dalam penyampaian pengetahuan kepada anak didik dan juga sebagai pendidik, pembimbing dalam arti yang luas untuk mendewasakan anak secara utuh.
Dalam berbagai praktek dan pelaksanaan mengajar khususnya dan para pendidik pada umumnya, guru lebih banyak menyampaikan pengetahuan kepada anak akan tetapi kurang memperhatikan sikap dan tingkah laku anak, bahkan guru sering bertindak masa bodoh atas prilaku anak didiknya.
Perlu diketahui bahwa keteladanan dalam berbuat, dan bersikap merupakan suatu keharusan bagi seorang guru karena apabila anak terkait dengan keteladanan yang baik, maka besar kemungkinan anak tersebut akan mudah diarahkan dan ia akan mampu mengontrol dirinya untuk berbuat dan bertindak sesuai dengan ajaran yang benar. Sesuai dengan kesucian fitrahnya bahwa setiap insan, berbakti dan mengabdi kepada Allah SWT. Maka potensi tersebut hendaknya disadari dan dipahami oleh setiap guru dan kita semua umumnya, bahwa setiap anak akan bisa diarahkan dan bisa didik menjadi baik. Sekalipun anak tersebut terlahir dari orang tua yang biasa berbuat maksiat.
Dengan tuntunan budi pekerti yang luhur, akhlak yang mulia pikiran manusia akan menjadi jernih dan jiwanya bersih, keyakinan lurus, dan sanggup menghadapi tantangan, sebab dengan jiwa yang kuat manusia akan mendapat derazat yang tinggi, selaku manusi ayang sempurna memiliki budi pekerti akhlak yang terpuji. Sehingga pergaulannya ditengah masyarakat dan hubungannya dengan Allah Tuhan Yang Maha Esa selalu dijiwai oleh ajaran agama Islam.
Madrasah Aliyah PHI adalah merupakan lembaga pendidikan yang sudah cukup lama dan yang paling tua di Kuala Tungkal, yang bergerak dalam pendidikan agama Islam lembaga ini timbul dan berkembang sejajar dengan pertumbuhan masyarakat Islam di Indonesia. Kini usianya sudah memasuki yang ke 68 tahun sejak berdirinya. Ia telah membudaya dan mengakar dihati masyarakat Kuala Tungkal khususnya dan Kabupaten Tanjung Jabung Barat umumnya. Dari keharuman namanya tersebut masyarakat banyak yang meyakini dan menyerahkan pendidikan anaknya dilembaga pendidikan ini.
Namun pada kenyataan dewasa ini sesuai dengan cepatnya arus perubahan dan perkebmbangan zaman yang begitu pesat, juga membawa perubahan pada sikap dan tingkah laku siswa Madrasah tersebut. Sehingga seringkali menunjukkan sikap yang kurang terpuji dimasyarakat. Baik dengan mudah berkata kotor, berbuat ugal-ugalan atau meniru sikap kurang terpuji. Sehingga sering kali menimbulkan asumsi di kalangan masyarakat bahwa siswa PHI sekarang sangat jauh berbeda dengan siswa yang dulu dan hampir tidak ada bedanya dengan pelajar MAN atau Sekolah umum lainnya. Hal ini disebabkan tidak adanya mengambarkan pencerminan akhlak yang semestinya dilakukan oleh siswa atau siswi lulusan PHI tersebut dalam bertindak dan bertingkah laku di sudut pandang masyarakat.
Ini kenyataan yang tidak bisa dibantah atau disanggah kedengarannya, sebagaimana kita ketahui bahwa Masyarakat Kuala Tungkal khususnya dan Kabupaten Tanjung Jabung Barat umumnya adalah masyarakat yang panatik agama Islam. Sedikit menyalahi ajaran atau aturan agama sudah menjadi rumor atau pembicaraan yang serius. Tidak tahu, apakah pemahaman masyarakat kita yang dangkal atau memang karena sikap kepanatikkannya terhadap agama Islam itu sendiri.
Persoalan semacam ini harus dipahami secara cermat oleh segenap pengelola lembaga pendidikan ini untuk menangkal dan menyanggah damfak negatif tersebut, dengan menanamkan dan membimbing siswa melalui pendidikan akhlak sesuai ajaran agama Islam. Karena keadaan ini akan berdanpak kepada masa depan Madrasah Aliah PHI sendiri dari kepercayaan masyarakat bahwa PHI tidak mampu lagi memberikan atau menanamkan pendidikan agama Islam yang sebenarnya diharapkan.
Begitu strategisnya madrasah dalam menciptakan generasi yang berakhlakul kariamh nomor dua setelah pondok pesantren yang tersebar di belahan nusantara ini.
Bertitik tolak dari permasalahan yang telah dikemukanan tersebut diatas, maka penulis memfokuskan penulisan skripsi ini pada bidang Pembinaan Akhlak dengan sebuah judul : “Proses Pembelajaran Aqidah Akhlak Siswa di Madrasah Aliyah Perguruan Hidayatul Islamiyah Kuala Tungkal”. Sebuah lembaga pendidikan yang bernapaskan Islam yang beralamat di jalan K. H. Daut Arif Kuala Tungkal.

B. Pokok-Pokok Masalah
Bercermin dari latar belakan diatas, maka dalam penelitian penulisan skripsi ini penulis menentukan poko bahasan yang sepesifik untuk dijadikan dasar pemikiran adalah sebagai berikut :
1. Bagaimanan proses pelaksanaan pembelajaran Aqidah Akhlak di Madrasah Aliyah PHI Kuala Tungkal?
2. Apa saja problematika guru Aqidah Akhlak dalam membina anak didik?
3. Apa upaya-upaya yang dilakukan guru dalam menghadapi kendala dan permasalahan yang dihadapi dalam pembelajaran akhlak siswa di Madrasah Aliyah PHI Kuala Tungkal?
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Adapun Tujuan Penelitian dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai serikut :
a. Ingin mengatahui bagaimana proses pelaksanaan pembelajaran Aqidah Akhlak di Madrasah Aliyah PHI Kuala Tungkal.
b. Ingin mengatahui kendala dan permasalahan yang dihadapi guru dalam pembinaan akhlak siswa di Madrasah Aliyah PHI Kuala Tungkal.
c. Ingin mengatahui upaya yang dilakukan dalam meghadapi kendala dan permasalahan yang dihadapi.
2. Kegunaan Penelitian
Adapun kegunaan dari hasil penelitian ini adalah :
a. Sebagai sumbangan pemikiran ilmiah tentang pentingnya pendidikan Akhlak disekolah-sekolah atau madrasah-madrasah, sebagai upaya pembinaan mental dan akhlak siswa/siswi untuk menciptakan generasi penerus yang berakhlak mulia, bertanggung jawab dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
b. Menambah pengetahuan bagi penulis secara teori maupun praktek dalam bidang penelitian.
c. Bagi calon guru dapat dipergunakan sebagai bahan masukan dalam melaksanakan proses belajar mengajar pada bidang studi Pendidikan Agama Islam (PAI).
D. Landasan Kerangka Teoritik
1. Pengertian Akhlak
Dilihat dari sudut bahasa (etimologi), perkataan akhlak berasal dari bahasa Arab adalah bentuk jamak dari kata Khulk. Khulk didalam kamus Al-Munjid berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat. etika moral sebagaimana dijelaskan dalam buku Etika Islam. (Asmaran, 1994 : 1).
Iamam Ghazali, lebih menitik beratkan masalah akhlak itu untuk pedoman orang-orang suluk (ahli thariqat) dan harus disesuaikan dengan ajaran-ajaaran syariat Islam. (Bahreisiy, 1981)
Jadi pengertian yang universal mengenai perbuatan yang baik dan buruk sejauh yang dapat dipahami akal pikiran. Jika ditinjau dari dasarnya antara akhlak dan etika nampak jelas bedanya. Etika sebagai cabang filsafat yang berdasarkan rasio, akhlak dan pikiran, sedangkan akhlak berdasarkan kepada Al-Qur’an dan Hadits Nabi Muhammad SAW.
Dalam ungkapan diatas, dapatlah kita pahami bahwa akhlak berasal dari bahasa Arab, yang mempunyai banyak sinonim. Jadi bila disebut watak, tabiat, moral, kesopanan, etika dan sebagainya, maka itu adalah sama-sama membicarakan tingkah laku manusia.
Akhlak mulia merupakan unsur terpenting dalam menjalani kehidupan dimuka bumi ini. Seseorang yang memiliki akhlak yang baik akan menjadikan dirinya dihormati dan disegani oleh masyarakat dimana saja mereka tinggal, akan tetapi bila seseorang tersebut memiliki akhlak yang tidak benar, maka perjalanan hidupnya akan mendapatkan kesulitan dalam pergaulan dalam maysarakat, mereka akan mendaptkan tantangan hidup yang mereka dapatkan atau bahkan akan dimusuhi oleh orang disekitarnya.
Perkembangan akhlak yang baik merupakan perkembangannya keadaan akhlak yang baik, berkembangnya potensi lahiriyah yang ada dalam diri manusia, karena kebaikkan-kebaikkan dan kebenaran hanyalah berasal dari Allah SWT.
Dalam mewujudkan pembinaan akhlak bagi seseorang perlu dilakukan pendidikan sedini mungkin, artinya pendidikan sejak masa kanak-kanak dengan mengadakan pembiasaan-pembiasaan prilaku yang baik dalam kehidupan sehari-hari. Maka dari itu pendidikan yang merupakan usaha pembinaan akan memegang peranan utama dalam mewujudkan prilaku anak yang terpuji. Sebagaimana sikap yang tampilkan Rasulullah SAW yang telah ditetapkan dalam Al-Qur’an yang berbunyi :
ﻢﻅﻋﻕﻟﺧﻰﻟﻌﻟﻚﻧﺍﻭ
Artinya : “Dan sesungguhnya kami benar-benar berbudi pekerti yang luhur (Agung)”. (Anonim, 1989 : 960).







2. Pendidikan Akhlak
Terminologi “pendidikan” mempunyai banyak pengertian, antara lain pendidikan dikonotasikan sebagai usaha membantu perkembangan peserta didik secara umum. Menurut D. Marimba, (1989 : 19). Pendidikan ialah “bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani anak didik menuju terbentuknya kepribadian yang utama”.
Pendidikan Akhlak sangat penting ditanamkan sejak dini kepada anak. Anak akan arahan yang diberikan oleh guru jika guru bisa memberikan contoh prilaku yang baik, akan tetapi jika guru jarang memperlihatkan sikap yang pantas dicontoh oleh siswa, maka siswa akan cenderung mencemooh dan tidak memperhatikan ajaran guru.
Menurut Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 bab I Pasal I menjelaskan bahwa “pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik seacara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara”. (UUSPN-UU RI No. 32 Tahun 2003 Bab I pasal 1 ayat 1)
Dengan demikian anak yang terkait dengan keteladanan yang baik akan mempunyai akhlak yang terpuji, mereka akan bisa menjadi penerap didalam masyarakat dan sikap rasa tanggung jawabnya akan tumbuh dengan kebesaran jiwanya yang pantas untuk dijadikan teladan bagi orang banyak. Manusia yang demikianlah yang dikatakan manusia yang memiliki mental yang sehat.
Orang yang sehat mentalnya tidak akan merasa ambisius, sombong rendah diri, dan optimis, tetapi ia dalam menghargai orang lain, merasa percaya kepada diri dan selalu gesit, setiap tindakakannya ditujukan untuk mencari kebahagiaan bersama, bukan kesombongan diri. Kepandaian dan pengetahuan yang dimilikinya digunakan untuk manfaat dan kebiasaan bersama, untuk megah-megah dan mencari kesenangan diri sendiri, tanpa mengindahkan orang lain, akan tetapi akan digunakan untuk menolong dan melindungi orang. (Daradzat, 1982 : 39)
Sifat yang demikian merupakan contoh manusia yang bisa dijadikan teladan bagi orang banyak, kepribadian dan kepandaiannya bisa memberikan rahmat bagi lingkungannya serta peka terhadap kesenjangan sosial dan selalu siap untuk menjadi penyelamat bahaya dalam masyarakat, manusia yang demikianlah manusia yang mempunyai akhlak terpuji.
Dari uraian di atas, jelas bahwa al-khalku mengandung arti kejadian yang bersifat lahiriah, seperti wajah seseorang yang bagus atau yang jelek. Sedang kata al khuluku atau kata jamak akhlak mengandung arti budi pekerti atau pribadi yang bersifat rohaniah, seperti sifat-sifat terpuji atau sifat-sifat yang tercela.

3. Peran Pendidikan Akhlak dalam Pembinaan Peserta Didik
Akhlak dalam pandangan agama Islam merupakan sistem moral yang berlandaskan pada ajaran Islam, yakni bertitik tolak dari aqidah yang diwahyukan Allah kepada Rasul-Nya yang kemudian disampaikan kepada manusia.
Sumber moral sebagai pedoman hidup dalam Islam menjelaskan kriteria baik buruk perilaku manusia adalah al-Qur’an dan sunnah Rasul. Kedua dasar itulah yang telah memberikan pondasi secara jelas dan terarah bagi keselamatan umat manusia.
Pendidikan dalam konteks ini adalah merupakan usaha untuk membimbing dan mengembangkan potensi peserta didik secara optimal agar mereka dapat berperan serasi dengan tuntutan dan kebutuhan masyarakat lingkungannya. Dengan kemampuan beperan atas dasar pemenuhan kewajiban dan tanggung jawab serta penghargaan terhadap hak-hak azasi yang dimiliknya, maka diharapkan peserta didik nantinya akan dapat menciptakan keharmonisan dan kedamaian hidup dalam masyarakat, bangsa maupun antar sesama manusia secara global. (Jalaluddin, 2001 : 95)
Memang banyak faktor yang menjadi penyebab bobroknya moralitas bangsa kita yang akhirnya menyebabkan krisis multidimensional yang seharusnya kita lakukan adalah kesadaran intropeksi, evaluasi kemudian mencari terapi atau jalan keluarnya dari semua aspek dan bagian. Semua lembaga, semua profesi, semua pendidik dan semua pihak memulai dari masing-masing. Sayangnya bukan tawaran solusi, bukan pula mengedepankan tuntutan hati nurani yang kita saksikan. Namun sebaliknya, hampir semuanya mengedepankan kepentingan pribadi. (Qadri, 2003 : 108)
Tujuan utama dari pendidikan Islam ialah pembentukan akhlak dan budi pekerti yang sanggup menghasilkan orang-orang yang bermoral sekedar memenuhi otak murid-murid dengan ilmu pengetahuan tetapi tujuannya ialah mendidik akhlak dengan memperhatikan segi-segi kesehatan, pendidikan phisik dan mental, perasaan dan praktek serta mempersiapkan anak-anak menjadi anggota masyarakat. (Athiyah, 1970 : 15 dan 109)
Kedudukan akhlak dalam kehidupan manusia menempati tempat yang penting sekali, baik sebagai individu sebagai anggota masyarakat dan bangsa. Sebab jatuh bangunnya juga hancurnya, sejahtera rusaknya suatu bangsa dan masyarakat tergantung bagaimana akhlaknya.18
M. Athiyah al-Abrasy, (tt.h : 41). Menjelaskan :
“Tujuan pendidikan budi pekerti adalah membentuk manusia yang berakhlak (baik laki-laki maupun wanita) agar mempunyai kehendak yang kuat, perbuatan-perbuatan yang baik, meresapkan fadhilah (ke dalam jiwa) dengan perasaan, cinta kepada fadhilah dan menjauhi kekejian (dengan keyakinan bahwa perbuatan itu benar-benar keji)”.

