English French German Spain Italian Dutch Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified

PERAN GURU AGAMA DI MASJID BABUL KHAIRAT DALAM MENGEMBANGKAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI KELURAHAN TUNGKAL II KECAMATAN TUNGKAL ILIR KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT

PERAN GURU AGAMA DI MASJID BABUL KHAIRAT DALAM MENGEMBANGKAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
DI KELURAHAN TUNGKAL II KECAMATAN
TUNGKAL ILIR KABUPATEN
TANJUNG JABUNG BARAT




PROPOSAL DAN JUDUL SKRIPSI




Diajukan Untuk Melengkapi Salah Satu Syarat Guna
Mencapai Gelar Sarjana Strata Satu (S.1)
Dalam Ilmu Tarbiyah Jurusan
Pendidikan Agama Islam













Disusun Oleh:


SRI SUSANTI
NIM. 05.25.395
NIMKO. 707-0625.043




MAHASISWA SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM
( STAI ) AN – NADWAH KUALA TUNGKAL
KOPERTAIS WILAYAH XIII
J A M B I
2090/2010



DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ……………………………………................................. i
NOTA DINAS …………………………………………..............…................. ii
PENGESAHAN …………………………………………............... ................. iii
MOTTO …………………………………………………................................. iv
PERSEMBAHAN ………………………………………............... ................ v
KATA PENGANTAR ……………………………………............................. vi
DAFTAR ISI …………………………………………..…............................... viii

BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah .....................................
B. Pokok-Pokok Masalah.........................................
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian .........................
D. Kerangka Teoritis ................................................

BAB II : PROSEDUR PENELITIAN
A. Pendekatan Penelitian ..........................................
B. Sumber dan Jenis Data .........................................
C. Teknik Pengambilan Sampel ................................
D. Teknik Pengumpulan Data ...................................
E. Teknik Analisis Data ............................................

BAB III : GAMBARAN UMUM MASJID AGUNG
AL-ISTIQAMAH KUALA TUNGKAL
A. Sejarah dan Perkembangan Masjid Babul Khairat Kelurahan Tungkal II ………………….
B. Kepengurusan dan Program Kerja .....................
C. Jama’ah Masjid Babul Khairat ……….................
D. Kondisi Keagamaan dan Pendidikan Masyarakat Kelurahan Tungkal II ……………………………
BAB IV : TEMUAN DAN PEMBAHASAN

A. Peranan Guru Agama Dalam Menyumbangkan Kegiatan Pendidikan Agama Islam di Masjid Babul Khairat Kelurahan Tungkal II ………........

B. Kegiatan-Kegiatan Yang Dilaksanakan Dalam Mengembangkan Pendidikan Agama Islam di Masjid Babul Khairat Kelurahan Tungkal II ……

C. Faktor Penunjang dan Penghambat Terwujudnya Pelaksanaan Pendidikan Agama Islam di masjid Babul Khairat Kelurahan Tungkal II ……….........

D. Hasil Yang Dicapai Oleh Guru Agama Dalam Pelaksanaan Pendidikan Agama Islam di Masjid Babul Khairat Kelurahan Tungkal II


BAB V : PENUTUP
A. Kesimpulan ..........................................................
B. Saran – Saran .......................................................


DAFTAR KEPUSTAKAAN .....................................................
CURRICULUM VITAE ............................................................
LAMPIRAN – LAMPIRAN .....................................................



BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Di kalangan masyarakat Indonesia akhir-akhir ini, istilah pendidikan mendapatkan arti yang sangat luas. Kata-kata pendidikan, pengajaran, bimbingan dan pelatihan, sebagai istilah-istilah teknis tidak lagi dibeda-bedakan oleh masyarakat kita, tetapi ketiga-tiganya lebur menjadi satu pengertian baru tentang pendidikan.
Para ahli pendidikan Islam telah sepakat bahwa maksud pendidikan dan pengajaran bukanlah memenuhi otak anak didik dengan segala macam ilmu yang belum mereka ketahui, tetapi maksudnya ialah mendidik akhlak dan jiwa mereka, menanamkan rasa fadilah (keutamaan), membiasakan mereka dengan kesopanan yang tinggi, mempersiapkan mereka untuk suatu kehidupan yang suci seluruhnya ikhlas dan jujur. Maka tujuan pokok dan terutama pendidikan Islam ialah mendidik budi pekerti dan pendidikan jiwa.
Hal ini sesuai dengan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Bab VI Pasal 30 poin (b) dijelaskan “Pendidikan keagamaan berfungsi mempersiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memahami dan mengamalkan nilai-nilai ajaran agama dan/atau menjadi ahli ilmu agama”.
Pendidikan Islam merupakan sistem pendidikan untuk melatih anak didiknya yang sedemikian rupa sehingga dalam sikap hidup, tindakan, dan pendekatanya dalam segala jenis pengetahuan banyak dipengaruhi oleh nilai-nilai spiritual dan sangat sadar akan nilai etika Islam. Pendidikan dalam Islam merupakan kewajiban pria dan wanita, kewajiban anak-anak laki-laki dan wanita, bila anak-anak didik laki-laki disekolah-sekolah buat laki-laki, anak-anak didik wanita di sekolah-sekolah buat wanita guna mencegah timbulnya ekses-ekses akibat pergaulan wanita dan pria”.
Kualitas manusia Indonesia paling tidak harus meliputi tiga dimensi: kualitas kepribadian, kualitas penguasaan IPTEK, serta kualitas keimanan dan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
Mengingat begitu sepesifiknya pendidikan dalam islam, tidak akan terwujud tanpa perhatian kita bersama. Artinya pendidikan Islam adalah tanggung jawab umat Islam dan guru agama sebagai pelaksana pendidikan islam tersebut. pekerjaan guru bukan semata-mata “mengajar” melainkan juga harus mengajarkan berbagai hal yang bersangkut-paut dengan pendidikan murid. Fungsi sentral guru adalah mendidik (fungsi educational). Fungsi sentral ini sejalan dengan atau dalam melakukan kegiatan pengajaran (fungsi Instruksional) dan kegiatan bimbingan, bahkan dalam setiap tingkah lakunya dalam berhadapan dengan murid (intraksi edukatif) senantiasa terkandung fungsi mendidik.
Begitu orgennya pendidikan agama dan peran guru dalam pendidikan agama Islam. Dan pelaksanaan pendidikan agama ini tidak mesti hanya dilakukan melalui lembaga sekolah semata, akan tetapi bisa dilaksanakan dimana saja dan kapan saja, dirumah, masjid, tempat-tempat kegiatan sosiaol laninnya dan sebagainya.
Kalau kita menengok pada masa Rasulullah SAW beliau menyebarkan ajaran Islam melalu masjid. Masjid memiliki peran strategis dalam pembangunan peradaban Islam. Masjid merupakan lembaga pertama dan paling utama dalam membangun sebuah komunitas masyarakat Islam. Masjid pada masa itu memiliki multifungsi, bahkan menjadi Islamic Center. Dengan kata lain, pembangunan masjid merupakan upaya pembangunan komunitas dan peradaban Islam yang maju.
Selain berfungsi sebagai tempat ibadah ritual, masjid menurut ulama terkemuka Syaikh Yusuf Qardhawi juga berfungsi sebagai tempat sosial kemasyarakatan seperti silaturrahmi untuk memperkuat persaudaraan, tempat menimba ilmu, tempat pengumpulan dana zakat, infaq dan sedekah, tempat penyelesaian sengketa, lembaga solidaritas dan bantuan kemanusiaan, tempat pembinaan dan pengembangan kadder-kader pemimpin umat, tempat membina keutuhan jamaah, dan tempat bergotong-royong di dalam mewujudkan kesejahteraan bersama.
Semasa zaman khalifah Umar bin Khatab RA, masjid dijadikan sebagai pusat peradaban. Setiap kali melihat pemberitaan daerah-daerah yang pesat kemajuan peradaban Islamnya, maka ditandai dengan membangun masjidyang megah. Kemudian digunakan sarana masjid untuk berbagai keperluan ummat. Bahkan Baitul Malwattamwil juga berbasiskan di masjid sebagai sebuah lembaga keuangan negara di masa itu.
Karena itu kalau boleh diibaratkan, masjid bagi umat Islam seperti ikan dan air. Ikan tidak akan bertahan lama dalam hidupnya kalau dipisahkan dengan air. Ini berarti, jiwa atau ruh keislaman seorang Muslim tidak akan kokoh kalau tidak suka kemasjid atau tidak memperoleh pembinaan dari masjid. Itu sebabnya Muhammad Sa’id Ramadhan Al-Buthi dalam bukunya “Sirah Nabawiyah Jilid II halaman 6” menyatakan, “tidak heran jika masjid merupakan asas utama dan terpenting bagi pembentukan masyarakat Islam. Karena masyarakat Muslim tidak akan tersentuh secara kokoh dan rapi kecuali dengan adanya komitmen terhadap sistem, aqidah, dan tatanan Islam. Hal ini tidak akan dapat ditumbuhkan kecuali melalui semangat masjid.
Di zaman sekarang ini, banyak sekali masjid yang didirikan baik di pedesaan bahkan di perkotaan yang terkenal dengan kebebasan. Dalam proses penelitian juga tidak sedikit masjid-masjid yang berdiri atas swadaya masyarakat yang sadar dan mengerti akan hidup beragama. Tinggal kini bagaimana memanfaatkan masjid-masjid yang sudah ada itu sebagaimana fungsi masjid pada zaman Rasulullah dulu, sehingga masjid-masjid tersebut sebagai tempat ibadah dalam arti sempit untuk melakukan shalat, namun juga sebagai tempat ibadah dalam arti luas yaitu sebagai tempat pembinaan masyarakat sekitarnya untuk membina lingkungan hidup sejahtera, bagaimana masyarakat sekitarnya dapat tercipta "qalbun mu'alaqun fiil masaajid".
Berangkat dari begitu strategisnya masjid sebagai pusat pendidikan agama maka penulis tertarik untuk meneliti dalam sebuah karya ilmiah dan mengambil salah satu Masjid yang ada di Kelurahan Tungkal II yaitu Masjid Babul Khairat. Adapun pentingnya masalah ini diteliti adalah:
1. Karena sepanjang pengetahuan peneliti sangat penting diketahui dengan harapan dapat meningkatkan efektifitas kegiatan keagamaan dan pemahaman serta pengamalan ajaran Islam bagi anak dan masyarakat.
2. Karena berdasarkan informsi masyarakat bahwa kegiaatan keagama di masjid Babul Khairat dilaksanakan beberapa kegiatan dan pembelajaran keagamaan yang dipeloporai oleh para guru agama dan ustaz bersama masyarakat.
Berdasarkan alasan tersebut mendorong peneliti mengangkat tema ini dengan judul: “Peran Guru Agama di Masjid Babul Khairat Dalam Mengembangkan Pendidikan Agama Islam di Kelurahan Tungkal II”.

