English French German Spain Italian Dutch Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified

PERAN ORANG TUA DALAM PEMBINAAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM ANAK USIA WAJIB BELAJAR DI DUSUN FAJAR JAYA DESA SUNGAI GEBAR KECAMATAN BETARA KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT

Label:

PERAN ORANG TUA DALAM PEMBINAAN PENDIDIKAN AGAMA
ISLAM ANAK USIA WAJIB BELAJAR DI DUSUN FAJAR JAYA
DESA SUNGAI GEBAR KECAMATAN BETARA
KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT




S K R I P S I



Di Ajukan Untuk Melengkapi Sebagian Persyaratan
Guna Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan Islam (S.PdI)
Dalam Ilmu Tarbiyah

Jurusan Pendidikan Agama Islam (PAI)













O l e h


B U N A R I
NIMKO : 707-0425.014


MAHASISWA SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM
( STAI ) AN – NADWAH KUALA TUNGKAL
KOPERTAIS WILAYAH VII
SUMBAGSEL
2007/2008


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Agama Islam tidak hanya mengatur bagaimana cara beribadah dan berbakti kepada Allah, tetapi juga mengatur bagaimana cara mengasuh dan mendidik anak, hidup bersama dalam keluarga atau rumah tangga, masyarakat dan bangsa. Ibu bapak adalah guru yang membimbing dalam setiap rumah tangga dan mereka bertanggung jawab atas keluarganya.
Keluarga atau orang tualah yang pertama dan utama memberikan dasar-dasar pendidikan seperti pendidikan agama, budi pekerti, sopan santun, estetika, kasih sayang, rasa aman, mematuhi peraturan serta menanamkan kebiasaan-kebiasaan yang baik dan benar. Hendaknya diberikan oleh keluarga atau orang tua dengan contoh perbuatan, bukan hanya dengan nasehat-nasehat, sebab salah satu sikap kekanak-kanakan adalah suka meniru. (Zahara, 1987 : 36-37).
Bagi keluarga muslim, mendidik anak bukanlah semata-mata dorongan alami dan kodrati melainkan suatu kewajiban orang tua terhadap anak dan merupakan sarana untuk mewujudkan generasi yang tangguh dan kuat. Selain itu, dalam Islam anak merupakan titipan dari Allah SWT yang nantinya orang tua akan dimintai pertanggungan jawab oleh Allah SWT di akhirat kelak.

Sebagaimana firman Allah SWT surat An- Nisa ayat 9 :
•               
Artinya : “Dan hendaknya takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-anaknya yang lemah, yang merasa khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu, hendaknya mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar”. (Anonim, 1996 : 62)