Tujuan pendidikan akhlak yang dijelaskan oleh Barmawy Umari, (1991 : 3). Sebagai berikut:
Pertama, untuk memperoleh irsyad, yaitu dapat membedakan antara amal yang baik dan buruk. Kedua, untuk mendapatkan taufik sehingga perbuatannya sesuai dengan tuntunan Rasul dan akal yang sehat. Ketiga, untuk mendapatkan hidayah, artinya melakukan perbuatan baik dan terpuji dan menghindari perbuatan yang buruk.
Tujuan akhlak hendaknya menciptakan manusia sebagai makhluk yang tinggi dan sempurna dan membedakannya dari makhluk-makhluk lainnya dan bertindak tanduk yang baik terhadap manusia, terhadap sesama makhluk dan terhadap Tuhan serta dapat memegang teguh perangaiperangai yang baik dan menjauhkan diri dari perangai yang jahat sehingga terciptalah tata tertib dalam pergaulan masyarakat. (Masy’ari, : 1990 : 4)
Ada beberapa metode yang dapat digunakan dalam pemberian pendidikan akhlak diantaranya yaitu :
a. Metode Keteladanan (Uswatun Khasanah).
Pendidikan dengan keteladanan berarti pendidikan dengan memberi contoh, baik berupa tingkah laku, sifat, cara berfikir dan sebagainya.
Keteladanan dalam pendidikan adalah metode influentif yang paling menentukan keberhasilan dalam mempersiapkan dan membentuk sikap, perilaku, moral, spiritual dan sosial anak. Hal ini karena pendidikan adalah contoh terbaik dalam pandangan anak yang akan ditirunya dalam segala tindakan disadari maupun tidak. Bahkan jiwa dan perasaan seorang anak sering menjadi suatu gambaran pendidiknya, baik dalam ucapan maupun perbuatan materiil maupun spirituil, diketahui atau tidak diketahui. (Rahardjo, 1996 : 66)

Masalah keteladanan menjadi faktor penting dalam membentuk perilaku anak didik. Hal ini karena pendidik adalah contoh terbaik di dalam pandangan anak didik yang akan diikutinya dalam segala aktifitasnya. Secara psikologis anak-anak mempunyai kecenderungan untuk meniru, sehingga mereka membutuhkan tokoh teladan dalam hidupnya.
Metode ini cocok jika digunakan pada anak didik terutama pada anak-anak dan juga remaja, sehingga ia dapat meniru perilaku dan tingkah laku yang ditiru (pendidik). Oleh karena itu, pendidik sebagai orang yang diimitasikan harus dapat menjadi uswah hasanah (teladan baik) bagi anak didiknya. Karena anak dan remaja mudah meniru perilaku orang lain tanpa memilih mana perbuatan yang baik dan buruk. Di samping itu, pendidik hendaknya tidak hanya memerintah atau memberi pengertahuan yang bersifat teoritis belaka, namun ia harus mampu menjadi panutan bagi siswanya, sehingga siswa dapat mengikutinya tanpa merasakan adanya unsur paksaan.
b. Metode Nasehat.
Pembiasaan merupakan proses penanaman kebiasaan. Pembiasaan memberikan manfaat bagi anak karena pembiasaan berperan sebagai efek latihan yang terus menerus, anak akan lebih terbiasa berperilaku dengan nilai-nilai akhlak. Di samping itu, pembiasaan juga harus memproyeksikan terbentuknya mental dan akhlak yang lemah lembut untuk mencapai nilainilai akhlak. Di sinilah kita perlu mengakui bahwa metode pembiasaan berperan penting dalam membentuk perasaan halus khususnya pada beberapa tahapan pendidikan awal.
Dalam teori perkembangan anak didik, dikenal adanya teori konvergensi di mana, pribadi dapat dibentuk oleh lingkungannya dengan mengembangkan potensi dasar yang ada padanya sebagai penentu tingkah laku. Oleh karena itu, potensi dasar harus selalu diarahjkan agar tujuan pendidikan dapat tercapai dengan baik. Salah satu acranya ialah melakukan kebiasaan yang baik. (Armai, 2002 : 110)
Di antara metode dan cara-cara mendidik yang efektif di dalam upaya membentuk keimanan anak, mempersiapkannya secara moral, psikis dan secara sosial, adalah mendidiknya dengan memberi nasehat.
Maka suatu hal yang pasti jika pendidik memberi nasehat dengan jiwa yang ikhlas, suci dan dengan hati terbuka serta akal yang bijak, maka nasehat itu akan lebih cepat terpengaruh tanpa bimbang. Bahkan dengan cepat akan tunduk kepada kebenaran dan menerima hidayah Allah yang diturunkan.
c. Metode Pembiasaan
Untuk membina anak agar mempunyai sifat yang baik, tidak cukup dengan memberikan pengertian saja, namun perlu dibiasakan melakukannya. Karena pembiasaan berperan sebagai efek latihan yang terus-menerus, sehingga anak akan terbiasa berperilaku dengan nilai-nilai akhlak. Untuk itu sejak kecil anak harus dibiasakan melakukan kegiatan-kegiatan yang baik, dilatih untuk bertingkah laku yang baik, diajari sopan santun, dan sebagainya. Sebagaimana yang dilakukan Rasulullah SAW. Yaitu beliau membiasakan dasar-dasar tata krama pada anak-anak yang sedang dalam masa pertumbuhan dirumahnya, seperti etika makan, minum dan membiasakan untuk malaksanakan shalat mulai usia tujuh tahun.
Disamping itu metode pembiasaan juga berperan penting dalam membentuk pribadi anak, banyak contoh pola kehidupan yang terjadi dalam keluarga menjadi dasar-dasar pembentukan pola kehidupan anak, dan tujuan dari pembiasaan itu sendiri adalah penanaman kecakapan-kecakapan berbuat baik dan mengucapkan sesuatu, agar cara-cara yang tepat dapat dikuasai oleh siter didik.
Dengan demikian seorang pendidik haruslah mengerjakan pembiasaan dengan prinsip-prinsip kebaikan, harapan nantinya menjadi pelajaran bagi anak, karena apabila ia membiasakan sesuatu yang baik, maka anak akan terbiasa juga.
d. Metode Hukuman
Metode hukuman berfungsi sebagai alat pendidikan prefentif dan represif yang paling tidak menyenangkan serta imbalan dari perbuatan yang tidak baik dari peserta didik. Dalam hal ini metode pendidikan merupakan tindakan tegas untuk mengembalikan persoalan di tempat yang benar. Ada beberapa prinsip pokok yang harus dipegang dalam mengaplikasikan hukuman yaitu bahwa hukuman adalah merupakan jalan terakhir yang harus dilakukan secara terbatas dan tidak menyakiti anak didik. Tujuan utamanya adalah menyadarkan peserta didik dari kesalahan yang ia lakukan.
e. Metode Ganjaran
Ganjaran atau yang sering disebut hadiah sebagai salah satu alat atau metode pendidikan yang diberikan kepada siswa sebagai imbalan terhadap prestasi yang dicapainya. Dengan ganjaran diharapkan anak terangsang dan terbiasa dengan tingkah laku yang baik serta dapat menambah kepercayaan diri pada diri siswa.
f. Metode Cerita/Kisah
Metode kisah mengandung arti suatu cara dalam menyampaikan materi pelajaran dengan menunturkan secara kronologis tentang bagaimana terjadinya suatu hal, baik yang sebenarnya ataupun yang rekaan saja. (Armai, 2002 : 160)
Allah SWT. menegaskan:
           
        
     
Artinya : “Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal. Al Quran itu bukanlah cerita yang dibuat-buat, akan tetapi membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjelaskan segala sesuatu, dan sebagai petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman. (QS. Yusuf: 111).

Dalam mengaplikasikan metode ini pada proses belajar mengajar, metode kisah merupakan salah satu metode pendidikan yang masyhur dan penting, sebab metode kisah mampu mengikat pendengar untuk mengikuti peristiwanya, merenungkan maknanya selanjutnya makna-makna itu akan menimbulkan kesan dalam hati dan ikut menghayati atau merasakan isikisah seolah-olah ia yang menjadi tokohnya. Hal itu jika didasari oleh ketulusan hati yang mendalam, sehingga menimbulkan sugesti untuk mengikuti alur cerita sampai selesai.
Dalam hal ini ketika menggunakan kisah-kisah, pendidik dapat membahasnya secara panjang lebar dan meninjau dari berbagai aspek selaras dengan tujuan yang hendak dicapai sehingga mampu menggugah dan mendorong seseorang untuk meyakini dna mencontoh pelaksanaannya.
g. Metode Ibarah (mengambil pelajaran)
Ibarah menurut an-Nahlawy, (1992 : 320). Adalah suatu kondisi psikis yang menyampaikan manusia kepada intisari suatu yang disaksikan, yang dihadapi dengan menggunakan nalar yang menyebabkan hati mengakuinya.
Tujuan metode ini adalah mengantarkan manusia pada kepuasan pikir tentang perkara keagamaan yang bisa menggerakkan, mendidik, atau menumbuhkan perasaan keagamaan. Adapun pengambilan ibarah bisa dilakukan melalui kisah-kisah teladan, fenomena alam, atau peristiwaperistiwa yang terjadi baik di masa lalu maupun masa sekarang.
a. Metode Mendidik Melalui Kedisiplinan
Metode ini identik dengan pemberian hukuman atau sanksi. Tujuannya untuk menumbuhkan kesadaran siswa bahwa apa yang dilakukan tersebut tidak benar, sehingga ia tidak mengulanginya lagi. (Nawawi, 1993 : 234)
Pendidikan melalui kedisiplinan ini memerlukan ketegasan dan kebijaksanaan. Ketegasan mengharuskan seorang pendidik memberikan sanksi kepada setiap pelanggar sementara kebijaksanaan mengharuskan pendidik berbuat adil dan arif dalam memberikan sanksi, tidak terbawa emosi atau dorongan lain. Dengan demikian, sebelum menjatuhkan sanksi seorang pendidik harus memperhatikan hal-hal berikut ini:
a) Perlu adanya bukti yang kuat tentang adanya tindak pelanggaran.
b) Hukuman harus bersifat mendidik bukan sekedar memberi kepuasan atau balas dendam dari si pendidik.
c) Harus mempertimbangkan latar belakang dan kondisi siswa yang melanggar.
Menurut M. Nur Hafizh, (1998 : 179-190). Ada lima hal mendasar yang perlu diberikan kepada anak dalam rangka upaya pembinaan akhlak, yaitu:
a. Pembinaan Budi Pekerti dan Sopan Santun.
Pentingnya budi pekerti dan penanamannya dalam jiwa anak sudah jelas dan tegas ditunjukkan oleh Rasulullah sebagaimana telah disinggung pada pembahasan sebelumnya, tepatnya dalam sabdanya:
“Tidak ada sesuatu pemberian orang tua kepada anak-anaknya yang paling berharga kecuali budi pekerti yang baik”. Dan juga “Muliakanlah anak-anakmu dan ajarkanlah mereka budi pekerti yang luhur”. (Athiyah, 1996 : 83). Perhatian yang besar terhadap pembinaan budi pekerti ini disebabkan karena menghasilkan hati yang terbuka. Hati yang terbuka menghasilkan kebiasaan yang baik dan kebiasaan yang baik menghasilkan akhlak yang terpuji.
b. Pembinaan Bersikap Jujur
Bersikap jujur merupakan dasar pembinaan akhlak yang sangat penting dalam ajaran Islam. Oleh karena itu Rasulullah saw. Memperhatikan pembinaan kejujuran ini dengan membinanya sejak usia anak masih kecil. Beliau juga mengajarkan kepada setiap orang tua untuk bersikap jujur dahulu sebelum mendidik anak-anaknya agar memiliki kejujuran.
c. Pembinaan Menjaga Rahasia
Rasulullah memberikan perhatian yang penuh dalam membuat anak yang bisa menjaga rahasia karena sikap seperti ini merupakan perwujudan dari keteguhan anak dalam membina kebenaran. Anak akan mampu hidup di tengah masyarakat dengan penuh percaya diri dan anak akan tumbuh dengan memiliki keberanian dan keinginan yang kuat, mampu menjaga dirinya dan keluarga khususnya hingga menjaga masyarakat dan agama secara keseluruhan.
d. Pembinaan Menjaga Kepercayaan
Al-amanah adalah sifat dasar Rasulullah SAW yang dimiliki sejak kecil hingga masa kerasulannya sampai beliu dijuluki dengan Alshadiq, Al-Amin. Teladan seperti inilah yang meski ditiru oleh setiap muslim pada masa sekarang ini. Rasulullah bersabda: “Anak adalah pemeliharaan harta orang tuanya dan ia akan diminta pertanggungjawaban atas harta tersebut”. Artinya, anak harus bisa memanfaatkan harta orang tuanya. (Athiyah, 1996 : 84)
Berdasarkan peran pendidikan akhlak dalam pembinaan peserta didik, ada beberapa hal yang harus diperhatikan bahwa:
a. Pelaksanaan program-program pendidikan akhlak perlu disertai pula dengan keteladanan guru, orang tua dan orang dewasa pada umumnya. Selain itu, perlu disertai pula dengan upaya-upaya untuk mewujudkan lingkungan sosial yang kondusif bagi para siswa, baik dalam keluarga, sekolah dan masyarakat. Dengan demikian pelaksanaan program-program pendidikan akhlak akan terkesan dalam rangka membentuk kepribadian siswa.
b. Kesadaran untuk berbuat baik sebanyak mungkin kepada orang lain ini melahirkan sikap dasar untuk mewujudkan keselamatan, keserasian dan keseimbangan dalam hubungannya antar manusia, baik pribadi maupun masyarakat lingkungannya. Jika tiap orang sadar dan mau menjalankan tugas dan kewajibannya masing-masing, maka akan tercipta masyarakat yang adil dan makmur yang membawa kebahagiaan bagi dirinya dan masyarakat.
c. Penyusunan program-program pendidikan akhlak dan pengimplementasiannya perlu memberikan penekanan yang berimbang kepada aspek isi nilai-nilai dan proses pengajarannya. Selain itu, memberikan penekanan yang berimbang pula kepada perkembangan rasional emosional serta tingkah laku dan perbuatan. Hal ini penting dalam rangka membentuk dan mengembangkan kepribadian siswa.
d. Faktor agama juga perlu mendapat perhatian yang baik dalam mengimplementasikannya, karena agama dapat menjadikan nilai-nilai budi pekerti memiliki akar yang kuat dalam diri siswa, yakni iman kepada Tuhan Yang Maha Esa. Oleh karena itu, guru perlu menjadi teladan dan harus mampu mendorong siswa untuk menjadi insan yang beriman dan bertakwa. (Ramli, 2000 : 493-494)


mau liat lengkap ??????