B. Pokok - Pokok Masalah
Merujuk pada latar belakang masalah penulis mengemukakan permasalahan dalam skripsi sebagai berikut:
1. Bagaimana peranan guru agama dalam menyumbangkan kegiatan pendidikan agama Islam di masjid Babul Khairat Kelurahan Tungkal II?.
2. Kegiatan apa yang dilaksanakan dalam mengembangkan pendidikan agama Islam di masjid Babul Khairat Kelurahan Tungkal II?.
3. Apa faktor penunjang dan penghambat terwujudnya pelaksanaan pendidikan agama Islam di masjid Babul Khairat Kelurahan Tungkal II?.
4. Bagaimana Hasil yang dicapai oleh guru agama dalam pelaksanaan Pendidikan Agama Islam di masjid Babul Khairat Kelurahan Tungkal II?

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1. Tujuan Penelitian
a. Ingin mengetahui peranan guru Agama Islam dalam menyumbangkan pendidikan agama Islam di Masjid Babul Khairat Kelurahan Tungkal II.
b. Ingin mengetahui kegiatan yang dilaksanakan dalam mengembangkan pendidikan agama Islam di masjid Babul Khairat Kelurahan Tungkal II.
c. Ingin mengetahui faktor penunjang dan penghambat terwujudnya pelaksanaan pendidikan agama Islam di masjid Babul Khairat Kelurahan Tungkal II.
2. Kegunaan Penelitian
a. Memberikan wacana bagi pembaca untuk lebih baik dalam bersikap, bertindak dan bergaul dengan orang lain dalam hal ini penerapan perilaku keagamaan.
b. Menciptakan hidup penuh dengan kasih sayang baik kepada guru, orang tua, dan sesama orang lain secara keseluruhan.
c. Menciptakan kerukunan, kesopanan, serta mempererat ukhuwah Islamiyah (Islam rahmatan lil alamin).
d. Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai gelar sarjana strata satu (S.1) dalam Ilmu Tarbiyah Jurusan Pendidikan Agama Islam pada STAI An-Nadwah Kuala Tungkal Kopertais Wilayah XIII Jambi.

D. Kerangka Teoritis
1. Guru Pendidikan Agama Islam
a. Pengertian Guru Pendidikan Agama Islam
Guru adalah orang yang bertanggung jawab mencerdaskan kehidupan anak didik, pribadi susila yang cakap, memberikan sejumlah norma. Secara etimologi “Guru berarti orang yang pekerjaannya mengajar”.
Menurut M. Athiyah al-Abrasyi, guru adalah spiritual father atau bapak rohani bagi seorang murid, yang memberi santapan jiwa dengan ilmu, pendidikan ahklak dan membenarkannya, maka menghormati guru berarti penghormatan terhadap anak-anak kita, dengan guru itulah mereka hidup berkembang. Pendidik dalam Islam ialah siapa saja yang bertanggung jawab terhadap perkembangan anak didik.
Dari keterangan di atas dapat penulis simpulkan bahwa guru bukanlah orang yang sekedar memberikan materi di depan kelas, akan tetapi guru mengarahkan perkembangan anak didiknya untuk menjadi anggota masyarakat yang bisa menganalisa, merencanakan, dan menyimpulkan berbagai masalah, serta mengantarkan anak menuju pendewasaan.
Mengingat lingkup pekerjaan guru seperti yang dilukiskan di atas maka fungsi atau tugas guru itu meliputi: pertama, tugas pengajaran atau guru sebagai pengajar, kedua tugas bimbingan dan ketiga tugas administrasi atau guru sebagai pemimpin (maneger kelas). Ketiga tugas itu dilaksanakan sejalan secara seimbang dan serasi, tidak boleh ada satupun yang terabaikan, karena fungsional dan saling berkaitan dalam menuju keberhasilan pendidikan sebagai suatu keseluruhan yang tidak terpisahkan.
Karena pekerjaan guru adalah pekerjaan profesional, untuk menunjang keberhasilan pendidikan yang optimal, maka untuk menjadi guru harus pula memenuhi persyaratan yang berat diantaranya:
1) Harus memiliki bakat sebaga guru
2) Harus memiliki keahlian sebagai guru
3) Memiliki kepribadian yang baik dan integriras,
4) Memiliki mental yang sehat dan berbada sehat,
5) Memiliki pengalaman dan pengetahuan yang luas,
6) Guru adalah manusia berjiwa pancasila, da n
7) Guru adalah seorang warga negara yang baik.