Dari ayat tersebut di atas, dapat disimpulkan orang tua wajib mendidik anak-anak mereka agar mereka nantinya meninggalkan anak yang tangguh dan kuat serta berakhlak mulia.
Pendidikan dan bimbingan yang diberikan oleh orang tua merupakan upaya yang sangat luhur, serta berpartisipasi dalam mencerdaskan kehidupan bangsa, memberantas kebodohan dan keterbelakangan, memupuk jiwa mandiri sehingga si anak tidak selalu menggantungkan diri pada orang lain. Oleh sebab itu, pendidikan dan bimbingan diberikan kepada anak sejak dini, serta peran dari orang tua sangat menentukan bentuk, karakter dan perkembangan anak.
Menurut Ngalim Purwanto, (1995 : 79). Bahwa berhasil baik atau tidaknya pendidikan di sekolah sangat dipengaruhi oleh pendidikan di dalam keluarga. Pendidikan keluarga adalah fundamen atau dasar dari pendidikan anak selanjutnya, hasil-hasil pendidikan yang diperoleh anak dalam keluarga sangat menentukan pendidikan anak selanjutnya, baik di sekolah maupun dalam masyarakat.
Keluarga yang kurang kondusif dalam interaksinya akan sangat berpengaruh terhadap setiap anggota keluarganya. Pada saat membutuhkan kasih sayang dari seorang ibu, justru frekuensi kegiatan orang tua di luar rumah lebih banyak dari pada fungsi sebagai ibu rumah tangga. Ayah yang diharapkan bisa memberikan rasa aman untuk keluarga, justru lebih banyak tinggal di luar rumah dan sibuk dengan pekerjaannya. Keluarga yang demikian akan sangat memicu pada terjadinya disharmoni dan keretakan dalam komunikasinya, pada akhirnya yang terpengaruh terbesar adalah anak.
Akibat kesibukan dari orang tua dalam mencari tambahan nafkah, waktunya untuk keluarga akan berkurang, serta perhatiannya pada anak-anaknya akan terabaikan. Hal ini akan menjadikan anak-anak mereka kurang perhatian dan kasih sayang dari orang tua, selalu merasa tidak aman, dan merasa kehilangan tempat berpijak atau tempat berlindung, yang akhirnya nanti mereka lebih suka bergentayangan di luar lingkungan keluarganya sendiri, lebih suka berkumpul dengan orang-orang yang kehidupannya bebas, sehingga pola kehidupan si anak menjadi tidak hygienis.
Anak merupakan dambaan setiap orang tua, kehadirannya sangat dinantikan setiap keluarga sebagai penerus keturunannya. Banyak proses yang harus diperhatikan oleh orang tua terhadap anaknya, sejak lahir sampai ia dewasa. Satu langkah saja keliru dalam melalui proses tersebut, maka akan berakibat fatal bagi kebahagiaan dan keberhasilan anak baik di dunia maupun di akhirat.
Anak adalah amanah yang harus dijaga. Dengan kata lain, anak dititipkan di tengah keluarganya selama beberapa waktu, baik lama maupun sebentar agar mereka merawat hak (kepunyaan) Allah SWT dan menjaganya, serta menyarankan kepada syariat dan hukum-hukum-Nya.
Orang tua adalah pendidik pertama dan utama dalam keluarga, serta pengaruhnya sangat besar dalam pembentukan kepribadian anak. Oleh karena itu, pertumbuhan dan perkembangan anak baik fisik maupun psikis dipengaruhi oleh perilaku orang tua dalam mendidik anak.
Di dalam mendidik anak ditemui bermacam-macam perilaku orang tua, secara teorits perilaku tersebut dapat dikelompokan menjadi tiga kelompok yaitu : otoriter, demokrasi dan permisif. (Zahara, 1987 : 37).
Dengan demikian, apapun bentuk perilaku yang akan diterapkan oleh orang tua terhadap anaknya, akan sangat berpengaruh pada pertumbuhan dan perkembangan anak termasuk kepribadian yang akan dimiliki anak. Oleh karena itu, orang tua sebaiknya memperhatikan, mempelajari dan mencoba memahami keinginan dan pandangan-pandangan anaknya. Dengan kata lain, anak harus diberi kebebasan mengembangkan dirinya, kalaupun orang tua bersifat otoriter misalnya, maka hal ini tidak mematikan inisiatifnya, melainkan justru untuk membantu pembentukan kepercayaan diri anak.
Dusun Fajar Jaya Desa Sungai Gebar Kecamatan Betara kondisinya sekarang sudah cukup maju jika dibandingkan dengan lima tahunan yang lalu, dimana pembanguan inprastruktur jalan setapak yang menghubungkan dengan daerah lain sudah terbangun sampai ke Pusat Pemeintahan Desa. Ini merupakan ekses baru dalam meningkatkan perekonomian masyarakat Dusun Fajar Jaya Desa Sungai Gebar untuk memasarkan produksi pertanian mereka.
Di bidang pendidikan di Dusun Fajar Jaya Desa Sungai Gebar boleh dikatakan maju, daimana lembaga pendidikan sudah tersedia mulai SD/MI sampai dengan SMP Negeri /MTs dan anak-anak yang bersekolah pun terus meningkat setiap tahunnya. Hal ini dibuktikan dari hasil observasi dengan tidak ada ditemukan anak-anak yang usia sekolah (usia sekolah dasar) tidak bersekolah meskipun masyarakat Dusun Fajar Jaya Desa Sungai Gebar berlatar belakang petani, yang kegiatan sehari-harinya sebagai petani kebun dan sawah serta ada juga berprofesi sebagai penyadap nyiur dan sedikit sekali sebagai pedagang atau pegawai.
Kesibukan orang tua dalam bekerja seringkali terkadang membuat mereka lupa akan pendidikan anak-anaknya, sehingga anak luput dari perhatian orang tua dan berkembang dengan sendirinya. Kondisi seperti ini bisa berakibat buruk terhadap perkembangan pendidikan anak. Padahal kita tahun bahwa anak adalah merupakan titipan Allah yang dianugerahkan kepada sebuah keluarga untuk dipelihara, di didik dan dibina.
Berpijak dari latar belakang di atas, penulis tertarik untuk mengadakan penelitian dengan mengangkat judul skripsi “Peran Orang Tua Dalam Pembinaan Pendidikan Agama Islam Anak Usia Wajib Belajar di Dusun Fajar Jaya Desa Sungai Gebar Kecamatan Betara Kabupaten Tanjung Jabung Barat”.