PERAN ORANG TUA DALAM PEMBINAAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM ANAK USIA WAJIB BELAJAR DI DUSUN FAJAR JAYA DESA SUNGAI GEBAR KECAMATAN BETARA KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT

Label:

PERAN ORANG TUA DALAM PEMBINAAN PENDIDIKAN AGAMA
ISLAM ANAK USIA WAJIB BELAJAR DI DUSUN FAJAR JAYA
DESA SUNGAI GEBAR KECAMATAN BETARA
KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT




S K R I P S I



Di Ajukan Untuk Melengkapi Sebagian Persyaratan
Guna Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan Islam (S.PdI)
Dalam Ilmu Tarbiyah

Jurusan Pendidikan Agama Islam (PAI)













O l e h


B U N A R I
NIMKO : 707-0425.014


MAHASISWA SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM
( STAI ) AN – NADWAH KUALA TUNGKAL
KOPERTAIS WILAYAH VII
SUMBAGSEL
2007/2008


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Agama Islam tidak hanya mengatur bagaimana cara beribadah dan berbakti kepada Allah, tetapi juga mengatur bagaimana cara mengasuh dan mendidik anak, hidup bersama dalam keluarga atau rumah tangga, masyarakat dan bangsa. Ibu bapak adalah guru yang membimbing dalam setiap rumah tangga dan mereka bertanggung jawab atas keluarganya.
Keluarga atau orang tualah yang pertama dan utama memberikan dasar-dasar pendidikan seperti pendidikan agama, budi pekerti, sopan santun, estetika, kasih sayang, rasa aman, mematuhi peraturan serta menanamkan kebiasaan-kebiasaan yang baik dan benar. Hendaknya diberikan oleh keluarga atau orang tua dengan contoh perbuatan, bukan hanya dengan nasehat-nasehat, sebab salah satu sikap kekanak-kanakan adalah suka meniru. (Zahara, 1987 : 36-37).
Bagi keluarga muslim, mendidik anak bukanlah semata-mata dorongan alami dan kodrati melainkan suatu kewajiban orang tua terhadap anak dan merupakan sarana untuk mewujudkan generasi yang tangguh dan kuat. Selain itu, dalam Islam anak merupakan titipan dari Allah SWT yang nantinya orang tua akan dimintai pertanggungan jawab oleh Allah SWT di akhirat kelak.

Sebagaimana firman Allah SWT surat An- Nisa ayat 9 :
•               
Artinya : “Dan hendaknya takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-anaknya yang lemah, yang merasa khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu, hendaknya mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar”. (Anonim, 1996 : 62)

Dari ayat tersebut di atas, dapat disimpulkan orang tua wajib mendidik anak-anak mereka agar mereka nantinya meninggalkan anak yang tangguh dan kuat serta berakhlak mulia.
Pendidikan dan bimbingan yang diberikan oleh orang tua merupakan upaya yang sangat luhur, serta berpartisipasi dalam mencerdaskan kehidupan bangsa, memberantas kebodohan dan keterbelakangan, memupuk jiwa mandiri sehingga si anak tidak selalu menggantungkan diri pada orang lain. Oleh sebab itu, pendidikan dan bimbingan diberikan kepada anak sejak dini, serta peran dari orang tua sangat menentukan bentuk, karakter dan perkembangan anak.
Menurut Ngalim Purwanto, (1995 : 79). Bahwa berhasil baik atau tidaknya pendidikan di sekolah sangat dipengaruhi oleh pendidikan di dalam keluarga. Pendidikan keluarga adalah fundamen atau dasar dari pendidikan anak selanjutnya, hasil-hasil pendidikan yang diperoleh anak dalam keluarga sangat menentukan pendidikan anak selanjutnya, baik di sekolah maupun dalam masyarakat.
Keluarga yang kurang kondusif dalam interaksinya akan sangat berpengaruh terhadap setiap anggota keluarganya. Pada saat membutuhkan kasih sayang dari seorang ibu, justru frekuensi kegiatan orang tua di luar rumah lebih banyak dari pada fungsi sebagai ibu rumah tangga. Ayah yang diharapkan bisa memberikan rasa aman untuk keluarga, justru lebih banyak tinggal di luar rumah dan sibuk dengan pekerjaannya. Keluarga yang demikian akan sangat memicu pada terjadinya disharmoni dan keretakan dalam komunikasinya, pada akhirnya yang terpengaruh terbesar adalah anak.
Akibat kesibukan dari orang tua dalam mencari tambahan nafkah, waktunya untuk keluarga akan berkurang, serta perhatiannya pada anak-anaknya akan terabaikan. Hal ini akan menjadikan anak-anak mereka kurang perhatian dan kasih sayang dari orang tua, selalu merasa tidak aman, dan merasa kehilangan tempat berpijak atau tempat berlindung, yang akhirnya nanti mereka lebih suka bergentayangan di luar lingkungan keluarganya sendiri, lebih suka berkumpul dengan orang-orang yang kehidupannya bebas, sehingga pola kehidupan si anak menjadi tidak hygienis.
Anak merupakan dambaan setiap orang tua, kehadirannya sangat dinantikan setiap keluarga sebagai penerus keturunannya. Banyak proses yang harus diperhatikan oleh orang tua terhadap anaknya, sejak lahir sampai ia dewasa. Satu langkah saja keliru dalam melalui proses tersebut, maka akan berakibat fatal bagi kebahagiaan dan keberhasilan anak baik di dunia maupun di akhirat.
Anak adalah amanah yang harus dijaga. Dengan kata lain, anak dititipkan di tengah keluarganya selama beberapa waktu, baik lama maupun sebentar agar mereka merawat hak (kepunyaan) Allah SWT dan menjaganya, serta menyarankan kepada syariat dan hukum-hukum-Nya.
Orang tua adalah pendidik pertama dan utama dalam keluarga, serta pengaruhnya sangat besar dalam pembentukan kepribadian anak. Oleh karena itu, pertumbuhan dan perkembangan anak baik fisik maupun psikis dipengaruhi oleh perilaku orang tua dalam mendidik anak.
Di dalam mendidik anak ditemui bermacam-macam perilaku orang tua, secara teorits perilaku tersebut dapat dikelompokan menjadi tiga kelompok yaitu : otoriter, demokrasi dan permisif. (Zahara, 1987 : 37).
Dengan demikian, apapun bentuk perilaku yang akan diterapkan oleh orang tua terhadap anaknya, akan sangat berpengaruh pada pertumbuhan dan perkembangan anak termasuk kepribadian yang akan dimiliki anak. Oleh karena itu, orang tua sebaiknya memperhatikan, mempelajari dan mencoba memahami keinginan dan pandangan-pandangan anaknya. Dengan kata lain, anak harus diberi kebebasan mengembangkan dirinya, kalaupun orang tua bersifat otoriter misalnya, maka hal ini tidak mematikan inisiatifnya, melainkan justru untuk membantu pembentukan kepercayaan diri anak.
Dusun Fajar Jaya Desa Sungai Gebar Kecamatan Betara kondisinya sekarang sudah cukup maju jika dibandingkan dengan lima tahunan yang lalu, dimana pembanguan inprastruktur jalan setapak yang menghubungkan dengan daerah lain sudah terbangun sampai ke Pusat Pemeintahan Desa. Ini merupakan ekses baru dalam meningkatkan perekonomian masyarakat Dusun Fajar Jaya Desa Sungai Gebar untuk memasarkan produksi pertanian mereka.
Di bidang pendidikan di Dusun Fajar Jaya Desa Sungai Gebar boleh dikatakan maju, daimana lembaga pendidikan sudah tersedia mulai SD/MI sampai dengan SMP Negeri /MTs dan anak-anak yang bersekolah pun terus meningkat setiap tahunnya. Hal ini dibuktikan dari hasil observasi dengan tidak ada ditemukan anak-anak yang usia sekolah (usia sekolah dasar) tidak bersekolah meskipun masyarakat Dusun Fajar Jaya Desa Sungai Gebar berlatar belakang petani, yang kegiatan sehari-harinya sebagai petani kebun dan sawah serta ada juga berprofesi sebagai penyadap nyiur dan sedikit sekali sebagai pedagang atau pegawai.
Kesibukan orang tua dalam bekerja seringkali terkadang membuat mereka lupa akan pendidikan anak-anaknya, sehingga anak luput dari perhatian orang tua dan berkembang dengan sendirinya. Kondisi seperti ini bisa berakibat buruk terhadap perkembangan pendidikan anak. Padahal kita tahun bahwa anak adalah merupakan titipan Allah yang dianugerahkan kepada sebuah keluarga untuk dipelihara, di didik dan dibina.
Berpijak dari latar belakang di atas, penulis tertarik untuk mengadakan penelitian dengan mengangkat judul skripsi “Peran Orang Tua Dalam Pembinaan Pendidikan Agama Islam Anak Usia Wajib Belajar di Dusun Fajar Jaya Desa Sungai Gebar Kecamatan Betara Kabupaten Tanjung Jabung Barat”.

B. Pokok – Pokok Masalah
Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas, maka ada beberapa permasalahan yang menjadi bahan pokok kajian penulis, yaitu :
1. Bagaimana peranan orang tua dalam pembinaan pendidikan agama Islam anak usia wajib belajar di Dusun Fajar Jaya Desa Sungai Gebar?
2. Apa hambatan orang tua terhadap pendidikan agama Islam pada anaknya dalam keluarga di Dusun Fajar Jaya Desa Sungai Gebar?
3. Apa upaya yang dilakukan orang tua dalam mengatasi kendala yang dihadapi?

C. Batasan Masalah
Untuk menghindari kesalah pahaman dan memudahkan penulis dalam meneliti dan mengkaji permasalahan dalam penelitian ini. Maka penulis menganggap perlu memberikan batasan dalam poenelitian ini. Penulis membatasi penelitian ini hanya pada anak usia Sekolah Dasar di Dusun Fajar Jaya Desa Sungai Gebar Kecamatan Betara Kabupaten Tanjung Jabung Barat. Adapun kajiannya sebagaimana terdapat pada pokok-pokok masalah tersebut diatas.

D. Tujuan Dan Kegunaan Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini, antara lain :
a. Ingin mengetahui bagaimana peranan orang tua dalam pembinaan pendidikan agama Islam anak usia wajib belajar di Dusun Fajar Jaya Desa Sungai Gebar.
b. Ingin mengetahui apa hambatan dan kendala yang ditemui orang tua dalam pembinaan pendidikan agama Islam anak usia wajib belajar.
c. Ingin mengetahui usaha-usaha yang dilakukan oleh orang tua dalam mengatasi kendala-kendala yang dihadapi.naan Penelitian bagi lembag.