b. Peran Guru
Pedoman modren yang dikemukakan Adams & Dickey bahwa peran guru sesungguhnya sangat luas, meliputi: 1) guru sebagai pengajar, 2) guru sebagai pembimbing, 3) guru sebagai ilmuan, 4) guru sebagai pribadi.
1) Peran guru sebagai pendidik dan pengajar.
Guru mempunyai peranan ganda sebagai pengajar dan pendidik kedua peran tersebut bisa dilihat perbedaannya tetapi tidak bisa dipisahkan. Tugas utama sebagai pendidik adalah membantu mendewasakan anak, dewasa secara psikologis, sosial dan moral.
Dewasa secara psikologis berarti individu telah bisa berdiri sendiri, tidak tergantung orang lain, juga telah mampu bertanggung jawab atas segala perbuatannya, mampu bersikap obyektif. Dewasa secara sosial berarti telah mampu menjalin hubungan sosial dan kerjasama dengan orang dewasa lainnya, telah mampu melaksanakan peran-peran sosial.
Dewasa secara moral yaitu telah memiliki seperangkat nilai yang ia akui kebenarannya ia pegang teguh dan mampu berprilaku sesuai dengan nilai-nilai yang menjadi pegangannya.
2) Peran guru sebagai pembimbing
Selain sebagai pendidik dan pengajar juga guru berperan sebagai pembimbing, sebagai pembimbing, guru harus memiliki pemahaman yang seksama tentang siswa, memahami segala potensi dan kelemahannya, masalah dan kesulitan-kesulitannya segala latar belakangnya. Agar tercapai kondisi seperti itu, guru perlu banyak mendekati siswa, membina hubungan yang lebih dekat dan akrab, melakukan pengamatan dari dekat serta mengadakan dialog-dialog langsung. Dalam situasi hubungan yang akrab dan besahabat, para siswa akan lebih terbuka dan berani mengemukakan persoalan dan hambatan yang dihadapinya, melalui situasi belajar seperti itu guru dapat membantu para siswa memecahkan persoalan-persoalan yang dihadapi.
Peran guru sebagai pembimbing erat kaitannya dengan praktek keseharian. Untuk dapat menjadi seorang pembimbing, seorang guru harus mampu memperlakukan siswa dengan menghormati dan menyayangi, ada beberapa hal yang pertama, guru tidak boleh meremehkan atau merendahkan siswa, kedua, guru harus memperlakukan sebagian siswa secara adil. Ketiga, guru tidak boleh membenci sebagian murid.
3) Peran Guru Sebagai Penasihat
Seorang pendidik memiliki jalinan ikatan batin atau emosioanal dengan anak didiknya. Dalam hubungan ini pendidik berperan aktif sebagai penasiahat, peran pendidik bukan hanya sekedar menyampaikan pelajaran di kelas lalu menyerahkan sepenuhnya kepada anak didik dalam memahami materi yang di sampaikannya tersebut. Namun, lebih dari itu, ia juga harus mampu memberi nasihat bagi anak didiknya yang membutuhkan, baik diminta ataupun individual dalam hal-hal tertentu.
Dalam hal pemberian nasihat ini seorang pendidik harus menjaga dirinya supaya tidak sampai meremehkan atau menjelekkan siswa, yang dapat mengakibatkan siswa tersebut dipermalukan. Hal ini dimaksudkan supaya hubungan batin dan emosional antara siswa dan pendidik dapat tejalin efektif. Bila sasaran utamanya adalah penyampaian nilai-nilai moral, maka peran pendidik dalam menyampaikan nasehat menjadi suatu yang pokok.
4) Peran guru sebagai uswah
Salah satu cara mendidik ialah memberikan teladan yang baik. Rasulllah saw, senantiasa menjadi teladan yang paling baik dan utama bagi kaum muslimin dan seluruh umat manusia. Hal ini sebagaimana firman Allah SWT surat al-Ahzab ayat 21 sebagai berikut:
                 

Artinya: “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah”.

Karakteristik guru selalu diteropong dan sekaligus dijadikan cermin oleh siswa-siswanya. Pada intinya pendidik yang memiliki kedekatan dengan lingkungan siswa di sekolah akan dijadikan contoh oleh siswanya. Karakter pendidik yang baik seperti kedisiplinan, kejujuran, keadilan, kebersihan, kesopanan, ketulusan, ketekunan, kehati-hatian, akan selalu direkam dalam pikiran siswa dalam batas waktu tertentu akan diikuti mereka.
Hanya dengan menyadari perannya sebagai pendidik, maka seorang pendidik dapat betindak sebagai pendidik yang sebenarnya, baik dari segi perilaku (kepribadian) maupun dari segi keilmuan yang dimilikinya. Kesadaran seperti ini akan mendorong pendidik mau belajar tugas dan kewajibannya (learning how to be) dan memiliki kesanggupan untuk melaksanakannya, sebagai konsekunsi dari kesadaran ini maka ia juga akan senang hati mau belajar (learning how to learn).
c. Tugas dan Tanggung Jawab Guru PAI
Guru adalah orang yang bertanggung jawab mencerdaskan kehidupan anak didik, pribadi susila yang cakap, memberikan sejumlah norma. Guru dalam tugasnya mendidik dan mengajar peserta didiknya adalah berupa membingan memberikan petunjuk, teladan, bantuan, latihan, penerangan, pengetahuan, pengertian, kecakapan,nilai-nilai, norma-norma, sikap dan sifat yang baik dan terpuji.
Tugas seorang guru adalah merupakan ibadah dan melaksanakan tugas kekholifah yang paling utama, hal ini diulang-ulan oleh Al-Ghozali, antara lain “Sebaik-baik mahluk diatas bumi adalah manusia, dan sebaik-baik tubuh manusia adalah hati, sedang guru berusaha untuk menyempurnakan, membersihkan dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah SWT. Maka mengajarkan ilmu adalah salah satu bentuk ibadah dan termasuk memenuhi tugas kekholifahan yang paling utama. Untuk merealisir hal tersebut, Al-Ghozali berpendapat bahwa seorang guru yang sehat akalnya, terpuji budi pekertinya, maka layak jadi pengemban.
Tugas guru secara umum harus memiliki sifat kasih sayang, lemah lembut, jujur, berbudi luhur, dapat mengukur kemampuan murid, mempelajari kejiwaan murid serta penuh dengan keihklasan. Bila ini tujuan hidup manusia, maka pendidiknya pun memiliki tujuan yang sama yaitu mengembangkan pikiran manusia dan mengatur tingkah laku serta perasaannya berdasarkan islam. Dengan demikian tujuan akhir pendidikan islam adalah merealisasikan ubudiyah kepada Allah di dalam kehidupan manusia baik individu maupun masyarakat.
Demikianlah betapa berat tugas dan tanggung jawab guru, tugas guru agama jauh lebih berat dengan guru umum, karena disamping melaksanakan pengajaran, juga memberikan pengetahuan keagamaan, ia juga melaksanakan tugas pendidikan dan pembinaan, ia membantu pembentukan kepribadian, mengembangkan, menumbuhkan keimanan dan ketaqwaan pada anak didik.
2. Pendidikan Agama Islam
Pendidikan Agama Islam ialah usaha yang lebih khusus ditekankan untuk mengembangkan fitrah keagamaan subyek didik agar lebih mampu memahami, menghayati, serta mengamalkan ajaran-ajaran Islam. Implikasi dari pengertian ini, bahwa pendidikan agama Islam merupakan komponen yang tidak terpisahkan dari sistem pendidikan Islam. Bahkan tidak berlebihan kalau dikatakan bahwa pendidikan agama Islam berfungsi sebagai jalur pengintegrasian wawasan agama dengan bidang-bidang studi (pendidikan) yang lain. Hal itu lebih lanjut, Pendidikan Agama harus sudah dilaksanakan sejak dini melalui pendidikan keluarga, sebelum anak memperoleh pendidikan atau pengajaran ilmu-ilmu yang lain.
Sedangkan secara detail, didalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 pasal 30 yang ditegaskan lagi dalam standar kompetensi mata pelajaran PAI SMP dan MTs disebutkan dalam penjelasannya bahwa:
“Pendidikan agama Islam adalah upaya sadar dan terencana dalam menyiapkan peserta didik untuk mengenal, memahami, menghayati hingga mengimani, bertaqwa, dan berahklak mulia dalam mengamalkan ajaran agama Islam dari sumber utamanya yaitu kitab suci al-Qur’an dan hadist, melalui bimbingan, pengajaran, latihan serta penggunaan pengalaman, dibarengi tuntunan untuk menghormati penganut agama lain dalam hubungannya dengan kerukunan antar umat beragama dalam mewujudkan kesatuan dan persatuan bangsa”.