B. Pokok – Pokok Masalah
Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas, maka ada beberapa permasalahan yang menjadi bahan pokok kajian penulis, yaitu :
1. Bagaimana peranan orang tua dalam pembinaan pendidikan agama Islam anak usia wajib belajar di Dusun Fajar Jaya Desa Sungai Gebar?
2. Apa hambatan orang tua terhadap pendidikan agama Islam pada anaknya dalam keluarga di Dusun Fajar Jaya Desa Sungai Gebar?
3. Apa upaya yang dilakukan orang tua dalam mengatasi kendala yang dihadapi?

C. Batasan Masalah
Untuk menghindari kesalah pahaman dan memudahkan penulis dalam meneliti dan mengkaji permasalahan dalam penelitian ini. Maka penulis menganggap perlu memberikan batasan dalam poenelitian ini. Penulis membatasi penelitian ini hanya pada anak usia Sekolah Dasar di Dusun Fajar Jaya Desa Sungai Gebar Kecamatan Betara Kabupaten Tanjung Jabung Barat. Adapun kajiannya sebagaimana terdapat pada pokok-pokok masalah tersebut diatas.

D. Tujuan Dan Kegunaan Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini, antara lain :
a. Ingin mengetahui bagaimana peranan orang tua dalam pembinaan pendidikan agama Islam anak usia wajib belajar di Dusun Fajar Jaya Desa Sungai Gebar.
b. Ingin mengetahui apa hambatan dan kendala yang ditemui orang tua dalam pembinaan pendidikan agama Islam anak usia wajib belajar.
c. Ingin mengetahui usaha-usaha yang dilakukan oleh orang tua dalam mengatasi kendala-kendala yang dihadapi.naan Penelitian bagi lembag.