E. Kerangka Teori
1. Pendidikan Agama Islam
Mengenai pengertian pendidikan agama dalam kelurga sebenarnya hampir sama dengan pengertian pendidikan agama Islam secara umum, hanya saja pengertian pendidikan agama Islam dalam keluarga lebih spesifik lagi yaitu cakupannya hanya sebatas pada lingkungan keluarga.
Pendidikan dalam pengertian yang luas adalah meliputi semua perbuatan atau semua usaha dari generasi tua untuk mengalihkan (melimpahkan) pengetahuannya, pengalamannya, kecakapan serta keterampilannya kepada generasi muda sebagai usaha untuk menyiapkan mereka agar dapat memenuhi fungsi hidupnya, baik jasmaniah maupun rohaniah. (Zuhairini, 1995 : 92)
Dari pengertian pendidikan di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa pendidikan merupakan usaha sadar yang dilakukan secara bertahap dan berkesinambungan oleh orang dewasa dengan tujuan memanusiakan manusia sejak masa kejadiannya sampai akhir hayatnya supaya menjadi manusia sempurna, melalui upaya pengajaran dan latihan.
Istilah “Islam” berasal dari bahasa Arab, yaitu dari kata salima yang mengandung arti selamat, santosa dan damai. Dari kata salima kemudian diubah menjadi kata aslama yang berarti berserah diri masuk dalam kedamaian. Menurut Maulana Muhammad Ali, Islam berarti tunduk, patuh, taat dan berserah diri kepada Tuhan (Allah swt.) dalam upaya mencari keselamatan dan kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat dengan cara melaksanakan semua perintah Allah SWT. Dan meninggalkan semua yang menjadi larangan-Nya. (Abudin, 2000 : 61-63)
Jadi pendidikan agama Islam adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik dalam meyakini, memahami, menghayati dan mengamalkan agama Islam melalui kegiatan bimbingan, pengajaran dan latihan dengan memperhatikan tuntutan untuk menghormati agama lain dalam hubungan kerukunan antar-umat beragama dalam masyarakat demi terwujudnya persatuan nasional. (Marasudin, 1998 : 180)
Dengan demikian, maka dapat disimpulkan bahwa pendidikan agama Islam adalah usaha sadar yang dilakukan secara bertahap oleh orang dewasa dengan tujuan menumbuh-kembangkan potensi bawaan anak, sejak masa kejadiannya sampai akhir hayatnya supaya menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Allah serta berakhlak mulia sesuai dengan ajaran Islam, melalui upaya pengajaran dan latihan, sehingga mendapatkan kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat.
2. Tujuan Pendidikan Agama Islam
Tujuan merupakan komponen yang sangat penting dalam proses pengajaran, karena tujuan menjadi acuhan untuk menentukan langkah-langkah pembelajaran. Selain itu, tujuan juga berfungsi sebagai tolok ukur keberhasilan proses pengajaran.
Tujuan umum dari proses pendidikan adalah membawa anak kepada kedewasaan, yang berarti bahwa ia harus dapat menentukan diri sendiri dan bertanggung jawab sendiri. (Purwanto, 2000 : 19)
Tujuan pendidikan Islam adalah untuk membina manusia agar menjadi hamba Allah yang shaleh dengan seluruh aspek kehidupannya, perbuatan, pikiran dan perasaannya. (Daradjat,1995 : 35).
Dan Muhammad Umar al-Taumy al-Syaibany menyatakan, bahwa tujuan pendidikan Islam yaitu untuk mempertinggi nilai-nilai akhlak hingga mencapai tingkat akhlaq al-karimah. (Jalaluddin, 2001 : 90)
Sedangkan tujuan pendidikan agama Islam menurut Chabib Thoha yaitu :
1) Menumbuhkan dan mengembangkan ketakwaan kepada Allah,
2) Menumbuhkan sikap dan jiwa yang selalu beribadah kepada Allah,
3) Membina dan memupuk akhlakul karimah, dan
4) Menciptakan pemimpin-pemimpin bangsa yang selalu amar ma`ruf nahi munkar”. (Thoha, 1996 : 101-102)
Dari berbagai tujuan pendidikan di atas, dapat disimpulkan bahwa tujuan pendidikan Islam adalah untuk menumbuhkan kepribadian sempurna, dengan cara memelihara, merawat dan mendidiknya serta memberi pengetahuan yang bermanfaat bagi dirinya, keluarga dan masyarakat luas, sehingga terbentuk sosok pribadi muslim yang shaleh, berakhlak mulia, beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT.

3. Metode Pendidikan Agama Islam
Penerapan metode pendidikan yang tepat sangat mempengaruhi terhadap keefektifan dan keberhasilan pendidikan. Metode adalah cara yang teratur dan sistematis untuk pelaksanan sesuatu, metode juga bermakna suatu jalan yang dilalui untuk mencapai suatu tujuan.
Agar tujuan yang hendak dicapai terwujud, tentu memerlukan cara yang tepat untuk memperolehnya, begitu pula dalam penyampaian pendidikannya disesuaikan dengan situasi dan kondisinya, termasuk kemampuan anak untuk menangkap cara yang dilakukan. Ada beberapa cara yang sering dan mudah dilakukan, yaitu :
a. Pembiasaan dan latihan
Pembiasaan atau latihan sangat diperlukan dalam mewujudkan pendidikan agama yang baik pada anak. Hal ini lazim digunakan untuk menegakkan sikap disiplin terhadap perilakunya.
Pentingnya pembiasaan dan latihan ini sebagaimana pendapat Zakiah Daradjat, (1993 : 77). Karena : “Pembiasaan dan latihan tersebut akan membentuk sikap tentunya pada anak yang lambat laun sikap itu akan bertambah jelas dan kuat, akhirnya tidak tergoyahkan lagi, karena masuk menjadi bagian dari pribadinya”.
Pembiasaan ini juga digunakan untuk latihan-latihan keagamaan yang menyangkut ibadah, seperti shalat, do’a, membaca dan sebagainya, sehingga lama-kelamaan tumbuh rasa senang melakukan ibadah.
b. Keteladanan
Pada diri anak terdapat potensi imitasi dan identifikasi terhadap seorang tokoh yang dikaguminya. Sehingga kepada seorang pendidik atau orang tua harus mampu memberikan suri teladan yang baik. Keteladanan ini sangat efektif digunakan, yaitu contoh yang jelas untuk ditiru.
Keteladanan merupakan salah satu metode yang ditunjukkan dalam al-Qur`an yang terdapat pada pribadi Rasulullah SAW. Melalui keteladanan Beliau, ajaran agama Islam mudah diterima dan tersebar di seluruh penjuru dunia. Firman Allah SWT. Surat Al-Ahzab ayat 21:
                 

Artinya : “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.”. (Anonim, 1996 : 336)

Keteladanan terbagi menjadi dua macam, yaitu peneladanan yang disengaja dan peneladanan yang tidak disengaja. Peneladanan yang disengaja adalah peneladanan yang disertai dengan penjelasan atau printah agar meneladani, seperti memberi contoh membaca yang baik dan benar, mengerjakan shalat dan lainnya.
Sedangkan peneladanan yang tidak disengaja seperti keilmuan, kepemimpinan, sifat keikhlasan dan sebaginya.
c. Nasehat
Nasehat merupakan metode yang efektif dalam usaha pembentukan keimanan, menanamkan nilai moral, spiritual dan sosial. Karena, metode ini dapat membukakan mata hati anak didik akan hakikat sesuatu serta mendorongnya menuju situasi luhur dan menghiasi akhlak mulia.
Dengan demikian, maka dapat diketahui bahwa nasehat adalah memerintah atau melarang yang disertai dengan pemberian motivasi atau ancaman, nasehat juga mengandung arti mengatakan sesuatu yang benar dengan cara melunakkan hati. Firman Allah surat An-Nisa : 66 :
           •       •          

Artinya : “Dan Sesungguhnya kalau kami perintahkan kepada mereka: "Bunuhlah dirimu atau keluarlah kamu dari kampungmu", niscaya mereka tidak akan melakukannya kecuali sebagian kecil dari mereka. dan Sesungguhnya kalau mereka melaksanakan pelajaran yang diberikan kepada mereka, tentulah hal yang demikian itu lebih baik bagi mereka dan lebih menguatkan (iman mereka), (Anonim, 1996 : 70)

Penerapan metode nasehat dapat dilakukan secara langsung dan tidak langsung. Pemberian nasehat secara langsung misalnya dalam memberikan penjelasan pada anak didik tentang nilai-nilai yang baik, kurang baik atau tidak baik. Sedangkan nasehat secara tidak langsung, misalnya melalui cerita dan ungkapan metafor.
Penggunaan metode nasehat sebaiknya tidak memakai pendekatan perintah maupun larangan, dan nasehat akan lebih baik jika dilakukan secara tidak langsung, karena dengan cara ini nilai-nilai yang ditransmisikan akan lebih mengesan bagi anak didik daripada dengan perintah maupun larangan.
d. Pengawasan
Pengawasan sangat dominan dalam pembentukan akhlak bagi anak, karena hilangnya pengawasan membawa ketidakberhasilan dalam pembinaannya.
Cara ini dalam pendidikan akhlak dapat berwujud kata-kata verbal seperti pesan, nasehat, anjuran, lamaran, pemberian, peringatan, ancaman dan lain-lain. Namun bisa juga dengan perbuatan seperti tekanan, pembiasaan tindakan dan latihan.
Dengan demikian dalam usaha mendidik perilaku anak, seorang pendidik harus mampu memilih serta menggunakan cara sebagai penanaman nilai tersebut.
e. Kisah atau Cerita
Dalam upaya cara kisah atau cerita ini sebagaimana diungkapkan oleh M. Quraisy Shihab, (1996 : 175). Sebagai berikut:
“Salah satu cara yang digunakan Al-Qur’an untuk mengarahkan manusia ke arah yang dikehendaki adalah dengan menggunakan “Kisah”. Setiap kisah dapat menunjang materi yang disajikan baik kisah tersebut benar-benar terjadi maupun kisah-kisah simbolik.
4. Materi pendidikan agama
Pendidikan agama dan spiritual termasuk bidang-bidang pendidikan yang harus mendapat perhatian penuh oleh keluarga terhadap anak-anaknya. Pendidikan agama dan spiritual ini berarti membangkitkan kekuatan dan kesediaan spiritual yang bersifat naluri yang ada pada anak-anak melalui bimbingan agama yang sehat dan mengenalkan ajaran-ajaran agama serta upacara-upacaranya.
Begitu juga membekalkan anak-anak dengan pengetahuan-pengetahuan agama dan kebudayaan Islam yang sesuai dengan umurnya dalam bidang akidah, ibadah, muamalat dan sejarah. Begitu juga dengan mengajarkan kepada anak-anak cara-cara yang benar untuk menunaikan syiar-syiar dan kewajiban agama, dan menolongnya mengembangkan sikap agama yang betul, yang pertama sekali adalah iman yang kuat kepada Allah, melaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, Rasul-Rasul-Nya, hari akhir, kepercayaan agama yang kuat, takut kepada Allah dan selalu mendapat pengawasan daripadanya dan segala perbuatan dan perkataan.36 Sebagai realisasi tanggung jawab orang tua dalam mendidik anak khususnya keagamaan seperrti shalat dan sebagainya.
Dalam konsepsi Islam, anak dipandang sebagai amanah Allah yang dibebankan kepada orang tuanya. Sehingga orang tualah yang bertanggung jawab mendidik anak-anaknya sebelum mereka memasuki lingkungan pendidikan yang lain (sekolah dan masyarakat).
Ada beberapa aspek yang sangat penting sebagai bentuk materi pendidikan agama (Islam) untuk diperhatikan orang tua, yaitu:
1) Pendidikan ibadah
2) Pokok-pokok ajaran Islam dan membaca al-Qur'an
3) Pendidikan akhlak dan akidah Islamiyah.
5. Keluarga dan Pendidikan
a) Pengertian Keluarga
Dan menurut Quraish Shihab, keluarga adalah unit terkecil yang memiliki pimpinan dan anggota, pembagian tugas dan kerja, serta hak dan kewajiban bagi anggotanya. (Shihab, 2004 : 28-255)
Dari beberapa pengertian keluarga di atas, dapat disimpulkan bahwa keluarga adalah suatu kelompok terkecil dalam masyarakat yang hidup mandiri, yang terdiri dari dua orang atau lebih, yang terikat oleh adanya pertalian darah (keturunan), perkawinan dan/atau adopsi.
Sedangkan dalam Islam, keluarga adalah suatu sistem kehidupan masyarakat yang terkecil yang dibatasi oleh adanya keturunan (nasab) atau disebut juga ummah akibat oleh adanya kesamaan agama. (Ramayulis, 2001 : 2)
Abd al-Ati menjelaskan bahwa menurut Islam terdapat dua posisi dalam keluarga, yaitu posisi utama (primary) dan posisi tambahan (suplementary) yang keduanya saling melengkapi bangunan keluarga dalam Islam. Posisi utama adalah keluarga dalam tingkat pertama yang terdiri atas ayah, ibu dan anak. Dan posisi tambahan adalah keluarga pada tingkat kedua yang terdiri atas anggota dari keturunan ibu, baik ke samping maupun ke atas dan keluarga karena persamaan agama. (Ramayulis, 2001 : 36)
Adapun fungsi keluarga terdiri dari :
2) “Fungsi ekonomis. Keluarga merupakan satuan sosial yang mandiri, yang di situ anggota-anggota keluarga mengkonsumsi barang-barang yang diproduksinya.
3) Fungsi sosial. Keluarga memberikan prestise dan status kepada anggota-anggotanya.
4) Fungsi edukatif. Keluarga memberikan pendidikan kepada anak-anak dan juga remaja.
5) Fungsi protektif. Keluarga melindungi anggotanya dari ancaman fisik, ekonomi dan psikososial.
6) Fungsi religius. Keluarga memberikan pengalaman keagamaan kepada anggotanya.
7) Fungsi afektif. Keluarga memberikan kasih sayang dan melahirkan keturunan”.
b) Pendidikan Agama Islam Dalam Keluarga
Keluarga merupakan unit terkecil dalam kehidupan umat manusia sebagai makhluk sosial, ia adalah unit sosial pertama yang mandiri dalam masyarakat dan tempat pertama bagi pembentukan pribadi generasi penerus, karena lingkungan keluarga merupakan lingkungan sosial dan lingkungan pendidikan pertama bagi manusia.
Adapun tanggung jawab orang tua terhadap pendidikan anaknya dikarenakan oleh dua hal, yaitu orang tua ditakdirkan untuk menjadi orang tua anaknya (kodrati), dan orang tua berkepentingan terhadap kemajuan perkembangan anaknya.
Selain itu, orang tua juga merupakan pembangkit kekuatan dan kesediaan spiritual yang bersifat naluri yang ada pada anak melalui bimbingan agama yang sehat, pemberi bekal pengetahuan-pengetahuan agama dan kebudayaan Islam sesuai dengan umurnya serta pendidik caracara yang benar dalam menjalankan syariat dan kewajiban agama. Dengan demikian, orang tua dituntut untuk mengarahkan dan membimbing anak supaya anak dapat menjalankan fungsinya sebagai manusia, yakni beribadah kepada Allah swt. dan menjadi khalifah Allah di muka bumi.
Selaku pendidik pertama dan utama bagi anaknya, orang tua hendaknya menggunakan pola pendidikan yang sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan anaknya. Dengan adanya kesesuaian tersebut, diharapkan semua harapan orang tua, yakni memiliki anak yang beriman, bertakwa dan berkepribadian mulia serta bahagia di dunia dan di akhirat, akan dapat terwujud.
6. Dusun Fajar Jaya Desa Sungai Gebar
Dusun Fajar Jaya Desa Sungai Gebar adalah lokasi atau wilayah yang menjadi tempat penelitian. Adapun Dusun Fajar jaya Desa Sungai Gebar termasuk dalam wilayah Kecamatan Betara Kabupaten Tanjung Jabung Barat.