Menurut Armai Arif, pendidikan agama Islam sebagai suatu sistem yang memungkinkan seseorang (siswa) dapat mengarahkan kehidupannya sesuai dengan ideologi Islam. Artinya bahwa seorang anak (siswa) harus benar-benar menjalankan apa yang diperbuat menurut aturan yang sudah ditetapkan oleh ajaran agama.
Dari berbagai definisi diatas, dapat penulis simpulkan bahwa, PAI adalah bimbingan yang dilakukan secara sadar oleh pendidik kepada peserta didik dalam masa perkembangan, agar memiliki kepribadian yang mampu meyakini, memahami, menghayati, serta mengamalkan ajaranajaran Islam, dan menjadikannya sebagai pedoman hidup, dan sudah menjadi tugas dan tanggung jawab guru untuk kembali menghidupkan belajar dengan kepercayaan diri, penanaman akhlak yang baik, serta mativasi yang tinggi untuk menghadapi zaman yang terus berubah karena perkembangan ilmu pengetahuan. Jika guru dapat meningkatkan keprofesionalannya maka pendidikan akan bisa ditingkatkan kualitasnya.
a. Tujuan Pendidikan Agama Islam
Menurut Muhammad Athiyah al-Abrosyi tujuan pendidikan Islam adalah:
“membantu pembentukan akhlak yang mulia, mempersiapkan kehidupan dunia dan akhirat, menumbuhkan ruh ilmiah (scientific spirit) pada pelajaran dan memuaskan keinginan hati untuk mengetahui (curiosity) dan memungkinkan ia mengkaji ilmu sekedar sebagai ilmu, menyiapkan pelajaran agar dapat menguasai profesi tertentu, teknis tertentu dan perusahan tertentu agar dapat mencari rizki, hidup mulia dengan tetap memelihara kerohanian dan keagamaan, serta mempersiapkan kemamppuan mencari dan mendayagunakan rizki”.

Tujuan pendidikan juga termaktub dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional:
“Pendidikan Nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi peseerta didik agar menjadi manusia yang beriman, bertaqwa kepada Tuhan yang maha Esa, berakhlak, mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”.

Namun, untuk mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan diatas perlu adanya pengintegrasian seluruh komponen pendidikan, dimana antara komponen yang satu dan yang lainya berkaitan. Komponen yang terdapat dalam pendidikan antara lain komponen kurikulum, guru, metode, sarana prasarana, dan evaluasi.
Adapun tujuan pendidikan menurut Athiyah Al-Abrasyi, tujuan pendidikan Islam meliputi:
- Untuk mengadakan pembentukan akhlak yang mulia
- Persiapan untuk kehidupan dunia dan akhirat
- Menumbuhkan semangat ilmiah pada pelajar dan memuaskan keingintahuan dan memungkinkan ia mengkaji ilmu demi ilmu itu sendiri.
- Mempersiapkan tenaga profesional yang trampil.
3. Pengertian dan Fungsi Masjid
Secara harfiah, sebagaimana banyak dipahami bahwa masjid merupakan sebuah kata yang terbentuk dari bahasa Arab sajada – yasjudu yang artinya bentuk merndahkan diri, menyembah atau sujud. Dengan dsemikian, menjadi temapat shalat dan dzikir merupakan fungsi utama dari masjid. Oleh karena itu, seluruh aktivitas yang dilakukan tau dilaksanakan di masjid berorientasi zaikrullah, apapun bentuk aktivitas tersebut. Sebuah penghambaan mekhluk kepada sesuatu yang dianggap lebih dan Maha Berkuasa atas segala hal.
Satu kata lagi yang terbentuk dari kata tersebut ialah masjid yang dalam gramatika bahasa Arab berada pada posisi isim makan yang menunjukkan tempat. Dari makna tersebut telah dapat dipahami bahwa masjid tidak lain berfungsi sebagai tempat sujud seorang hamba sebagai bukti penyerahan diri kepada Sang Khalik. Oleh karena itu pemanfaatan masjid untuk menyembah selain Allah menjadi sesuatu yang amat terlarang. Hal ini sebagai mana dengan firman Allah surat Al-Jin ayat 18:
•        

Artinya: “Dan Sesungguhnya mesjid-mesjid itu adalah kepunyaan Allah. Maka janganlah kamu menyembah seseorangpun di dalamnya di samping (menyembah) Allah”. (QS.72.18)