E. Kerangka Teori
1. Pendidikan Agama Islam
Mengenai pengertian pendidikan agama dalam kelurga sebenarnya hampir sama dengan pengertian pendidikan agama Islam secara umum, hanya saja pengertian pendidikan agama Islam dalam keluarga lebih spesifik lagi yaitu cakupannya hanya sebatas pada lingkungan keluarga.
Pendidikan dalam pengertian yang luas adalah meliputi semua perbuatan atau semua usaha dari generasi tua untuk mengalihkan (melimpahkan) pengetahuannya, pengalamannya, kecakapan serta keterampilannya kepada generasi muda sebagai usaha untuk menyiapkan mereka agar dapat memenuhi fungsi hidupnya, baik jasmaniah maupun rohaniah. (Zuhairini, 1995 : 92)
Dari pengertian pendidikan di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa pendidikan merupakan usaha sadar yang dilakukan secara bertahap dan berkesinambungan oleh orang dewasa dengan tujuan memanusiakan manusia sejak masa kejadiannya sampai akhir hayatnya supaya menjadi manusia sempurna, melalui upaya pengajaran dan latihan.
Istilah “Islam” berasal dari bahasa Arab, yaitu dari kata salima yang mengandung arti selamat, santosa dan damai. Dari kata salima kemudian diubah menjadi kata aslama yang berarti berserah diri masuk dalam kedamaian. Menurut Maulana Muhammad Ali, Islam berarti tunduk, patuh, taat dan berserah diri kepada Tuhan (Allah swt.) dalam upaya mencari keselamatan dan kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat dengan cara melaksanakan semua perintah Allah SWT. Dan meninggalkan semua yang menjadi larangan-Nya. (Abudin, 2000 : 61-63)
Jadi pendidikan agama Islam adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik dalam meyakini, memahami, menghayati dan mengamalkan agama Islam melalui kegiatan bimbingan, pengajaran dan latihan dengan memperhatikan tuntutan untuk menghormati agama lain dalam hubungan kerukunan antar-umat beragama dalam masyarakat demi terwujudnya persatuan nasional. (Marasudin, 1998 : 180)
Dengan demikian, maka dapat disimpulkan bahwa pendidikan agama Islam adalah usaha sadar yang dilakukan secara bertahap oleh orang dewasa dengan tujuan menumbuh-kembangkan potensi bawaan anak, sejak masa kejadiannya sampai akhir hayatnya supaya menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Allah serta berakhlak mulia sesuai dengan ajaran Islam, melalui upaya pengajaran dan latihan, sehingga mendapatkan kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat.
2. Tujuan Pendidikan Agama Islam
Tujuan merupakan komponen yang sangat penting dalam proses pengajaran, karena tujuan menjadi acuhan untuk menentukan langkah-langkah pembelajaran. Selain itu, tujuan juga berfungsi sebagai tolok ukur keberhasilan proses pengajaran.
Tujuan umum dari proses pendidikan adalah membawa anak kepada kedewasaan, yang berarti bahwa ia harus dapat menentukan diri sendiri dan bertanggung jawab sendiri. (Purwanto, 2000 : 19)
Tujuan pendidikan Islam adalah untuk membina manusia agar menjadi hamba Allah yang shaleh dengan seluruh aspek kehidupannya, perbuatan, pikiran dan perasaannya. (Daradjat,1995 : 35).
Dan Muhammad Umar al-Taumy al-Syaibany menyatakan, bahwa tujuan pendidikan Islam yaitu untuk mempertinggi nilai-nilai akhlak hingga mencapai tingkat akhlaq al-karimah. (Jalaluddin, 2001 : 90)
Sedangkan tujuan pendidikan agama Islam menurut Chabib Thoha yaitu :
1) Menumbuhkan dan mengembangkan ketakwaan kepada Allah,
2) Menumbuhkan sikap dan jiwa yang selalu beribadah kepada Allah,
3) Membina dan memupuk akhlakul karimah, dan
4) Menciptakan pemimpin-pemimpin bangsa yang selalu amar ma`ruf nahi munkar”. (Thoha, 1996 : 101-102)
Dari berbagai tujuan pendidikan di atas, dapat disimpulkan bahwa tujuan pendidikan Islam adalah untuk menumbuhkan kepribadian sempurna, dengan cara memelihara, merawat dan mendidiknya serta memberi pengetahuan yang bermanfaat bagi dirinya, keluarga dan masyarakat luas, sehingga terbentuk sosok pribadi muslim yang shaleh, berakhlak mulia, beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT.