lanjutkan sendiri..................
atau hub saya

KREATIVITAS GURU DALAM MEMBANGKITKAN MINAT BELAJAR SISWA DI SEKOLAH MENENGAH PERTAMA NEGERI 2 PENGABUAN DESA SENYERANG KECAMATAN PENGABUAN KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT

Label:

KREATIVITAS GURU DALAM MEMBANGKITKAN MINAT BELAJAR SISWA DI SEKOLAH MENENGAH PERTAMA
NEGERI 2 PENGABUAN DESA SENYERANG
KECAMATAN PENGABUAN KABUPATEN
TANJUNG JABUNG BARAT



S K R I P S I



Di Ajukan Untuk Melengkapi Sebagian Peresyaratan
Guna Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan Islam (S.PdI)
Dalam Ilmu Tarbiyah

Jurusan Pendidikan Agama Islam (PAI)












O l e h


DEDI EFENDI
NIM : 01.25.244



MAHASISWA SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM
(STAI) AN – NADWAH KUALA TUNGKAL
KOPERTAIS WILAYAH VII
SUMBAGSEL
2007/2008


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Didalam GBHN disebutkan bahwa Pendidikan Nasional berdasarkan Pancasila, bertujuan untuk "meningkatkan kualitas manusia Indonesia, yakni manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap tuhan yang maha Esa, berbudi pekerti luhur, berkepribadian, berdisiplin, bekerja keras, bertanggung jawab, mandiri, cerdas, dan terampil, serta sehat jasmani dan rohani". (GBHN tahun 1990 BP – 7 pusat, t.th : 105).
Di dalam Undang-undang pendidikan No 20 tahun 2003 tentang sistim Pendidikan Nasional BAB II pasal 3 dijelaskan bahwa Pendidiakan Nasional bertujuan untuk "berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan yang maha Esa, berakhlaq mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”. (Tim Penyusun, Undang-undang Republik Indonesia No. 20 tahun 2003, tentang Sistem Pendidikan Nasional, 2003 : 6)
Dengan landasan pemikiran tersebut, pendidikan disusun sebagai usaha sadar untuk memungkinkan bangsa Indonesia mempertahankan kelangsungan hidupnya dan mengembangkan dirinya secara terus-menerus dari suatu generasi ke generasi berikutnya, pendidikan sebagai alat dan tujuan yang amat penting dalam perjuangan mencapai cita-cita.
Karena pada hakekatnya tujuan pendidikan dicapai melalui proses belajar mengajar, maka administrasi pendidikan merupakan/adalah seluruh proses kegiatan yang direncanakan dan dilaksanakan/ diusahakan secara sengaja dan bersungguh-sungguh disertai pembinaan secara kontinue untuk mencapai tujuan pendidikan yang di tetapkan, dengan memanfaatkan dan mendaya gunakan segala sumber material dan non material secara efektif dan efesien dalam proses belajar mengajar khususnya, dan dalam pendidikan pada umumnya
Peran serta fungsi guru dalam mencerdaskan anak didik sangat dominan dan menentukan serta mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap perkembangan dan pertumbuhan kualitas pendidikan. Setiap kreativitas guru harus menjadi suri tauladan bagi anak didiknya, begitu pula sikapnya dalam proses pembelajaran, hal ini akan dapat mempengaruhi terhadap minat belajar siswa, tindakan guru sehari-hari, tingkah laku, tutur kata dan berpakaian menjadi ukuran bagi anak didik.
Dikatakan demikian karena guru berperan sebagai penyalur atau transpormasi dalam penyampaian pengetahuan kepada anak didik dan juga sebagai pendidik, pembimbing dalam arti yang luas untuk mendewasakan anak secara utuh.
Dalam berbagai praktek dan pelaksanaan mengajar khususnya dan para pendidik pada umumnya, guru lebih banyak menyampaikan pengetahuan kepada anak, akan tetapi kurang memperhatikan sikap dan tingkah laku anak, bahkan guru sering bertindak masa bodoh atas prilaku anak didiknya.
Perlu diketahui bahwa keteladanan dalam berbuat, dan bersikap merupakan suatu keharusan bagi seorang guru karena apabila anak terkait dengan keteladanan yang baik, maka besar kemungkinan anak tersebut akan muda diarahkan dan ia akan mampu mengontrol dirinya untuk berbuat dan bertindak sesuai dengan ajaran yang benar. Sesuai dengan kesucian fitrahnya bahwa setiap insan, berbakti dan mengabdi kepada Allah SWT. Maka potensi tersebut hendaknya disadari dan dipahami oleh setiap guru dan kita semua umumnya, bahwa setiap anak akan bisa diarahkan dan bisa didik menjadi baik. Sekalipun anak tersebut terlahir dari orang tua yang biasa berbuat maksiat.
Bagi seorang guru dalam kreativitas sehari-hari dan cerminan tingkah laku yang kurang baik, akan membawa pengaruh negatif dalam hubungan sosialnya dengan anak didik dalam proses pembelajaran serta krisis bagi kwalitas pendidikan disekolah.
Oleh karena itu, khususnya dalam proses pembelajaran, guru dalam mencapai materi harus memiliki krativitas baik dalam persiapan mengajar, proses pembelajaran, penerapan metode dan penyajian. Karena kretaivitas guru dalam proses pembelajaran mempunyai pengaruh peranan dan fungsinya sangat besar terhadap pertumbuhan semangat belajar anak didik. Guru dituntut harus memiliki pengetahuan untuk menganal anak didiknya sehingga guru lebih mudah dalam menciptakan situasi belajar yang dapat merangsang anak didik untuk secara aktif mengikuti pelajaran dengan penuh perhatian dan minat belajar besar. A. D. Marimba, (1981 : 38) mengatakan :
“Seorang guru memiliki tugas antara lain : membimbing, mengenal siswa, mengenal kebutuhan dan kemampuannya dan menciptakan situasi pendidikan. Untuk hal yang terakhi ini seorang guru dapat melaksanakan dengan cara menerapkan metode pelajaran yang sesuai dan bervariasi yang mampu menciptakan suasana belajar yang merangsang siswa untuk mengikuti pelajaran dengan penuh perhatian dan minat belajar yang besar”.


Permasalahan yang penulis temukan adalah proses pembelajaran dimana guru SMP Negeri 2 Pengabuan Desa Senyerang masih menganggap dan memperlakukan siswa seakan-akan kelas homogen. Bahkan belajar masih seragam (unifrom) bagi semua siswa. Kemudian siswa dituntut dan diharapkan untuk belajar dengan waktu dan kecepatan yang sama. Padahal telah diketahui bahwa diantara mereka itu memiliki perbedaan baik kebutuhan, kemampuan, bakat dan minat maupun yang lainnya. Hal inilah yang menyebabkan kurangnya minat dan perhatian siswa untuk aktif mengikuti pelajaran. Didalam situasi dan keadaan belajar demikianlah akan dapat dilihat kreatif atau tidaknya guru SMP Negeri 2 Pengabuan dalam mengolah proses pembelajaran disekolah.
Permasalahan lain yang penulis temukan adalah masih terdapatnya siswa yang malas, mengantuk dan suka minggat (bolos) pada jam pelajaran. Yang memperhatinkan kurangnya minat belajar siswa SMP Negeri 2 Pengabuan, ini menunjukan kurangnya kreativitas guru dalam mencipatakan model dan kondisi belajar yang baik dan nyaman bagi siswa SMP Negeri 2 Pengabuan. Selain itu masih kurangnya upaya guru SMP Negeri 2 Pengabuan dalam membantu kesulitan dan permasalahan siswanya dalam meningkatkan minat belajarnya.
Fakta lain juga mengindikasikan para guru kurang memberikan kesempatan kepada siswa yang lambat dalam menerima dan mencerna pertanyaan pada saat kegiatan pembelajaran sehingga mereka ini merasa kurang dihargai dalam kelas mereka. Sebaliknya tidak jarang para guru yang tidak mampu menerima ide-ide atau pendapat siswa yang tergolong cepat dalam menerima pelajaran dimana pendapat mereka diluar jangkauan dan wawasan guru yang bersangkutan. Persoalan semacam ini harus dipahami secara cermat oleh segenap pengelola lembaga pendidikan.
Kreativitas guru dalam proses pembelajaran dalam hubungannya dengan minat belajar siswa dalam peneliitian ini akan dilihat dari berbagai faktor antara lain adalah persiapan guru dalam mengajar, dan penerapan metode mengajar serta kendala yang dihadapi.

B. Pokok-Pokok Masalah
Dari latar belakang masalah pemilihan judul seperti dikemukakan diatas, yang menjadi pokok permasalahan dalam penelitian skripsi ini adalah :
1. Bagaimana proses pembelajaran di SMP Negeri 2 Pengabuan?
2. Bagaimana kretivitas guru dalam meningkatkan minat belajar siswa di SMP Negeri 2 Pengabuan?
3. Apa kendala yang dihadapi oleh guru dalam upaya meningkatkan minat belajar siswa dan usaha mengatasinya?

C. Batasan Masalah
Untuk memudahkan dalam penyelesaian penulisan skripsi ini, serta menghindari kesalah pahaman. Maka penulis anggap perlu memberikan batasan masalah.
Adapun yang menjadi objek penelitian ini mengenai kretivitas guru dalam membangkitkan minat siswa dalam mengikuti pelajaran disini penulis mengambil dua orang guru, yaitu guru bidang studi agama Islam dan guru bidang studi Matematika.

D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Adapun Tujuan Penelitian penulisan skripsi ini adalah sebagai serikut :
a. Ingin mengetahui bagaimanan proses pembelajaran di SMP Negeri 2 Pengabuan.
b. Ingin mengetahui bagaimana kreativitas guru dalam meningkatkan minat belajar siswa di SMP Negeri 2 Pengabuan.
c. Ingin mengetahui kendala yang dihadapi oleh guru dalam upaya meningkatkan minat belajar siswa dan usaha mengatasinya.
2. Kegunaan Penelitian
Adapun kegunaan dari hasil penelitian ini adalah :
a. Untuk mengetahui bagaimana proses pembelajaran di SMP Negeri 2 Pengabuan.
b. Untuk mengetahui bagaimana Kreativitas guru dalam meningkatkan minat belajar siswa di SMP Negeri 2 Pengabuan. Serta kendala yang dihadapi oleh guru dalam upaya meningkatkan minat belajar siswa dan usaha mengatasinya.
c. Untuk memenuhi sebagian syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Strata Satu (S.1) Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I) pada STAI An-Nadwah Kuala Tungkal.

E. Kerangka Teori

Supaya penelitian ini dapat terarah dan terfokus pada pokok permasalahan yang telah dirumuskan, maka perlu kerangka teori yang dapat dijadikan dasar dalam analisis dan menarik kesimpulan.
Kemampuan seorang guru dalam mengelola proses pembelajaran hendaknya guru dapat menciptakan situasi pembelajaran yang dapat merangsang siswa baik pikiran, perasaan, sehingga dapat membawa dan mengarahkan pikiran dan kreativitasnya terhadap pelajaran yang disajikan. Dengan maksud agar siswa akan terangsang untuk ikut aktif mengikuti pelajaran dengan kesungguhan, semangat dan minat belajar yang besar.
Seorang guru tidak hanya dituntut untuk menguasai materi pelajar saja, tetapi guru juga harus memiliki kreativitas dalam mengelola proses pembelajaran, mampu mentransportasikan ilmunya dan memotivasi siswa untuk selalu aktif terlibat dalam proses pembelajaran.
Minat merupakan dasar yang sangat memungkinkan keberhasilan dalam peroses pembelajaran. Minat tidak hadir begitu saja atau dibawa sejak lahir, tetapi minat dapat lahir atau timbul setelah adanya rangsangan.
Suhartini Arikunto, (1983 : 57) dalam bukunya yang berjudul “Serba Serbi Pendidikan” mengatakan bahwa : “... Minat tersebut timbul setelah adanya rangsangan dari luar, bukan dibawa sejak lahir”.
Dalam beberapa teori mengenai kreativitas guru dalam persiapan mengajar dan pengaruhnya terhadap minat belajar siswa dalam belajar, yaitu :
Dalam proses pembelajaran motivasi sangat penting sebagai daya penggerak tingkah laku dan pikiran serta emosi yang berpengaruh secara dinamik, jadi setiap kreativitas dan kesiapan guru dalam mengajar harus diarahkan untuk membangkitkan minat belajar. Minat adalah suatu landasan yang paling memungkinkan demi keberhasilan suatu proses belajar. Jika seseorang guru memiliki rasa ingin belajar ia akan cepat mengerti dan mengingatnya. Belajar akan merupakan siksaan dan tidak akan memberi manfaat jika tidak disertai sipat terbuka bagi bahan-bahan pelajaran.
Proses pembelajaran adalah merupakan suatu rangkaian fase yang mesti ditempuh oleh siswa yang belajar dengan guru yang mengajar dalam upaya mencapai tujuan pendidikan tertentu. Untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu itu diperlukan suatu perencanaan yang harus disusun dan dirumuskan berdasarkan kepada tujuan pendidikan itu sendiri, perbedaan individuan, perkembangan intlektual, perbedaan kebutuhan, bakat dan minat siswa. Untuk itu seorang guru harus memiliki kreativitas agar dapat mengetahui hal tersebut, sehingga ia dapat merumuskan serta merencanakan persiapan mengajar yang sesuai dan tepat dengan tingkat perkembangan siswa.
Kreativitas guru dalam merumuskan dan merencanakan persiapan mengajar secara jelas dan sepesifik akan memiliki peranan yang sangat penting dalam menentukan berhasil / tidaknya proses pembelajaran. Seperti dikutip dari Kamus Besar Indonesia (1998 :529) sebagai berikut : “Kreativitas adalah kemampuan untuk mencipta, daya cipta, perihal berkreasi ; keareatifan.
Pada saat kegiatan belajar mengajar tidak jarang para guru kurang memberikan kesempatan untuk berpartisipasi kepada siswa, akibatnya tidak sedikit siswa sering bolos pada jam pelajaran tengah berlangsung. Sebab mereka merasa kurang dihargai dalam kelas. Seharusnya program belajar mengajar merupakan suatu kontak sosial antara guru dengan siswa dalam rangka mencapai suatu tujuan pendidikan tertentu yang telah ditetapkan sebelumnya.
Kreativitas guru dalam kegiatan belajar mengajar hendaknya dapat memperlakukan siswa sebagai subjek didik yang memiliki potensi, bakat dan minat yang perlu ditumbuh kembangkan dalam usaha mencapai tujuan pendidikan yang diharapkan secara maksimal, bukan sebaliknya memperlakukan siswa sebagai objek didik. Hal itu sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Ansori W. Roem, senbagai berikut :
Dalam kenyataan masih banyak kegiatan pembelajaran dilaksanakan tanpa memisahkan materi pelajaran atau membedakan materi pelajaran antara kelas yang satu dengan kelas yang lain, artinya bahan pelajaran masih seragam untuk semua kelas yang tingkatannya sama. Ini terlihat pada SLTP Negeri 2 Pengabuan. Hal ini akan membawa rasa malas belajar dan rasa rendah diri bagi siswa yang lambat dalam menerima pelajaran serat akibat negatifnya.
Oleh karena itu seorang guru harus memiliki kreativitas dalam mengelola proses pembelajaran agar mental siswa tetap setabil dan siswa tidak lari dari pelajaran. Kreativitas guru disini yaitukemampuan yang dimiliki oleh guru dalam mengelola proses pembelajaran dengan memperhatikan dan mengetahui perbedaan dan perkembangan siswa, sehingga guru dapat menyajikan bahan pelajaran yang sesuai dan tepat dengan tingkat kemampuan siswa. Hal ini sesuai dengan Hadits Nabi Muhammad SAW. dari Aisyah yang berbunyi :
ﻨﺤﻦﻤﻌﺷﺎﺮﻷﻨﺒﻴﺎﺀﺍﻤﺮﻨﺎﺍﻦﻨﻨﺰﻝﻠﻨﺎﺲﻤﻨﺎﺰﻠﻬﻡﻮﻨﮑﻠﻬﻡﻋﻠﻰﻗﺮﻋﻘﻠﻬﻡ
Artinya : “Kami para Nambi disuruh menempatkan masing-masing orang pada tempatnya dan berbicara dengan mereka menurut tingkat pemikirannya”. (Al-Ghazali, 1983 : 218)