Melalui pemahaman ini akan muncul sebuah keyakinan bahwa masjid tetap dapat dijadikan sebagai pusat dan sumber peradaban masyarakat Islam. Melalui masjid kita dapat bersujud beribadah kepada Allah dalam dimensi ritual dan sosial dengan berbagai macam cara.
Melalui masjid kita dapat membangun sebuah sistem masyarakat yang ideal dan dicita-citakan oleh ajaran Islam. Melalui masjid, kaderisasi generasi muda dapat dilakukan melalui proses pendidikan yang bersifat kontinyu untuk pencapaian kemajuan. Melalui masjid pula kita dapat mempertahankan nilai-nilai yang menjadi kebudayaan masyarakat Islam. Mungkin lebih penting lagi dapat membangun masyarakat yang berperadaban dan sejahtera sehingga dapat memberdayakan, mencerahkan dan membebaskan masyarakat dari berbagai macam keterbelakangan.
Jadi dari beberapa teori diatas yang akan dijadikan sebagai konsep dasar dari penulisan skripsi ini, dari teori-teori tersebut sangat erat kaitanya dengan judul skripsi yang akan disusun yaitu pelaksanaan pendidikan agama di Masjid Babul Khairat Kelurahan Tungkal II.
a. Manajemen dan Fungsi Masjid
Secara singkat, pemberdayaan masjid adalah upaya agar lembaga masjid dapat berfungsi seperti yang diharapkan, antara lain seperti yang diputuskan dalam Muktamar Dewan Masjid Indonesia IV di Jakarta, bahwa masjid memiliki fungsi sebagai pusat, ibadah, pemberdayaan dan persatuan ummat. dalam kerangka meningkatkan keimanan, ketakwaan, akhlak mulia, kecerdasan ummat dan tercapainya masyarakat adil makmur, yang diridhai Allah SWT dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Untuk mencapai fungsi masjid seperti yang telah dicanangkan itu, maka diperlukan metode yang disebut sebagai manajemen masjid menuju ‘Pemberdayaan Masjid’. Untuk itu diperlukan kesepakatan tentang Visi, Misi dan langkah strategi pengelolaan masjid . Adapun Visi pengelolaan masjid memiliki beberapa segi, antara lain dari segi bangunan tentulah mewujudkan bangunan yang besar dan megah serta memiliki arsitektur yang tinggi; dan dari segi jamaah adalah menjadikan anggota jamaah lebih bahagia dunia dan akhirat, lahir dan batin. Maka, atas dasar Visi ini dapat dirumuskan Misi-nya, yaitu meningkatkan iman dan takwa, kecerdasan, silaturrahim, dan ekonomi jamaah.
Dengan Misi ini, maka diperlukan perumusan langkah-langkah strategis, pembinaan pengelolaan masjid, peningkatan mutu jamaah, perencanaan, pengadaan imam, khatib, muballigh, pengadaan dana, pendataan anggota jamaah, pengaturan ruangan ibadah, pengaturan dan pembinaan anggota jamaah, dan lainnya. Agar manajemen masjid dapat berjalan lancar diperlukan tenaga pengelola yang profesional, menguasai ilmu yang diperlukan sebagai Manager masjid, seperti halnya Manager hotel harus menguasai ilmu-ilmu perhotelan.
b. Optimalisasi Fungsi Masjid
Dalam pendataan yang dilakukan oleh Departemen Agama diberikan angka jumlah masjid, mushalla, langgar, di seluruh Indonesia sekitar ± 700.000 buah. Jumlah itu akan terus bertambah sesuai dengan perkembangan Islam dan pertambahan penduduk. Berdasarkan data itu, maka diperlukan upaya terus menerus agar masjid, mushalla, langgar dan meunasah mampu memberikan andil besar dalam membina dan mengembangkan akhlak dan moral bangsa Indonesia.
Dari data di atas menunjukkan bahwa masjid yang telah melaksanakan sistim manajemen modern jumlahnya masih sedikit sekali. Secara empiris dapat dilihat di lingkungan masyarakat dan dapat dirasakan dampaknya dalam kehidupan ummat. Namun bila diungkap mengenai visi para tokoh Muslim dan para pengelola/pengurus masjid, akan terlihat masih sangat sedikitnya yang berbicara mengenal perencanaan kegiatan masjid (software). Visi mereka masih sangat terkait dengan bentuk fisik masjid (hardware), seperti bagaimana dapat memiliki masjid yang besar dan indah atau bagaimana masjid ramai dikunjungi orang. Visi mereka belum menyentuh tataran software, seperti bagaimana meningkatkan keimanan para jamaah atau bagaimana para jamaah dapat hidup lebih bahagia, dan lain sebagainya. Padahal, struktur dan sistim berfikir semacam itu yang dapat mempengaruhi kinerja seseorang ataupun sekelompok orang. Karena keadaan demikian maka dapat dilihat dan ditemukan masjid besar tetapi jamaahnya sedikit, masjid tidak terurus, atau masjid tidak memiliki perangkat personil yang tidak memadai serta banyak hal negatif lainnya yang terjadi di lingkungan masjid.
c. Fungsi Masjid yang Edial
Jika menengok sejarah Nabi, ada tujuh langkah strategis yang dilakukan oleh Rasul dalam membangun masyarakat Madani di Madinah. (1) mendirikan Masjid, (2) mengikat persaudaraan antar komunitas muslim, (3) Mengikat perjanjian dengan masyarakat non Muslim, (4) Membangun sistem politik (syura), (5) meletakkan sistem dasar ekonomi, (6) membangun keteladanan pada elit masyarakat, dan (7) menjadikan ajaran Islam sebagai sistem nilai dalam masyarakat.
Secara konsepsional dapat dilihat dalam sejarah bahwa masjid pada zaman Rasul memiliki banyak fungsi:
1) sebagai tempat menjalankan ibadah salat;
2) Sebagai tempat musyawarah (seperti gedung parlemen);
3) Sebagai tempat pengaduan masyarakat dalam menuntut keadilan (seperti kantor pengadilan);
4) Secara tak langsung sebagai tempat pertemuan bisnis
Yang lebih strategis lagi, pada zaman Rasul, masjid adalah pusat pengembangan masyarakat dimana setiap hari masyarakat berjumpa dan mendengar arahan-arahan dari Rasul tentang berbagai hal; prinsip-prinsip keberagamaan, tentang sistem masyarakat baru, juga ayat-ayat Qur'an yang baru turun. Di dalam masjid pula terjadi interaksi antar pemikiran dan antar karakter manusia. Azan yang dikumandangkan lima kali sehari sangat efektif mempertemukan masyarakat dalam membangun kebersamaan.
Ada beberapa visi kepengurusan masjid, antara lain:
1) Menjadikan masjid dapat berkembang lebih besar dan lebih indah.
2) Masjid menjadi lebih ramai dikunjungi jamaah
3) Menjadikan anggota jamaah masjid lebih bahagia dan sejahtera dunia akhirat.
Bila kita menekankan pada visi menjadikan jamaah masjid lebih bahagia dan sejahtera dunia akhirat, maka misi yang dirumuskan adalah:
1) Menjadikan anggota jamaah lebih meningkat iman dan takwanya serta berakhlaqul karimah.
2) Menjadikan anggota jamaah lebih meningkat kecerdasannya.
3) Menjadikan anggota jamaah lebih meningkat silaturrahim antara sesamanya.
4) Menjadikan anggota jamaah lebih meningkat ekonominya.
5) Menjadikan anggota jamaah lebih berbudaya dan berperadaban.
Atas dasar Visi dan Misi di atas, diperlukan rumusan langkah-langkah strategis sebagai berikut:
Misi pertama: “Menjadikan anggota jamaah masjid lebih meningkat iman dan takwanya serta berakhlaqul karimah”. Langkah-langkah strategis yang dibutuhkan:
a. Menyelenggarakan berbagai macam pengajian dan pengkajian keilmuan, termasuk mengenai Al-Qur’an, Al-Hadits, Ilmu Fiqh, Aqidah, Akhlaq, dan keilmuan yang berhubungan dengan sains dan teknologi.
b. Menyelenggarakan berbagai macam ibadah, baik yang mahdhah dan ijtimaiyyah.
c. Menyelenggarakan berbagai kegiatan sosial kemasyarakatan, peringatan hari besar Islam, dan lainnya.
d. Pelepasan dan penyambutan jamaah haji, khitanan massal, penyelenggaraan janazah, dan lainnya.
e. Melaksanakan kegiatan-kegiatan lain yang dapat meningkatkan keimanan, ketakwaan dan akhlaq.