3. Metode Pendidikan Agama Islam
Penerapan metode pendidikan yang tepat sangat mempengaruhi terhadap keefektifan dan keberhasilan pendidikan. Metode adalah cara yang teratur dan sistematis untuk pelaksanan sesuatu, metode juga bermakna suatu jalan yang dilalui untuk mencapai suatu tujuan.
Agar tujuan yang hendak dicapai terwujud, tentu memerlukan cara yang tepat untuk memperolehnya, begitu pula dalam penyampaian pendidikannya disesuaikan dengan situasi dan kondisinya, termasuk kemampuan anak untuk menangkap cara yang dilakukan. Ada beberapa cara yang sering dan mudah dilakukan, yaitu :
a. Pembiasaan dan latihan
Pembiasaan atau latihan sangat diperlukan dalam mewujudkan pendidikan agama yang baik pada anak. Hal ini lazim digunakan untuk menegakkan sikap disiplin terhadap perilakunya.
Pentingnya pembiasaan dan latihan ini sebagaimana pendapat Zakiah Daradjat, (1993 : 77). Karena : “Pembiasaan dan latihan tersebut akan membentuk sikap tentunya pada anak yang lambat laun sikap itu akan bertambah jelas dan kuat, akhirnya tidak tergoyahkan lagi, karena masuk menjadi bagian dari pribadinya”.
Pembiasaan ini juga digunakan untuk latihan-latihan keagamaan yang menyangkut ibadah, seperti shalat, do’a, membaca dan sebagainya, sehingga lama-kelamaan tumbuh rasa senang melakukan ibadah.
b. Keteladanan
Pada diri anak terdapat potensi imitasi dan identifikasi terhadap seorang tokoh yang dikaguminya. Sehingga kepada seorang pendidik atau orang tua harus mampu memberikan suri teladan yang baik. Keteladanan ini sangat efektif digunakan, yaitu contoh yang jelas untuk ditiru.
Keteladanan merupakan salah satu metode yang ditunjukkan dalam al-Qur`an yang terdapat pada pribadi Rasulullah SAW. Melalui keteladanan Beliau, ajaran agama Islam mudah diterima dan tersebar di seluruh penjuru dunia. Firman Allah SWT. Surat Al-Ahzab ayat 21:
                 

Artinya : “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.”. (Anonim, 1996 : 336)

Keteladanan terbagi menjadi dua macam, yaitu peneladanan yang disengaja dan peneladanan yang tidak disengaja. Peneladanan yang disengaja adalah peneladanan yang disertai dengan penjelasan atau printah agar meneladani, seperti memberi contoh membaca yang baik dan benar, mengerjakan shalat dan lainnya.
Sedangkan peneladanan yang tidak disengaja seperti keilmuan, kepemimpinan, sifat keikhlasan dan sebaginya.
c. Nasehat
Nasehat merupakan metode yang efektif dalam usaha pembentukan keimanan, menanamkan nilai moral, spiritual dan sosial. Karena, metode ini dapat membukakan mata hati anak didik akan hakikat sesuatu serta mendorongnya menuju situasi luhur dan menghiasi akhlak mulia.
Dengan demikian, maka dapat diketahui bahwa nasehat adalah memerintah atau melarang yang disertai dengan pemberian motivasi atau ancaman, nasehat juga mengandung arti mengatakan sesuatu yang benar dengan cara melunakkan hati. Firman Allah surat An-Nisa : 66 :
           •       •          

Artinya : “Dan Sesungguhnya kalau kami perintahkan kepada mereka: "Bunuhlah dirimu atau keluarlah kamu dari kampungmu", niscaya mereka tidak akan melakukannya kecuali sebagian kecil dari mereka. dan Sesungguhnya kalau mereka melaksanakan pelajaran yang diberikan kepada mereka, tentulah hal yang demikian itu lebih baik bagi mereka dan lebih menguatkan (iman mereka), (Anonim, 1996 : 70)