Dengan demikian maka seorang guru perlu menyajikan materi pelajaran yang sesuai dengan tingkat kecerdasannya, sebab materi pelajaran yang sukar akan menjadi siswa tidak dapat atau sukar mamahaminya. Hal seperti itu akan menyebabkan siswa lari dari pelajran itu.
Selanjutnya Al-Ghazali, secara tegas menegaskan : “Kewajiban pertama-tama bagi seoarang juru pendidik ialah mengajarkan kepada anak-anak apa-apa yang mudah dipahaminya, oleh karena itu mata pelajaran yang sukar akan menyebabkan kericuhan mental/akal dan menyebabkan anak-anak lari dari guru... “. (Al-Abrasyi, 1990 : 88)
Menciptakan situasi belajar yang dapat merangsang siswa untuk selalu aktif mengikuti pelajaran dengan penuh perhatian dan minat belajar yang besar. Hal itu merupakan tantangan bagi seorang guru dalam proses belajar mengajar. Setiap situasi mempunyai unsur-unsur pokok dan guru perlu memiliki kreativitas untuk menghubungkan kesemua unsur belajar tersebut secara dinamis yang dapat beradaptasi dengan situasi dan kondisi belajar.
Jadi guru dalam usahanya menciptakan situasi pendidikan kreatif dalam mengelola proses pembelajaran dengan menghubungkan ketiga unsur dari situasi pendidikan secara dinamis.
Penerapan metode pengajaran dalam suatu bidang studi dapat dilihat dari kreativitas guru dalam menerangkan bahan pelajaran, hubungan intraksinya dengan siswa, memberi dorongan dan rangsangan serta pujian. Memberi ataupun menerima ide-ide dan pertanyaan siswa dalam usaha membangkitkan minat, semangat dan perhatian siswa terhadap pelajaran yang disajikan. Dalam pada itu seorang guru harus lebih bersikap bijaksana didalam mengambil suatu keputusan. Begitu pula terjadi salah pengertian dan salah paham antara guru dengan siswa, harus menjadikan siswa memandang adil hasil keputusan yang diambil guru juga adil dalam memberi nilai hasil belajar.
Selanjutnya pembelajaran akan mengalami kesukaran, apabila rasa ingin tahu siswa tidak dapat tumbuh dengan wajar dalam usaha guru membangkitkan minat belajar siswa. Rasa ingin tahu siswa bisa berupa ide-ide atau pertanyaan siswa, baik tentang materi pelajaran yang tengah disajikan maupun yang telah disajikan oleh guru.
Dari beberapa teori yang dikemukan tentang penerapan metode mengajar diatas dapat ditarik suatu kesimpulan/kerangka teori, bahwa :
Seorang guru yang sangat miskin akan metode pencapaian tujuan, yang tidak menguasai berbagai teknik mengajar atau mungkin tidak mengatahui adanya metode-metode itu, akan berusaha mencapai tujuan dengan jalan yang tidak wajar. Hasil pengajaran yang serupa ini selalu menyedihkan guru, guru akan menderita dan murid pun demikian. Akan timbul masalah disiplin, rendahnya mutu pelajaran. Kurangnya minat anak-anak, dan tidak ada perhatian dan kesungguhan belajar.
Kreativitas guru dalam hubungan intraksi dengan siswa memiliki perang dan fungsi yang sangat penting dalam usaha membangkitkan dan merangsang minat belajar siswa. Sebagai simbol moral guru harus menjadi tokoh idola bagi siswa dalam proses pembelajaran. Tingkah laku, tutur kata, cara berpakaian dan berjalan menjadi ukuran bagi siswa.
Apabila hubungan intraksi antara guru dengan siswa terjalin secara harmonis, maka guru akan lebih mempengaruhi dan membawa pikiran serta perhatian siswa terhadap apa-apa yang guru berikan dalam proses suatu pembelajaran. Hubungan harmonis menggambarkan adanya keakraban, kasih sayang dan rasa aman. Dengan begitu timbul rasa simpatik siswa terhadap guru, yang pada akhirnya menjadikan hubungan tersebut untuk saling berkerjasama antara kedua belah pihak, sehingga hubungan itu produktif dan kreatif.
a. Kreativitas
Sebagaimana diungkapkan oleh James R. Ervan bahwa kreativitas adalah keterampilan untuk menentukan pertalian baru jika melihat subjek dari prespektif baru yang membentuk kombinasi-kombinasi baru dari dua atau lebih konsep yang telah tercetak dalam pikiran. (Fatmawati, 2005 : 33)
Yang dimaksud dengan kreativitas dalam tulisan ini adalah kreativitas guru dalam proses pembelajaran, yaitu suatu kemampuan yang dimiliki seorang guru dalam mengolah proses pembelajaran agama Islam dalam usahanya mencapai tujuan pendidikan yang diharapkan secara maksimal.
Kemampuan dalam mengolah proses pembelajaran artinya, kemampuan seorang guru mulai dari merumuskan persiapan mengajar, kegiatan pembelajaran, memilih dan menerapkan metode pengajaran yang tepat dan sesuai, mampu berintraksi dengan siswa secara harmonis baik didalam maupun diluar sekolah. Sehingga ia dapat menciptakan situasi belajar dan merangsang siswa untuk selalu aktif terlibat dalam mengikuti pelajaran dengan semangat, perhatian dan minat belajar yang besar.



b. G u r u
Guru ialah seorang yang berwenang dan bertanggung jawab terhadap pendidikan murid individual maupun klasikal, baik disekolah maupun diluar sekolah (Ametembun 1973 : 3).
Berdasarkan pendapat diatas guru yang dimaksudkan dalam tulisan ini adalah guru yang mengajarkan pendidikan disekolah, yaitu orang yang memiliki wewenang dan tanggung jawab terhadap pendidikan anak didik disekolah.
c. Proses Pembelajaran
Yang dimaksud dengan proses pembelajaran ialah langkah-langkah yang ditempuh oleh guru – siswa ketika berlangsung kegiatan belajar mengajar. (Harapan. 1980 : 3)
Dasar pendapat diatas, maka yang dimaksud dengan proses pembelajaran agama Islam ialah suatu rangkaian fase / peristiwa yang harus dilalui oleh guru yang memberikan pelajaran dan siswa yang menerima pelajaran. Rangkaian fase / peristiwa tersebut meliputi : persiapan mengajar, kegiatan pembelajaran, pemilihan dan penerapan metode pengajaran dalam rangka mencapai tujuan pendidikan yang diharapkan secara maksimal.
d. Minat
“Minat ialah kecenderungan jiwa kepada sesuatu karena kita merasa ada kepentingan dengan sesuatu itu”. (Marimba, 1981 : 79)
Dari teori diatas dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan minat belajar ialah kecenderungan jiwa tingkah laku dan pikiran anak didik untuk belajar karena ia merasa tertarik dan merasa senang yang timbul disebabkan adanya rangsangan dari luar dirinya.
e. Belajar
Belajar menurut Hilgard dan Bower, “Belajar menghubungkan dengan perubahan tingkah laku seseorang terhadap sesuatu situasi tertentu yang disebabkan oleh pengalamannya yang berulang-ulang dalam situasi itu, dimana perubahan tingkah laku itu tidak dapat dijelaskan atau dasar kecenderungan respon pembawaan, kemetangan, atau keadaan-keadaan sesaat seseorang”. (misalnya : kelelahan, pengaruh obat, dan sebagainya). (Purwanto, 1996 : 84).
Dari teori tentang konsep belajar yang telah diuraikan diatas dapatlah ditarik suatu kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan belajar disini ialah suatu proses psikis yang terjadi karena adanya stimulasi dan respon dalam intraksi subjek didik dengan lingkungannya. Proses itu menghasilkan perubahan-perubahan pola tingkah laku baik yang bersifat kongnitif, efektif maupun yang bersifat fisikomotor.
Dari definisi kreativitas yang dijelaskan tadi maka yang menjadi indikator bahwa seseorang dikatakan mempunyai kreativitas adalah :
1. Kefasehan – kecepatan dan kelancaran yang anda gunakan untuk “menggambarkan” gagasan-gagasan baru dan kreatif.
2. Keluwesan – kemampuan anda untuk melihat segala sesuatu dari berbagai sudut, merenungkan segala sesuatu dari titik pandang yang berlawanan, menerima konsep-konsep lama dan menyusunnya kembali dengan cara baru, dan memutar balikkan gagasan yang sudah ada. Keluwesan juga mencakup kemampuan untuk menggunakan semua indera guna menciptakan gagasan baru.
3. Keaslian – inilah jantung semua pemikiran kreatif dan mewakili kemampuan anda menghasilkan gagasan yang unik, luar biasa, dan eksentrik (yaitu jauh dari pusat) meskipun banyak orang menganggap orang-orang eksentrik semacam itu “tidak dapat kendalikan”, justru sebaliknyalah yang benar. Keaslian sering kali timbul dari sejumlah besar energi intelektual yang terarah, energi ini lazimnya memperlihatkan kemampuan berkonsentrasi yang tinggi.
4. Memperluas gagasan, pemikiran, kreatif mampu membangun, mengembangkan, melengkapi, memoles dan umumnya memperdalam serta memperluas gagasan. (Buzan, 2003 : 34)
Selanjutnya hubungan antara guru dengan siswa tidak efektif jika hubungan tersebut menyebabkan siswa ribut saat melaksanakan tugas yang diberikan oleh guru didalam kegiatan pembelajaran. Suasana kelas menjadi gundah dan siswa saling mengganggu siswa lainnya.
Agar pengaruh yang ditanamkan guru harus memiliki nilai positif bagi siswa, maka guru harus memiliki sikap dan tingkah laku yang baik. Tidak ada minat belajar pada diri siswa dapat disebabkan tidak harmonisnya hubungan social antara guru dengan menyajikan materi pelajaran yang lebih menarik dan tidak membiasakan siswa.
Perasaan malas belajar pada diri siswa disebabkan perasaan takut kepada guru, rasa antipatik, sentimen pribadi dan sebagainya. Rasa malas dapat berupa siswa ribut, membolos dan mengantuk disaat mengikuti pelajaran yang disajikan guru.
Setiap orang memiliki potensi kreatif dalam derajat yang berbeda-beda untuk itu diperlukan kekuatan-kekuatan pendorong baik diluar (lingkungan) maupun dari dalam individu sendiri. Perlu diciptakan kondisi lingkungan yang dapat memupuk daya kreatif individu lingkungan ini mencakup baik lingkungan dalam arti sempit (keluarga, sekolah) maupun dalam arti luas (masyarakat, kebudayaan).












BAB II
PROSEDUR PENELITIAN

A. Lokasi dan Lingkup Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian lapangan bersifat kuantitatif yang diuraikan dalam bahasa sederhana dan mudah dimengerti yang penulis lakukan pada lembaga pendidikan SMP Negeri 2 Pengabuan Desa Senyerang Kecamatan Pengabuan Kabupaten Tanjung Jabung Barat.
Sedangkan yang menjadi lingkup penelitian ini ditujukan kepada kreativitas guru dalam membangkitkan minat belajar siswa SMP Negeri 2 Pengabuan Kecamatan Pengabuan Kabupaten Tanjung Jabung Barat .

B. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi adalah keseluruhan obyek penelitian yang dapat terdiri dari manusia, benda-benda, hewan, tumbuh-tumbuhan, gejala, nilai test atau peristiwa sebagai sumber data yang memiliki karakteristik tertentu di dalam suatu penelitian. (Sugiyono, 1998 : 141).
Adapun yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah seluruh guru di SMP Negeri 2 Pengabuan yang berjumlah 12 orang, dimana mereka ini terdiri dari guru bidang studi, guru kelas dan guru BK.

2. Sampel
Sampel adalah “sebagian atau wakil populasi yang diteliti”. (Arikunto, 1991 : 109). Karena yang diteliti sebagian dari populasi maka penelitian ini disebut penelitian sampel.
Dari pengertian diatas maka penulis mengambil dua orang guru bidang studi untuk dijadikan sampel dalam penelitian ini, yaitu guru bidang studi pendidikan agama Islam dna guru bidang studi Matematika.