Misi kedua: “Menjadikan anggota jamaah masjid lebih meningkat kecerdasannya”, dengan langkah strategis sebagai berikut:
1) Menyelenggarakan berbagai macam pendidikan yang sesuai dengan keinginan dan kemampuan anggota Jamaah, mulai dari tingkat TK sampai Perguruan Tinggi. Para pengelola masjid bermusyawarah untuk menentukan jenis, jalur dan jenjang pendidikan yang mampu dilaksanakan sesuai kehendak anggota jamaah masjid.
2) Pengelola/pengurus menyelenggarakan BP (Bimbingan dan Penyuluhan) bagi anggota jamaah masjid.
3) Menyelenggarakan pendidikan non formal sesuai keperluan anggota jamaah.
4) Menyelenggarakan ketrampilan khusus untuk menjadikan anggota jamaah memiliki ketrampilan.
5) Meningkatkan kemampuan membaca Al-Qur’an, qira’ah, nasyid, serta kemampuan memahami.
6) Menyelenggarakan kegiatan perpustakaan.
Misi ketiga: “Meningkatkan hubungan silaturrahim”, dengan langkah strategis sebagai berikut:
1) Pembuatan data anggota jamaah dengan profil yang lengkap untuk bahan pembinaan dan pelayanan bagi anggota jamaah masjid.
2) Menyelenggarakan pertemuan rutin dan insidental antara anggota jamaah dengan para pengelola.
3) Bila anggota jamaah melakukan syukuran, khitanan, menikahkan anak, penyambutan haji atau lainnya diselenggarakan di masjid.
4) Bila anggota jamaah mengalami musibah kematian diselenggarakan prosesnya di masjid.
5) Pembagian zakat, infaq dan shadaqah dilakukan di masjid.
6) Lebih menggiatkan shalat jamaah dengan bimbingan imam masjid.
Misi keempat: “Meningkatkan ekonomi anggota jamaah”, dengan langkah-langkah strategis sebagai berikut:
1) Melakukan pendataan kondisi ekonomi anggota jamaah dan lingkungannya.
2) Menyelenggarakan diskusi-diskusi mengenai ekonomi anggota jamaah serta upaya peningkatannya.
3) Menyelenggarakan kursus ketrampilan usaha ekonomis produktif dengan bimbingan para pakar dan pelaku ekonomi secara bertahap, dengan tingkatan yang sesuai kondisi anggota jamaah masjid.
4) Memanfaatkan sumber daya alam yang tersedia dengan tetap memelihara kelestarian lingkungan, seperti memelihara terumbu karang untuk tempat perkembangan ikan sehingga para nelayan dapat menghasilkan tangkapan.
5) Mengusahakan permodalan baik dari pemerintah, swasta, arisan serta dana luar negeri, seperti mengembangkan modal dan sistem syariah secara bertahap. Pengembangan koperasi dapat dijadikan media pengembangan ekonomi anggota jamaah masjid.
6) Membangun kerja sama antar anggota jamaah masjid dalam upaya menumbuhkan ekonomi bersama, seperti penanaman rumput laut, penanaman jagung, singkong, kacang, dan lainnya. Untuk mendapatkan harga yang menguntungkan diperlukan kerjasama yang baik antar para anggota jamaah masjid. Dimungkinkan pembelian kapal nelayan secara bersama untuk dapat digunakan mencari ikan di laut yang lebih dalam, tempat ikan yang masih banyak.
7) Mengusahakan adanya bimbingan dan pembinaan permodalan dan peluang berusaha serta pengendalian mutu bisnis yang dilakukan oleh anggota jamaah masjid.
8) Masjid dijadikan wahana pengumpulan dan pendayagunaan infaq, shadaqah dan wakaf, sebagai upaya peningkatan ekonomi anggota jamaah.
9) Mengusahakan para ahli dan pelaku ekonomi setempat ataupun didatangkan dari tempat lain sebagai tenaga ahli dalam upaya meningkatkan ekonomi anggota jamaah masjid.

Misi kelima: “Menjadikan anggota jamaah masjid lebih berbudaya dan berperadaban”, dengan langkah-langkah strategis sebagai berikut:
1) Mendiskusikan seni, budaya dan peradaban yang telah dicapai dan telah berkembang.
2) Seni dan budaya selalu dikaitkan dengan jiwa ajaran Islam.
3) Seni bacaan Al-Qur’an, seni membaca barzanji perlu mendapatkan perhatian anggota jamaah.
4) Seni rabana, marawis, nasyid untuk dikembangkan.
5) Seni bela diri, seni berolah raga, olah jiwa dapat dikembangkan di masjid masjid.
6) Dengan kehidupan yang berseni, kehidupan anggota jamaah akan lebih santun dan ramah.

Dengan gambaran fungsi masjid yang ideal seperti di atas, maka sangat diperlukan para pengelola masjid yang profesional dan berkualitas.
d. Meningkatkan Fungsi Masjid
Untuk meningkatkan fungsi masjid seperti di atas dibutuhkan beberapa faktor penunjang, seperti:
1) Faktor Manusia (human)
Dilihat dari sisi manajemen, faktor utama yang sangat berperan adalah faktor manusia atau para pelaksana, yaitu para pengurus ataupun pengelola yang memiliki kemampuan manajerial serta ketrampilan pengelolaan dan pengurusan, seperti pengetahuan mengenai manajemen umum, manajemen sarana fisik, manajemen pengembangan organisasi, manajemen jama’ah, manajemen keuangan, manajemen sanitasi, manajemen komunikasi dan public relation, manajemen penyelenggaraan ubudiyah, manajemen ibadah sosial, manajemen pendidikan di masjid, administrasi kemasjidan, manajemen usaha prodüktif dan manajemen perpustakaan. Kemampuan manajerial itu dalam kurikulum disebutkan sebagai “kompetensi utama”, artinya kemampuan yang wajib dimiliki sebagai bekal pokok sebagai pengelola/manager masjid.
Di samping itu diperlukan juga kemampuan teknis, seperti ilmu tentang “kemasjidan“ yang berhubungan dengan sejarah masjid, peran dan fungsinya, tentang lingkungan fisik, civitas masjid, aktivitas masjid di Indonesia, dan lainnya; Ilmu tentang al-Islam yang meliputi Al-Qur’an, Al-Hadits, Aqidah, Akhlaq, Fiqh Ibadah, Fiqh Mu’amalah, Fiqh Mawarits, serta sejarah kebudayaan dan peradaban Islam. Para pengurus ataupun pengelola masjid juga memerlukan ilmu Civil Education, Bahasa Arab, Bahasa Inggris, Fiqh Da’wah, Da’wah Kontemporer, Kewirausahaan, Lembaga Keuangan Syari’ah, Perbandingan Mazhab, Perilaku Organisasi dan Sosiologi Masyarakat Islam. Selain itu diperlukan juga pengetahuan aplikasi komputer, praktik ibadah dan qira’ah dan Praktek Kemampuan di lapangan (PKL).
2) Faktor Uang (Money)
Agar tugas dan fungsi para pelaksana dapat berjalan sesuai dengan yang telah ditentukan, diperlukan pendanaan yang mencukupi yang bersumber dari berbagai pihak. Dana itu dapat bersumber dari pemerintah, masyarakat dan bantuan swasta, dalam ataupun luar negeri, serta dapat juga bersumber dari bisnis masjid dan sejenisnya. Untuk itu diperlukan ketelitian dan dapat dipertanggung jawabkan karena dana itu berasal dan ummat. Ketidak beresan penggunaan dana dapat mempengaruhi kredibilitas masjid.


3) Faktor Fisik (Material)
Masjid sebagai bangunan merupakan material yang diperlukan untuk mendukung suksesnya manajemen masjid. Keberadaan masjid dilengkapi dengan ruangan pokok, yaitu tempat ibadah dan didukung dengan kamar mandi, kamar wudhu’, toilet, dan gudang. Untuk keperluan para pelaksana atau pengurus masjid diperlukan ruangan kerja, bila telah diselenggarakan pendidikan diperlukan ruangan belajar, dan seterusnya.
Bagi masjid yang telah melakukan kegiatan perbankan, maka diperlukan ruangan untuk kegiatan dimaksud atau jika akan melakukan kegiatan olah raga, bela diri dan lainnya maka diperlukan lapangan sekaligus peralatannya. Pemilikan peralatan lain seperti komputer, mesin tik, mesin cetak dan lainnya akan sangat mendukung pelaksanaan tugas dan fungsi para pengurus atau pengelola masjid.
4) Faktor Mesin
Mesin merupakan alat untuk membantu para pelaksana melaksakan tugas dan fungsinya, Mesin yang diperlukan antara lain mesin air, mesin diesel listrik, bila diperlukan mesin penyedot debu, mesin cetak dan lainnya. Semakin besar fungsi masjid dapat dilakukan, semakin besar pula kebutuhan akan berbagai mesin, termasuk mobilitas. Banyak masjid yang menyiarkan kegiatannya melalui radio, televisi, internet, website, dan lainnya.