Penerapan metode nasehat dapat dilakukan secara langsung dan tidak langsung. Pemberian nasehat secara langsung misalnya dalam memberikan penjelasan pada anak didik tentang nilai-nilai yang baik, kurang baik atau tidak baik. Sedangkan nasehat secara tidak langsung, misalnya melalui cerita dan ungkapan metafor.
Penggunaan metode nasehat sebaiknya tidak memakai pendekatan perintah maupun larangan, dan nasehat akan lebih baik jika dilakukan secara tidak langsung, karena dengan cara ini nilai-nilai yang ditransmisikan akan lebih mengesan bagi anak didik daripada dengan perintah maupun larangan.
d. Pengawasan
Pengawasan sangat dominan dalam pembentukan akhlak bagi anak, karena hilangnya pengawasan membawa ketidakberhasilan dalam pembinaannya.
Cara ini dalam pendidikan akhlak dapat berwujud kata-kata verbal seperti pesan, nasehat, anjuran, lamaran, pemberian, peringatan, ancaman dan lain-lain. Namun bisa juga dengan perbuatan seperti tekanan, pembiasaan tindakan dan latihan.
Dengan demikian dalam usaha mendidik perilaku anak, seorang pendidik harus mampu memilih serta menggunakan cara sebagai penanaman nilai tersebut.
e. Kisah atau Cerita
Dalam upaya cara kisah atau cerita ini sebagaimana diungkapkan oleh M. Quraisy Shihab, (1996 : 175). Sebagai berikut:
“Salah satu cara yang digunakan Al-Qur’an untuk mengarahkan manusia ke arah yang dikehendaki adalah dengan menggunakan “Kisah”. Setiap kisah dapat menunjang materi yang disajikan baik kisah tersebut benar-benar terjadi maupun kisah-kisah simbolik.
4. Materi pendidikan agama
Pendidikan agama dan spiritual termasuk bidang-bidang pendidikan yang harus mendapat perhatian penuh oleh keluarga terhadap anak-anaknya. Pendidikan agama dan spiritual ini berarti membangkitkan kekuatan dan kesediaan spiritual yang bersifat naluri yang ada pada anak-anak melalui bimbingan agama yang sehat dan mengenalkan ajaran-ajaran agama serta upacara-upacaranya.
Begitu juga membekalkan anak-anak dengan pengetahuan-pengetahuan agama dan kebudayaan Islam yang sesuai dengan umurnya dalam bidang akidah, ibadah, muamalat dan sejarah. Begitu juga dengan mengajarkan kepada anak-anak cara-cara yang benar untuk menunaikan syiar-syiar dan kewajiban agama, dan menolongnya mengembangkan sikap agama yang betul, yang pertama sekali adalah iman yang kuat kepada Allah, melaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, Rasul-Rasul-Nya, hari akhir, kepercayaan agama yang kuat, takut kepada Allah dan selalu mendapat pengawasan daripadanya dan segala perbuatan dan perkataan.36 Sebagai realisasi tanggung jawab orang tua dalam mendidik anak khususnya keagamaan seperrti shalat dan sebagainya.
Dalam konsepsi Islam, anak dipandang sebagai amanah Allah yang dibebankan kepada orang tuanya. Sehingga orang tualah yang bertanggung jawab mendidik anak-anaknya sebelum mereka memasuki lingkungan pendidikan yang lain (sekolah dan masyarakat).
Ada beberapa aspek yang sangat penting sebagai bentuk materi pendidikan agama (Islam) untuk diperhatikan orang tua, yaitu:
1) Pendidikan ibadah
2) Pokok-pokok ajaran Islam dan membaca al-Qur'an
3) Pendidikan akhlak dan akidah Islamiyah.
5. Keluarga dan Pendidikan
a) Pengertian Keluarga
Dan menurut Quraish Shihab, keluarga adalah unit terkecil yang memiliki pimpinan dan anggota, pembagian tugas dan kerja, serta hak dan kewajiban bagi anggotanya. (Shihab, 2004 : 28-255)