C. Jenis dan Sumber Data
1. Jenis Data
Jenis data dalam penelitian ini ada dua macam yaitu data primer dan data sekunder.
a. Data Primer
Data Primer adalah yang langsung penulis peroleh dari objek penelitian dan merupakan data utama yang dikumpulkan sebagai bahan penulisan karya ilmiah ini, dan data ini merupakan data yang berhubungan langsung dengan topik atau permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini. Data ini diperoleh langsung dari informan tentang kenyataan yang ada dilapangan.
Adapun data primer yang akan dikumpulkan yaitu informasi tentang proses pembelajaran, kreativitas guru di SMP Negeri 2 Pengabuan dalam mengajar, serta kendala dan upaya mengatasinya.
b. Data Skunder
Data Skunder adalah data yang timbul secara tidak langsung dari sumbernya atau data yang diperoleh dalam bentuk tertulis yang didokumentasikan dari objek penelitian bisa diperoleh dari observasi dan dokumentasi. Dikumpulkan guna untuk memperkuat jawaban dan melengkapi data primer dari permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini, meliputi :
1) Letak Geograsif dan Historis SMP Negeri 2 Pengabuan
2) Keadaan guru, karyawan dan siswa sekolah
3) Keadaan perpustakaan sekolah
4) Keadaan sarana dan prasarana
2. Sumber Data
Sumber data dalam penelitian ini ada 3 macam, yaitu orang, dokumentasi/materi dan situasi dan peristiwa. Sumber data melalui orang seperti Kepala Sekolah, Tata Usaha, Majlis Guru, dan para siswa/murid. Sedangkan sumber data yang bersifat materi diperoleh melalui observasi, dokumentasi, brosur-brosur.
D. Metode Pengumpulan Data
Untuk dapat mempelajari dan menelaah data dan fakta secara objektif, penulis mengadakan pendekatan dan menggunakan metode yang sesuai dengan bentuk data yang dibutuhkan seperti :
1. Metode Observasi
“Observasi yaitu pengamatan dan pencatatan dengan sistematis terhadap fenomena-fenomena yang terjadi. (Hadi, 2000 : 192).
Metode ini digunakan untuk mengamati secara langsung kreativitas guru dalam proses pembelajaran pendidikan agama Islam yang dapat dilihat dengan mata kepala dalam ruang, waktu dan keadaan tertentu.
2. Metode Wawancara
“Wawancara adalah suatu kegiatan yang dilakukan untuk mendapatkan informasi secara langsung dengan mengungkapkan pertanyaan-pertanyaan para respon (Subagyo, 2004 : 39)
Metode ini digunakan untuk memperoleh data yang berkenaan dengan informasi yang dibutuhkan yang ditujukan kepada kepala sekolah, guru bidang studi, yang semua ini dianggap sebagai upaya pencapaian hasil yang optimal dari pelaksanaan penelitian ini.
3. Dokumentasi
Dokumentasi adalah data mengenai hal-hal yang variable-variabel yang berupa catatan-catatan transkip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen, agenda dan sebagainya (Arikunto, 1991 : 202).
Metode ini digunakan untuk memperoleh data yang berkenaan dengan :
a. Keadaan guru SMP Negeri 2 Pengabuan
b. Struktur Organisasi Sekolah
c. Keadaan siswa SMP Negeri 2 Pengabuan
d. Keadaan karyawan/karyawati
e. Keadaan sarana dan prasarana
E. Teknik Analisis Data
Setelah semua data yang diperlukan terkumpul dan disusun menurut jenis dan golongannya, data yang bersifat kualitatif akan dianalisa secara kualitatif, dimana penulis akan menghubungkan antara kerangka teori dengan kenyataan yang terdapat dilapangan. Dalam hal ini menggunakan :
1. Analisa Domain
Yaitu analisa yang dilakukan untuk memperoleh gambaran/pengertian yang bersifat umum dan relatif menyeluruh tentang apa yang mencakup dalam fokus atau pokok pembahasan yang sedang diteliti. (Faisal, 1990 : 90)
Analisa Domain ini berkaitan dengan observasi secara umum terhadap apa yang terjadi dilapangan sebagaimana yang dipaparkan dalam latar belakang masalah. Dengan analisa domain ini diambil yang jelas-jelas saja.
2. Analisa Taksonomi
Yaitu analisa yang dipergunakan untuk lebih memperincikan dari pada kategori simbol domain. Pada analisa fokus penelitian yang ditetapkan terbatas pada domain tertentu yang sangat berguna dalam upaya mendiskripsikan atau menjelaskan fenomena yang menjadi sasaran penelitian. (Faisal, 1990 : 90)
Analisa taksonomi merupakan analisa yang bersifat penjajakan umum yang menyeluruh.
3. Analisa Komponensial
Yaitu analisa yang digunakan untuk mengkaji antara elemen-elemen kontras dan domain tertentu. (Faisal, 1990 : 103)
Analisa komponensial ini merupakan analisa yang bersifat mendalam yang berhubungan dengan sumber domain-domain yang diperoleh melalui observasi wawancara.
Melihat pengertian diatas dapat diketahui bahwa analisa komponensial ini adalah sebagai pembanding antara data yang satu dengan yang lain.

F. Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data
Untuk menguji keabsahan data yang dikumpulkan, peneliti akan melakukan :
Pertama, teknik trianggulasi antar sumber data, antar teknik pengumpulan data dan antar pengumpul data, yang dalam terakhir ini peneliti akan berupaya mendapatkan rekan atau pembantu dalam penggalian data dari warga di lokasi yang mampu membantu setelah diberi penjelasan. Trianggulasi adalah teknik keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu (Moleong, 2001: 178).
Kedua, pengecekan kebenaran informasi kepada para informan yang telah ditulis oleh peneliti dalam laporan penelitian (member check). Dalam kesempatan suatu pertemuan yang dihadiri oleh para responden atau informan, peneliti akan membacakan laporan hasil penelitian.
Ketiga, analisis kasus yang tidak sesuai dengan hasil penelitian hingga waktu tertentu dan keempat, perpanjangan waktu penelitian. Cara ini akan ditempuh selain untuk memperoleh bukti yang lebih lengkap juga untuk memeriksa konsistensi tindakan atau ekspresi keagamaan para responden / informan. Data atau informasi yang telah dikumpulkan perlu diuji kebenarannnya (keabsahannya) melalui teknik trianggulasi berikut :
1. Trianggulasi metode : jika informasi atau data yang berasal dari hasil wawancara misalnya, perlu diuji dengan hasil observasi dan seterusnya;
2. Trianggulasi sumber : jika informasi tertentu misalnya, ditanyakan kepada responden yang berbeda atau antara responden dan dokumentasi;
3. Trianggulasi situasi : bagaimana penuturan seorang responden jika dalam keadaan ada orang lain dibandingkan dengan dalam keadaan sendirian.
Dengan ungkapan lain jika melalui pemeriksaan-pemeriksaan tersebut ternyata tidak sama jawaban responden atau ada perbendaan data atau informasi yang ditemukan maka keabsahan data diragukan kebenarannya. Dalam keadaan seperti ini peneliti harus melakukan pemeriksaan lebih lanjut, sehingga diketahui informasi yang mana yang benar.


selanjutnya ada pada kami kontek aja di alam endy

IMPLEMENTASI KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN (KTSP) (Studi Tentang Kinerja Guru Dalam Proses Belajar-Mengajar (PBM) di SMA Negeri 1 Kuala Tungkal

Label:

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.
Permasalahan pendidikan yang sampai saat ini belum secara tuntas teratasi
adalah rendahnya ketersediaan sumber daya pendidikan pada tingkat sekolah.
Konsekuensi rendahnya ketersediaan sumber daya pendidikan di berbaga i jenjang dan
tingkat selalu dikaitkan dengan masalah kebijakan pendidikan yang diarahkan pada 4
tema kebijakan yaitu: 1)peningkatan pemerataan pendidikan, 2)peningkatan mutu
pendidikan, 3)peningkatan relevansi pendidikan, 4)peningkatan efisiensi pengelolaan
pendidikan. Seperti dijelaskan dalam pasal 1 ayat 10 UU no 2 tahun 1989 yang
mendefinisikan sumber daya pendidikan, 1 sebagai berikut
“Sumber daya pendidikan adalah pendukung dan penunjang pelaksanaan
pendidikan yang terwujud sebagai tenaga, dana, sarana dan prasarana yang
tersedia atau diadakan dan digunakan oleh keluarga, masyarakat, peserta
didik dan pemerintah. Baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama”.
Sekolah sebagai center pendidikan merupakan kebutuhan yang memang tidak
bisa ditawar-tawar lagi untuk semua komponen masyarakat Indonesia. Sebagai sarana
meningkatkan sumber daya manusia, sekolah adalah sarana yang tepat agar cita-cita
dan harapan menuju kesejahteraan dapat direalisasikan dengan nyata.
Menyadari peran penting pendidikan, pemerintah berusaha meningkatkan
mutu pendidikan. Bagian yang tidak terpisahkan dengan upaya itu adalah
1 Bambang indriyanto, Sumber Daya Pendidikan: Reaktualisasi pasal 1 ayat 10 UUno 2 thun
1989 tentang system pendidikan, (Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, VII, 031 maret 2001), h 530.
2
penyempurnaan kurikulum, namun betapa pun baiknya kurikulum belum tentu
menjamin keberhasilan kegiatan pendidikan dan pengajaran yang sesuai dengan
tuntutan kurikulum, sangatlah besar peranannya dalam upaya mencapai tujuan
pembelajaran yang telah digariskan.
Kurikulum sekolah merupakan instrument strategis untuk pengembangan
kualitas sumber daya manusia (SDM) jangka pendek maupun jangka panjang.
Kurikulum sekolah juga memiliki koherensi yang amat dekat dengan upaya
pencapaian tujuan sekolah dan atau tujuan pendidikan, oleh karena itu perubahan dan
pembaharuan kurikulum harus mengikuti perkembangan, menyesuaikan kebutuhan
masyarakat dan menghadapi tantangan yang akan datang serta menghadapi tuntutan
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Pada standar kurikulum rumusan badan standar nasional pendidikan (BSNP)
kurikulum 2004 yang terlalu banyak menuntut guru menyusun bahan ajar termasuk
dalam hal membuat indikator. Kurikulum 2004 yang lazim disebut kurikulum
berbasis kompetensi (KBK) mengingkari filosof kurikulum karena sarat isi dan
terlalu menuntut guru secara detail sampai pada pembuatan indikator. Tuntutan yang
terlalu mendetail itu belum tentu sesuai dengan kebutuhan sekolah.
Maka dari itu kurikulum berbasis kompetensi(KBK) disempurnakan dan
namanya di ganti dengan kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP), erat
kaitannya dengan pendidikan di Indonesia kini mulai hangat kembali dengan
datangnya kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP). Hal ini menarik bagi kita
tentunya untuk mengetahui apa sesungguhnya yang terjadi pada dunia pendidikan di
3
Indonesia sehingga perubahan kurikulum begitu cepat? Lalu sejauh mana para guru
dan kepala sekolah serta komponen stakeho lder menyiapkan diri dengan datangnya
perubahan ini?
Kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) didefinisikan sebagai kurikulum
operasional yang di susun oleh dan dilaksanakan di masing-masing satuan
pendidikan. Salah satu prinsip pengembangan kurikulum tingkat satuan pendidikan
(KTSP) diantaranya kurikulum dikembangakan berdasarkan prinsip-prinsip yang
berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik dan
lingkungannya 2.
Melihat sisi lemah dari sistem pendidikan nasional kita, dengan gonta-ganti
kurikulum pendidikan maka secara langsung atau tidak akan berdampak kepada
kinerja guru itu sendiri. Sehingga perubahan kurikulum dapat menjadi beban
psikologis bagi guru dan mungkin juga akan dapat membuat guru frustasi akibat
perubaha n tersebut sedangkan kinerja guru itu sendiri ditentukan dari rasa tanggung
jawab menjalankan amanah, profesi dan rasa tanggung jawab moral yang harus
dipikulnya.
Guru dapat dikatakan sebagai tiang utama keberhasilan sistem pendidikan
nasional kita, oleh karena itu kualitas guru sangat dibutuhkan dalam mencapai tujuan
pendidikan nasional kita. Guru yang berkualitas diharapkan mampu menciptakan
proses pembelajaran yang dapat mengoptimalkan potensi siswa menjadi prestasi
2 Pusat Data dan Informasi Pendidikan, Balitbang-Depdiknas, Peraturan pemerintah no 19
Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan Bab I Ketentuan umum, Balitbang-Depdiknas.
4
belajar yang maksimal. Kualitas guru yang dibutuhkan dalam era pembangunan ialah
mereka yang mampu dan siap berperan secara profesional dalam dua lingkungan
besar yaitu sekolah dan masyarakat.
Langkah yang penting yang harus dipahami guru dalam kaitannya dengan
kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) ialah bahwa guru harus mampu
menjabarkan kompetensi dasar ke dalam indikator kompetensi yang siap dijadikan
pedoman pembelajaran dan acuan penilaian. Oleh karena itu indikator kinerja guru
harus disesuaikan dengan indik ator kompetensi3.
Namun permasalahan yang harus dihadapi SMA Negeri 1 Kuala Tungkal saat ini
adalah apakah guru mampu mengimplementasikan kurikulum tingkat satuan
pendidikan (KTSP) dalam proses belajar-mengajar (PBM)? dan juga dengan adanya
kurikulum baru bagaimana dengan kinerja guru apakah menjadi lebih baik dan lebih
profesional yang sesuai dengan indikator kompetensi?.
Berdasarkan permasalahan di atas maka implementasi kurikulum tingkat
satuan pendidikan (KTSP) terhadap kinerja guru di Indonesia harus betul-betul
diarahkan ke dalam indikator kompetensi, dengan demikian untuk mengkaji
kurikulum pendidikan yang lebih sesuai dengan kondisi Indonesia dan gambaran
kinerja guru yang sesuai dengan indikator kompetensi akan dirangkum dalam
penulisan skripsi yang berjudul “Implementasi Kurikulum tingkat satuan pendidikan
3 E. Mulyasa, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2006), h
139.
5
(KTSP) Studi tentang Kinerja Guru dalam Proses Belajar-Mengajar (PBM) di SMA
Negeri 1 Kuala Tungkal”.
Pilihan penulis untuk mengkaji penelitian ini dilaksanakan di SMA Negeri 1
Taman, hal ini dikarenakan lembaga tersebut sudah menerapkan kurikulum tingkat
satuan pendidikan (KTSP) sejak tahun 2006 atau pada saat kurikulum tingkat satuan
pendidikan (KTSP) tersebut sudah diberlakukan.