BAB II
PROSEDUR PENELITIAN

A. Jenis dan Pendekatan Penelitian
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif, yaitu strategi dan teknik penelitian yang digunakan untuk memahami masyarakat, masalah atau gejala dalam masyarakat dengan mengumpulkan sebanyak mungkin fakta secara detail dan mendalam. Data yang disajikan pun dalam bentuk verbal dan bukan dalam bentuk angka.
Penulis menggunakan metode kualitatif sebab (1) lebih mudah mengadakan penyesuaian dengan kenyataan yang berdimensi ganda, (2) lebih mudah menyajikan secara langsung hakekat hubungan antara peneliti dan subyek penelitian, (3) memiliki kepekaan dan daya penyesuaian diri dengan banyak pengaruh yang timbul dari pola-pola nilai yang dihadapi.

B. Jenis dan Sumber Data
1. Jenis Data
Jenis data dalam penelitian ini ada dua macam yaitu data primer dan data sekunder.
a. Data Primer
Data Primer adalah yang langsung penulis peroleh dari objek penelitian dan merupakan data utama yang dikumpulkan sebagai bahan penulisan karya ilmiah ini, dan data ini merupakan data yang berhubungan langsung dengan topik atau permasalahan yang akan dibahas didalam penelitian ini data diperoleh langsung dari informan tentang kenyataan yang ada dilapangan.
Adapun data primer yang akan dikumpulkan yaitu informasi tentang peran guru agama dalam menyumbangkan pendidikan agama Islam di Masjid Babul Khairat Kelurahan Tungkal II serta permasalahan yang dihadapi.
b. Data Skunder
Data Skunder adalah data yang timbul secara tidak langsung dari sumbernya atau data yang diperoleh dalam bentuk tertulis yang didokumentasikan dari objek penelitian bisa diperoleh dari observasi dan dokumentasi. Dikumpulkan guna untuk memperkuat jawaban dan melengkapi data primer dari permasalahan, seperti letak geograsif dan historis, keadaan guru, siswa, dan keadaan sarana dan prasarana.
2. Sumber Data.
Sumber data ialah subjek dari mana data dapat diperoleh, Sedangkan informan adalah orang yang memberikan informasi. Sumber data utama dalam penelitian kualitatif adalah kata-kata, dan tindakan, selebihnya dalah data tambahan seperti dokumen dan lainnya.
Dalam penelitian ini sumber penelitian diperoleh :
a. Buku-buku kepustakaan yang ada hubungan dengan teori yang dipakai dalam penulisan skripsi atau penelitian ini dan data-data tertulis keberadaan penduduk dan jamaah, serta kepengurusan masjid Babul Khairat.
b. Semua inforaman/nara sumber: Guru agama yang berkecimpunag dalam kegiatan keagamaan di Masjid babul Khairat, pengurus masjid, jamaah yang diwawancarai untuk keperluan ini.
c. Hasil observasi yang meliputi letak geografis, sarana dan prasarana, kegiatan keagamaan dimasjid Babul Khairat dan lain-lain.

C. Subyek Penelitian
Pada penelitian kualitatif tidak ada sampel acak, tetapi sampel bertujuan (purposive sample). Dari mana atau dari siapa penarikan data dimulai tidak menjadi persoalan, tetapi bila hal itu sudah berjalan, maka pemilihan berikutnya bergantung pada apa keperluan/tujuan peneliti. Karena penelitian kualitatif berangkat dari kasus tertentu yang ada pada situasi sosial dan hasil kajiannya tidak akan diberlakukan kepopulasi, tetapi ditransferkan ketempat lain pada situasi sosial yang memiliki kesamaan dengan situasi sosial pada kasus yang dipelajari. Sampel dalam penelitian kualitatif bukan dinamakan responden, tetapi sebagai nara sumber, atau partisipan, informan, teman dan guru dalam penelitian. Karena tujuan penelitian kualitatif adalah untuk menghasilkan teori.
Subyek Penelitian ini terbagi atas dua, yaitu; subyek primer dan subyek sekunder. Subyek primer adalah subyek yang berkaitan langsung dengan guru agama. Jumlah guru yang akan dijadikan subyek primer sebanyak 6 orang. Sedangkan subyek sekunder adalah hal-hal yang tidak terkait langsung dengan guru agama, namun merupakan pendukung yang turut melengkapi dari subyek primer. Hal-hal yang tergolong subyek sekunder dalam penelitian ini terdiri atas; jamaah, persera pendidikan/pengajian, pengurus Masjid.

D. Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini metode-metode pengumpulan data yang dipakai oleh penulis adalah sebagai berikut:
1. Metode Observasi
Observasi adalah pengamatan dan pencatatan secara sistematik terhadap gejala yang tampak pada obyek penelitian. Cara yang paling efektif dalam obervasi adalah melengkapnya dengan format atau blangko pengamatan sebagai nstrumen.
Metode ini digunakan untuk melihat langsung kondisi sosial medan penelitian untuk memudahkan bagi penliti dalam mengumpulkan data yang diperlukan. Bertujuan untuk mengetahui secara persis kondisi masjid Babul Khairat, geografis, jamaah, struktur kepengurusan masjid, kegiatan keagamaan yang dilaksanakan di masjid dan sebagainya yang menunjang data penelitian ini.
2. Metode Interviu
Interview disebut juga metode wawancara, yaitu pengumpul informasi dengan cara mengajukan sejumlah pertanyaan secara lisan untuk dijawab secara lisan pula. Interviu atau wawancara yang dilakukan adalah wawancara tidak terstruktur yaitu pedoman wawancara yang hanya memuat garis besar yang akan dipertanyakan.
Metode ini digunakan untuk memperoleh data yang berkaitan dengan keadaan umum keberadaan Jurusan Pendidikan Agama Islam (PAI) STAI An-Nadwah Kuala Tungkal. Dengan metode ini diharapkan dapat diperoleh data tentang tanggapan/pendapat mengenai peran guru agama dalam pendidikan agama di masjid Babul Khairat serta faktor-faktornya.
Adapun sebagai sumber informasinya adalah:
a. Guru Agama (subyek utama)
b. Pengurus Masjid babul Khairat
c. Jamaah
d. Pihak-pihak lain yang ada hubungannya.
Data yang dihasilkan antara lain menggali masalah sebagaimana yang tertera dalam pokok permasalahan dalam penelitian ini.
3. Metode Dokumentasi
Menurut Suharsimi Arikunto metode dokumentasi adalah cara mencari data mengenai hal-hal / variabel yang berupa catatan, transkip, buku, surat kabar, notulen rapat, leger, agenda, dan lain-lain.
Metode ini dipergunakan untuk memperoleh data real atau bukti bahwa wawancara telah dilakukan dan data-data lain yang dapat melengkapi hasil penelitian ini. diantaranya data tentang jumlah jamaah, kegiatan yang dijadwalkan, kondisi fisik, sarana dan prasarana masjid, struktur kepegurusaan dan pengelolaa kegiatan keagamaan dan lain-lain.