Dari beberapa pengertian keluarga di atas, dapat disimpulkan bahwa keluarga adalah suatu kelompok terkecil dalam masyarakat yang hidup mandiri, yang terdiri dari dua orang atau lebih, yang terikat oleh adanya pertalian darah (keturunan), perkawinan dan/atau adopsi.
Sedangkan dalam Islam, keluarga adalah suatu sistem kehidupan masyarakat yang terkecil yang dibatasi oleh adanya keturunan (nasab) atau disebut juga ummah akibat oleh adanya kesamaan agama. (Ramayulis, 2001 : 2)
Abd al-Ati menjelaskan bahwa menurut Islam terdapat dua posisi dalam keluarga, yaitu posisi utama (primary) dan posisi tambahan (suplementary) yang keduanya saling melengkapi bangunan keluarga dalam Islam. Posisi utama adalah keluarga dalam tingkat pertama yang terdiri atas ayah, ibu dan anak. Dan posisi tambahan adalah keluarga pada tingkat kedua yang terdiri atas anggota dari keturunan ibu, baik ke samping maupun ke atas dan keluarga karena persamaan agama. (Ramayulis, 2001 : 36)
Adapun fungsi keluarga terdiri dari :
2) “Fungsi ekonomis. Keluarga merupakan satuan sosial yang mandiri, yang di situ anggota-anggota keluarga mengkonsumsi barang-barang yang diproduksinya.
3) Fungsi sosial. Keluarga memberikan prestise dan status kepada anggota-anggotanya.
4) Fungsi edukatif. Keluarga memberikan pendidikan kepada anak-anak dan juga remaja.
5) Fungsi protektif. Keluarga melindungi anggotanya dari ancaman fisik, ekonomi dan psikososial.
6) Fungsi religius. Keluarga memberikan pengalaman keagamaan kepada anggotanya.
7) Fungsi afektif. Keluarga memberikan kasih sayang dan melahirkan keturunan”.
b) Pendidikan Agama Islam Dalam Keluarga
Keluarga merupakan unit terkecil dalam kehidupan umat manusia sebagai makhluk sosial, ia adalah unit sosial pertama yang mandiri dalam masyarakat dan tempat pertama bagi pembentukan pribadi generasi penerus, karena lingkungan keluarga merupakan lingkungan sosial dan lingkungan pendidikan pertama bagi manusia.
Adapun tanggung jawab orang tua terhadap pendidikan anaknya dikarenakan oleh dua hal, yaitu orang tua ditakdirkan untuk menjadi orang tua anaknya (kodrati), dan orang tua berkepentingan terhadap kemajuan perkembangan anaknya.
Selain itu, orang tua juga merupakan pembangkit kekuatan dan kesediaan spiritual yang bersifat naluri yang ada pada anak melalui bimbingan agama yang sehat, pemberi bekal pengetahuan-pengetahuan agama dan kebudayaan Islam sesuai dengan umurnya serta pendidik caracara yang benar dalam menjalankan syariat dan kewajiban agama. Dengan demikian, orang tua dituntut untuk mengarahkan dan membimbing anak supaya anak dapat menjalankan fungsinya sebagai manusia, yakni beribadah kepada Allah swt. dan menjadi khalifah Allah di muka bumi.
Selaku pendidik pertama dan utama bagi anaknya, orang tua hendaknya menggunakan pola pendidikan yang sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan anaknya. Dengan adanya kesesuaian tersebut, diharapkan semua harapan orang tua, yakni memiliki anak yang beriman, bertakwa dan berkepribadian mulia serta bahagia di dunia dan di akhirat, akan dapat terwujud.
6. Dusun Fajar Jaya Desa Sungai Gebar
Dusun Fajar Jaya Desa Sungai Gebar adalah lokasi atau wilayah yang menjadi tempat penelitian. Adapun Dusun Fajar jaya Desa Sungai Gebar termasuk dalam wilayah Kecamatan Betara Kabupaten Tanjung Jabung Barat.


lanjutkan sendiri..................
atau hub saya

Comment (1)

mohon ijin untuk copy keseluruhan naskah, bisa?

Posting Komentar