B. Rumusan Masalah.
Berdasarkan pembahasan singkat pada latar belakang di atas secara otomatis
timbul berbagai masalah, namun agar pembahasan dlam skripsi ini lebih terarah dan
spesifik, maka dirumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimana kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) di SMA Negeri 1
Kuala Tungkal?
2. Bagaimana kinerja guru di SMA Negeri 1 Kuala Tungkal?
3. Bagaimana kinerja guru dalam proses belajar-mengajar (PBM) di SMA
Negeri 1 Kuala Tungkal?

Peran Guru Dalam Membentuk Kepribadian Anak di Madrasah Tsanawiyah Miftahul Huda Desa Mekar Jati Kecamatan Pengabuan Kabupaten Tanjung Jabung Barat

Label:

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Sekolah adalah pihak ketiga yang terkait dalam urusan pendidikan. Dan tidak kurang penting dari rumah maupun masyarakat. Bahkan dengan perbedaan waktu, tempat serta faktor-faktor peradaban yang lain, peran sekolah dapa malalpaui peran rumah maupun masyarakat.
Guru adalah satu komponen manusiawi dalam proses belajar mengajar, yang ikut berperan dalam usaha pembentukan sumber daya manusia yang potensial dibidang pembangunan. Guru juga merupakan figur manusia sumber yang menempati posisi dan memegang peranan penting dalam pendidikan. Sebab dalam kegiatan belajar mengajar peran guru sangat menentukan arah pendidikan tersebut sekaligus bertanggung jawab atas keberhasilan proses belajar mengajar. Guru adalah “seorang ‘alim yang memiliki posisi penting dalam sistem pendidikan, yaitu sebagai central agent yang menentukan rencana dan pelaksanaan keseluruhan skema pendidikan”.
Guru adalam sumber penyinaran pertama, kira-kira untuk menolong para pelajar dan pemuda juga generasi muda dengan seluruh hal negative yang melekat pada diri mereka untuk mengeluarkan mereka dari kegelapan menuju cahaya yang terang dan sekaligus menjaga mereka dari kerusakan dan kesesatan. Kemudian mengembailkan mereka kepada syari’at yang diciptakan Allah SWT. Pentingnya guru terlihat pada kepribadian perilaku dan pengaruhnya yang sangat besar terhadap jiwa anak didik dan pelajar. Banyak pelajar yang berkepribadian meniru salah satu gurunya (yang kagum) dalam setiap tindakan, akhlak, pemikiaran dan perilakunya. Khususnya dalam tingkat pendidikan awal (dasar) dan kemudian menengah.
Hal ini sebagaimana ungkapan Abu Ahmadi yang dikutip Syaiful Bahri Djamarah bahwa anak ddik selain ada perbedaan juga ada persamaannya. Paling tidak ada beberapa persamaan dan perbedaan yang harus mendapatkan perhatian seperti pada aspek kecerdasan (intelegensi), kecakapan, prestasi, bakat, sikap, kebiasaan, ciri-ciri jasmani, minat, cita-cita, kebutuhan, keperibadian, dan pola-pola dan temnpo perkembanganserta latar belakan glingkungan.
Kepribadian merupakan faktor yang sangat berpengaruh terhadap keberhasilan seorang guru sebagai pengembang sumber daya manusia, sebab disamping ia berperan sebagai pembimbing dan pembantu, guru juga berperan sebagai panutan atau contoh. Seorang siswa akan mencontoh segala tingkah laku gurunya maka dari itu sebagai seorang guru harus bisa menjaga sikap dan tingkah lakunya didepan anak didiknya.
Kepribadian berarti sifat hakiki individu yang tercermin pada sikap dan perbuatannya yang membedakan dirinya dari yang lain. Kepribadian adalah unsur yang menentukan keakraban hubungan guru dengan anak didiknya. Kepribadian guru akan tercermin dalam sikap dan perbuatannya dalam membina dan membimbing anak didik. Sebagai teladan, guru harus memiliki kepribadian yang dapat dijadikan profil dan idola, seluruh kehidupannya adalah figur yang paripurna.
Guru adalah spiritual father atau bapak rohani bagi seorang anak didik. Ia yang memberikan santapan jiwa dengan ilmu, pendidikan akhlak dan membenarkannya, maka menghormati guru berarti menghormati anak didik kita, menghargai guru berarti penghargaan terhadap anak didik kita, dengan guru itulah mereka hidup dan berkembang.
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 pasal 28, menjelaskan bahwa kompetensi kepribadian adalah "kemampuan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik, dan berakhlak mulia”.
Masalah kepribadian juga dijelaskan didalam Al-Qur’an surat Ali Imran ayat 159 Allah SWT berfirman :
                              •    

Artinya : “Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakal kepada-Nya”.

Dengan mendidik dan menanamkan nilai-nilai yang terkandung pada berbagai pengetahuan yang dibarengi dengan contoh-contoh teladan dari sikap dan tingkah laku gurunya, diharapkan anak didik / siswa dapat menghayati dan kemudian menjadikan nilai-nilai tersebut miliknya, sehingga dapat menumbuhkan sikap dan mentalnya. Jadi tugas seorang guru bukan sekedar menumpahkan semua ilmu pengetahuan tetapi juga “mendidik” seseorang menjadi warga negara yang baik, menjadi seseorang yang berpribadi baik dan utuh.
Mendidik berarti mentransfer nilai-nilai kepada siswanya. Nilai-nilai tersebut harus diwujudkan dalam tingkah laku sehari-hari. Oleh karena itu pribadi guru itu sendiri merupakan perwujudan dan nilai-nilai yang akan ditransfer. Dengan demikian secara esensial dalam proses pendidikan, guru itu bukan hanya berperan sebagai “pengajar” yang transfer of knowledge tetapi juga “pendidik” yang transfer of values. Ia bukan saja pembawa ilmu pengetahuan akan tetapi juga menjadi contoh seorang pribadi manusia.
Dari apa yang dipaparkan tersebut, penulis sangat tertarik untuk mengkaji lebih lanjut tentang peran guru dalam pembentukan kepribadian anak didik, dalam sebuah skripsi yang berjudul: “Peran Guru Dalam Membentuk Kepribadian Anak di Madrasah Tsanawiyah Miftahul Huda Desa Mekar Jati Kecamatan Pengabuan Kabupaten Tanjung Jabung Barat”.

B. Pokok-Pokok Masalah
Bercermin dari latar belakan diatas, maka dalam penelitian penulisan skripsi ini penulis menentukan poko bahasan yang sepesifik untuk dijadikan dasar pemikiran adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana peran guru dalam membentuk kepribadian anak di MTs Miftahul Huda.
2. Apa kendala dan permasalahan yang dihadapi guru dalam membentuk kepribadian anak di MTs Miftahul.
3. Apa upaya-upaya yang dilakukan guru mengatasi kendala dan permasalahan yang dihadapi dalam membentuk kepribadian anak di MTs Miftahul Huda.


SKRIPSI ini Lengkap dengan REPERENSINYA bisa hubungai kami lapan saja

SIKAP PRO-AKTIF ORANG TUA TERHADAP PERKEMBANGAN PENDIDIKAN ANAK DI SEKOLAH DASAR MUHAMMADIYAH KECAMATAN KUALA JAMBI KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR

Label:

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Anak adalah amanah Allah yang diberikan kepada setiap orang tua. Anak juga merupakan buah hati, tumpuan harapan serta kebanggaan keluarga. Anak-anak merupakan generasi mendatang yang mewarnai masa kini dan diharapkan membawa kemajuan di masa mendatang. Tiada kegembiraan dan kebahagiaan bagi orang tua yang melebihi kegembiraan dan kebahagiaan dalam menerima kehadiran bayi atau anak. Sertiap kelahiran anak selalu mendatangkan kegembiraan dan kebahagiaan orang tua, betapapun kesulitan ekonomi mereka.
Oleh karena itu, wajib bagi orang tua untuk memberikan perhatian yang mendalam pada pendidikan anak dalam perkembangan mereka, baik secara jasmani maupun rohani. Semakin dini pendidikan yang diberikan kepada anak, akan semakin berarti bagi kematangan dan kesiapannya dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan yang sedang dan akan dihadapinya. Tentu, pembinaan pendidikan sejak dini yang dimaksud tidak dilakukan begitu saja atau dipaksakan secara cepat kepada anak.
Dalam rangka pembentukan pribadi muslim, hendaknya dimuai sejak dini, yaitu dimasa anak belum lahir ampai menjadi remaja. Karena pembentukan pribadi itu memerlukan masa waktu yang cukup lama.
Pembekalan harus disampaikan dengan penuh kasih sayang, rasa hormat, menyenangkan, penuh kesabaran, ketekunan, serta penuh keuletan. Selain itu harus pula disesuaikan dengan tahap-tahap perkembangan anak sehingga segala perlakuan, cara atau pendekatan yang diterapkan tidak membuat anak stress dan frustasi, merenggut keceriaannya atau mengekang ekspresi dan dinamikanya.
Pentingnya pendidikan pada tahun-tahun awal kehidupan seseorang sudah diakui sejak zaman Plato. Sejak seorang bayi lahir, sel-sel otaknya berkembang secara luar biasa dengan membuat sambungan-sambungan antar sel. Proses inilah yang mungkin membentuk pengalaman yang akan dibawa seumur hidupnya.
Interaksi pendidikan dapat berlangsung dalam lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat. Keluarga adalah sebagai lingkungan pertama dan utama. Sebab, dalam lingkungan inilah pertama-tama anak mendapatkan pendidikan, bimbingan, asuhan, pembiasaan dan latihan. Keluarga bukan hanya menjadi tempat anak dipelihara dan dibesarkan, tetapi juga tempat anak hidup dan dididik pertama kali. Orang tua harus memahami perkembangan dan cara belajar anak. Semakin optimal dan luas orang tua mengembangkan otak anak, akan membuatnya semakin tertantang untuk belajar dan mencari pengalaman baru.
Dengan demikian sikap dan perilaku orang tua sangat menentukan perubahan pada perilaku dan sikap anak. Anak belajar secara alami dan perlahan dari orang yang berinteraksi dengannya. Anak sama halnya dengan orang dewasa, ia tidak akan berkembang secara leluasa jika ia berada di bawah tekanan pihak lain.
Nilai budaya yang terjadi dalam keluarga memiliki peran yang sangat besar, sehingga keluarga atau komunitas sangat perlu untuk menciptakan lingkungan yang kondusif sehingga dapat memberikan pengalaman belajar yang bermakna bagi anak. Tentu dengan mempertimbangkan bahwa pengalaman-pengalaman yang dikembangkan itu memang aktual dan diperlukan bagi kehidupan anak saat itu dan dikemudian hari.
Apa yang diperolehnya dalam keluarga, akan menjadi dasar dan dikembangkan pada kehidupan selanjutnya. Dalam hal ini orang tua yang berperan sebagai pendidik dalam keluarga, walaupun tidak ada kurikulum khusus yang tertulis yang mereka buat atau ikuti dengan berpegang pada cita-cita dan keyakinan yang dianutnya sebagai rencana pendidikan dan kasih sayang sebagai dasar perbuatan mendidik, para orang tua melakukan upaya-upaya dan tindakan pendidikan.
Demikian besar dan menentukannya sikap dan perilaku orang tua terhadap pertumbuhan dan perkembangan pendidikan anaknya, sehingga orang tua hendaknya selalu selektif dalam memilih serta mengembangkan sikap dan perilaku pro-aktif terhadap perkembangan anaknya.
Pewelu diktahui bahwa berhasil baik atau tidaknya pendidikan di sekolah sangat dipengaruhi oleh pendidikan di dalam keluarga. Pendidikan keluarga adalah fundamen atau dasar dari pendidikan anak selanjutnya, hasil-hasil pendidikan yang diperoleh anak dalam keluarga sangat menentukan pendidikan anak selanjutnya, baik di sekolah maupun dalam masyarakat.
Akibat kesibukan dari orang tua dalam mencari tambahan nafkah, waktunya untuk keluarga akan berkurang, serta perhatiannya pada anak-anaknya akan terabaikan. Hal ini akan menjadikan anak-anak mereka kurang perhatian dan kasih sayang dari orang tua, selalu merasa tidak aman, dan merasa kehilangan tempat berpijak atau tempat berlindung, yang akhirnya nanti mereka lebih suka bergentayangan di luar lingkungan keluarganya sendiri, lebih suka berkumpul dengan orang-orang yang kehidupannya bebas, sehingga pola kehidupan si anak menjadi tidak hygienis.
Alangkah sangat bijaksana jika orang tua menyediakan cukup waktu untuk percakapan yang sifatnya pribadi. Pada kesempatan seperti ini orang tua akan mendengar atau menemukan banyak hal diluar masalah rutin. Mungkn pula ada sesuatu yang serius. Dan sebagai orang tua kita dengan sendirinya kita pasti akan lega setelah anak-anak membuka isi hatinya. Jika orang tu amembiasakan meluangkan waktu bersama, maka rasa asing pada anak tentu akan hilang. Apalagi bila suasana akrab telah terbina dan orang tua dapat melakukan pendekatan peribadi pada anak, maka masalah-masalah yang dirasakan anak tentu mudah diketahui.
Dari data-data yang ada sebagian besar masyarakat di Kecamatan Kuala Jambi yang menyekolahkan anak-anaknya di SD Muhammadiyah adalah berlatar belakang petani dan pedagang. Dapat dipastikan bahwa setiap harinya waktu mereka banyak dihabiskan dengan disibukan pekerjaannya bertani dan berdagang dari pada bersama anak-anaknya.
Bercermina dari permasalahan diatas penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengamati bagaimana sikap pro-aktif orang tua terhadap perkembangan pendidikan anak yang sekolah di SD Muhammadiyah Kecamatan Kuala Jambi Kabupaten Tanjung Jabung Timur. yang dituangkan dalam bentuk penulisan skripsi.