E. Teknik Analisis Data
Setelah data terkumpul melalui pengumpulam data, langkah selanjutnya adalah menganalisa data tersebut. Dalam memberikan interpretasi data yang yang diperoleh, menggunakan metoda deskriptif kualitatif yaitu suatu metode penelitian yang berusaha mendeskripsikan suatu gejala, peristiwa, kejadian yang terjadi pada saat sekarang.
Dalam menganalisis data yang sudah terkumpul, penulis menggunakan analisis kualitatif, yaitu menganalisis data yang diperoleh dari hasil penelitian yang berupa kata-kata tertulis atau lisan obyek yang diamati. untuk kemudian dianalisis, dikritisi, dan disajikan dalam bentuk teks. Penulis menggunakan metode berfikir sebagai berikut:
1. Analisa Domain
Yaitu analisa yang dilakukan untuk memperoleh gambaran/pengertian yang bersifat umum dan relatif menyeluruh tentang apa yang mencakup dalam fokus atau pokok pembahasan yang sedang diteliti. Analisa Domain ini berkaitan dengan observasi secara umum terhadap apa yang terjadi dilapangan sebagaiman yang dipaparkan dalam latar belakang masalah. Dengan analsia domain ini diambil yang jelas-jelas saja.
2. Analisa Taksonomi
Yaitu analisa yang dipergunakan untuk lebih memperincikan dari pada kategori simbol domain. Pada analisa fokus penelitian yang ditetapkan terbatas pada domain tertentu yang sangat berguna dalam upaya mendiskripsikan atau menjelaskan fenomena yang menjadi sasaran penelitian. Analisa taksonomi merupakan analisa yang bersifat penjajakan umum yang menyeluruh.
3. Analisa Komponensial
Yaitu analisa yang digunakan untuk mengkaji antara elemen-elemen kontras dan domain tertentu. Analisa komponensial ini merupakan merupakan analisa yang bersifat mendalam yang berhubungan dengan sumber domain-domain yang diperoleh melalui observasi dan wawancara. Melihat pengertian diatas dapat diketahui bahwa analisa komponensial ini adalah sebagai pembanding antara data yang satu dengan yang lain.

F. Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data
Untuk menguji keabsahan data terkumpulkan, peneliti akan melakukan:
Pertama, teknik trianggulasi antar sumber data, antar teknik pengumpulan data dan antar pengumpul data, yang dalam terakhir ini peneliti akan berupaya mendapatkan rekan atau pembantu dalam penggalian data dari warga di lokasi yang mampu membantu setelah diberi penjelasan. Trianggulasi adalah teknik keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu.
Kedua, pengecekan kebenaran informasi kepada para informan yang telah ditulis oleh peneliti dalam laporan penelitian (member check). Dalam kesempatan suatu pertemuan yang dihadiri oleh para responden atau informan, peneliti akan membacakan laporan hasil penelitian.
Ketiga, analisis kasus yang tidak sesuai dengan hasil penelitian hingga waktu tertentu dan keempat, perpanjangan waktu penelitian. Cara ini akan ditempuh selain untuk memperoleh bukti yang lebih lengkap juga untuk memeriksa konsistensi tindakan atau ekspresi keagamaan para informan.
Data atau informasi yang telah dikumpulkan perlu diuji kebenarannnya (keabsahannya) melalui teknik trianggulasi berikut:
1. Trianggulasi metode: jika informasi atau data yang berasal dari hasil wawancara misalnya, perlu diuji dengan hasil observasi dan seterusnya;
2. Trianggulasi sumber: jika informasi tertentu misalnya, ditanyakan kepada responden yang berbeda atau antara responden dan dokumentasi;
3. Trianggulasi situasi: bagaimana penuturan seorang responden jika dalam keadaan ada orang lain dibandingkan dengan dalam keadaan sendirian.
Dengan ungkapan lain jika melalui pemeriksaan-pemeriksaan tersebut ternyata tidak sama jawaban responden atau ada perbendaan data atau informasi yang ditemukan maka keabsahan data diragukan kebenarannya. Dalam keadaan seperti ini peneliti harus melakukan pemeriksaan lebih lanjut, sehingga diketahui informasi yang mana yang benar (absah).


DAFTAR KEPUSTAKAAN

Anonim, (2006). Al-Qur'an dan Terjemahannya, Bandung: Lembaga Penyelenggara Penafsiran dan Penterjehan Al-Qur’an Departemen Agama RI,

Anonim, (2004). Pedoman Penulisan Skripsi. KOPMA IAIN STS : Jambi.

Anonim, (2007). Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2003, cet. 4 Jakarta: Sinar Grafika.

Anonim, (2003). Kompetensi Dasar Mata Pelajaran PAI SMP dan MTs, Jakarta: Balitbang Depdiknas.

Achmadi, (2005). Ideologi Pendidikan Islam Paradigma Humanisme Teosentris, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Al-Nahlawy, Abdul Rahman, (1989). Prinsip-prinsip Metode Pendidikan Islam,Penj Dahlan dan Sulaiman, Bandung: Diponegoro.

Al-Abrasyi, Athiyah, (1990). Dasar-Dasar Pokok Pendidikan Islam, Jakarta: Midas Surya Grafindo.

Arief, Armai, (2002). Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, Jakarta: Ciputat Press.

Daradjat, Zakiah, (1995). Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam, Jakarta: Bumi Aksara.

Djamarah, Syaiful Bahri, (2000). Guru Dan Anak Didik Dalam Interaktif Edukatif, Jakarta: Rineka Cipta.

Hadi, Sutrisno, (1987). Metodologi Penelitihan Research I. Yogyakarta. Yayasan Penerbit fakultasa Psikologi UGM.

Hamalik, Oemar, (2001). Kurikulum dan Pembelajaran, Jakarta: Bumi Aksara.

Hamalik, Oemar, (t.th). Proses Belajar Mengajar, Jakarta, Bumi Aksara.

Margono, S., (2007). Metodologi Penelitian Pendidikan, cet. 6, Jakarta: Rineka Cipta.

Moeloeng, Lexy J., (2009). Metodologi Penelitian Kualitatif, Cet. XXVI, Bandung: Remaja Rosdakarya.

Muhadjir, Noeng, (1996). Metodologi Penelitian Kualitatif. Yogyakarta. Rakesarasin.

Muhaimin, (2004). Paradigma Pendidikan Islam Upaya Mengefektifkan Pendidikan Agama Islamdi Sekolah, Bandung: Remaja Rosdakarya.

Muhaimin, dkk., (1999). Pemikiran Pendidikan Islam, Bandung: Trigenda Karya.

Mukhtar, (2003). Desain Pembelajaran Pendidikan Agama Islam, Jakarta: Misika Galiza.

Mulyasa, E., (2004). Manajemen Berbasis Sekolah; Konsep, Strategi, dan Implementasi, cet. VII, Bandung: Remaja Rosda Karya.

Arsito, Munandar, (2009). Makmur Bersama Masjid (Refleksi Pembangunan Masyarakat Madani), cet, I, Jakarta: Baduose Media.

Sudjana, Nana dan Ibrahim, (1989). Penelitian dan Penilaian Pendidikan, Bandung: Sinar Baru.

Nasution, S., (1996). Metode Research (Penelitian Ilmiah), Edisi I, Cet. 2, Jakarta: Bumi Aksara.

Poerwodarminto, WJS, (1985). Kamus Umum Bahasa Indonesia. Cet. VIII, Jakarta: Balai Pustaka.

Rifa'i, A. Bachrun, dkk.,. (2005). Manajemen Masjid (Mengoptimalkan Fungsi Sosial – Ekonomi Masjid). Bandung. Benang Merah Press.

Suharini Arikunto, (2006). Prosedur Penelitihan Suatu Pendekatan Praktik. Cet. XIII, Jakarta: Reka cipta.

Sutarmadi, Ahmad: http://bisnisherbal.multiply.com/journal/item

Syafii, Agus; http://mubarok-institute.blogspot.com

Syar’i, Ahmad, (2005). Filsafat Pendidikan Islam, cet. I, Jakarta: Pustaka Firdaus.

Tafsir, Ahmad, (2003). Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam, Bandung: Remaja Rosda Karya.

Thoha, Chabib, (1996). Kapita Selekta Pendidikan Islam, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Yani, Ahmad, et.al. (2007). Panduan Pengelolaan Masjid Sebagai Pusat Kegiatan Umat, cet. I, Jakarta: Pustaka Intermas

Yani, Ahmad, (2009). Panduan Memakmurkan Masjid, Jakarta: Al-Qalam Gema Insani.

PENDIDIKAN DALAM KELUARGA SECARA ISLAMI