English French German Spain Italian Dutch Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified

RASIONALITAS PENGGUNAAN FACEBOOK

Label:

RASIONALITAS PENGGUNAAN FACEBOOK

Pemerintah Kota (pemkot) Surabaya akhirnya gerah juga melihat banyak pegawainya yang di jam-jam kerja ternyata main facebook atau Yahoo Messenger (YM). Deman facebook atau YM ternyata menggejala di semua umur dan tempat. Banyak pegawai yang pada jam kerja justru berkomunikasi dengan kawan atau partnernya melalui medium komunikasi ini. Makanya, pemkot kemudian memblokir atau melakukan pembatasan akses jejaring sosial facebook dan YM. Dalam pemantauan Kepala Depkominfo, Jawa Timur, bahwa melalui pemblokiran akses di pemkot tersebut maka terjadi penurunan traffic penggunaan internet sampai 65%. Dari yang sebelumnya sebesar tercatat 14.000 jendela (windows) maka pasca pemblokiran hanya sebesar 5.000 jendela (wondows). Jadi ternyata terjadi penurunan yang sangat signifikan (JP, 08/09/09).
Demam facebook memang sedang melanda negeri ini. Tanpa pandang usia dan tempat orang melakukan komunikasi dengan leluasa melalui media ini. Facebookmania sungguh memiliki dampak yang luar biasa. Namun demikian, yang merisaukan adalah ketika pada jam kerja kemudian orang berfacebookria tanpa merasakan bahwa tindakannya itu merupakan kesalahan. Jika sudah demikian maka facebook bukan lagi sebagai medium untuk berkomunikasi secara efektif dan efisien namun akan menjadi masalah. Bisa dibayangkan bahwa para pegawai yang seharusnya melakukan pelayanan terhadap kepentingan masyarakat kemudian justru sebaliknya.
Kantor pemerintah merupakan unit pelayanan masyarakat. Semua pegawai yang terlibat di dalamnya adalah para pelayan masyarakat. Oleh karena itu jika para pelayan masyarakat kemudian melalaikan kewajibannya maka tentu akan menimbulkan masalah sosial. Sudah banyak kritikan yang dilakukan oleh masyarakat mengenai kinerja para pegawai. Mulai dari rendahnya kualitas pelayanan, lamanya pelayanan dan bahkan birokratisasi pelayanan yang berbelit-belit. Semua kritik ini tentu saja bukan dari ranah kosong tanpa alasan. Semuanya bermuasal dari pengalaman mengurus kepentingan yang terkait dengan pelayanan birokrasi.
Pegawai negeri di Indonesia sudah tertinggal dalam jumlah jam kerja dibanding dengan Jepang dan Korea Selatan. Di Indonesia jumlah jam kerja sebanyak 37,5 jam kerja perminggu, sedangkan di Jepang sebanyak 48 jam kerja perminggu dan Korea Selatan sebanyak 52 jam kerja perminggu. Jadi Indonesia sesungguhnya sudah tertinggal dari negara maju terkait dengan jam kerjanya. Jika hal tersebut dikomparasikan dengan etos kerja mungkin jauh lebih rendah lagi dibandingkan dengan negara-negara maju tersebut. Makanya, jika Indonesia belum leading dalam pelayanan publik, hal itu tentunya sesuatu yang sangat wajar.
Menurut Yuli Setyo Indartono, bahwa para pekerja di Jepang memiliki kebanggan sebagai pegawai meskipun gajinya juga standart umum di Jepang. Mereka bekerja dengan semangat yang sangat tinggi sehingga seperti semut yang terus bergerak. Tidak ada pada jam kerja mereka itu membaca koran atau majalah apalagi fecebookan. Semuanya serius dalam bekerja namun memberikan senyum dan pelayanan maksinal kepada para pelanggannya. Semuanya menumpahkan segenap pikiran, sikap dan tindakan kerja keras tanpa merasa harus diawasi. Kerja keras sudah menjadi sesuatu yang built in.
Cobalah kita bandingkan uraian di atas ini dengan situasi kerja para pegawai kita. Rasanya ada sesuatu yang sangat jauh berbeda. Seandainya ada sebuah survey tentang fenomena kerja di kalangan pegawai negeri di Indonesia, maka akan diketahui betapa rendahnya kualitas kerja pegawai tersebut. Betapa banyak di antara mereka yang di jam-jam kerja ternyata hanya membaca koran, majalah atau mengisi TTS. Dan di era modern dengan teknologi informasi sekarang ini, maka mereka justru berfacebook atau YM-an saja.
Hal inilah yang harus menjadi perhatian bagi para pimpinan institusi bahwa perlu ada pencerahan bagi para pegawai. Jika ingin melakukan komunikasi melalui facebook atau YM, maka yang pertama harus dikemukakan adalah apakah melakukan tindakan seperti itu relevan atau tidak dengan tindakan rasional bertujuan (tindakan untuk mencapai tujuan) atau tindakan rasional instrumental (tindakan efektif dan efisien)atau bahkan dengan rational choice (tindakan pilihan rasional). Yang bisa menjawab tentunya adalah individu masing-masing pegawai.
Wallahu a’lam bi al shawab.

penulis kembangkan dari : http://nursyam.sunan-ampel.ac.id

Comments (0)

Posting Komentar