English French German Spain Italian Dutch Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified

PROSES PEMBELAJARAN AQIDAH AKHLAK DI MADRASAH ALIYAH PERGURUAN HIDAYATUL ISLAMIYAH KUALA TUNGKAL

Label:

PROSES PEMBELAJARAN AQIDAH AKHLAK
DI MADRASAH ALIYAH PERGURUAN
HIDAYATUL ISLAMIYAH
KUALA TUNGKAL




SKRIPSI



Di Ajukan Untuk Melengkapi Sebagian Persyaratan Guna
Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan Agama Islam (S.PdI)
Dalam Ilmu Tarbiyah

Jurusan Pendidikan Agama Islam (PAI)












O l e h


M. HARUN
NIMKO : 707-0125.017



MAHASISWA SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM
(STAI) AN – NADWAH KUALA TUNGKAL
KOPERTAIS WILAYAH VII
SUMBAGSEL
2007/2008



BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Tidak bisa dipungkiri bahwa peranan Madrasah dalam membina dan menenamkan ajaran akhlak siswa adalah merupakan suatu kenyataan dan telah ikut andil dalam menunjang pembangunan yang dilaksanakan oleh pemerintah dewasa ini. Madrasah-madrasah yang tersebar diseluruh pelosok Indonesia mempunyai bermacam-macam corak dan identitas. Corak dan identitas tersebut telah ikuit mewarnai dalam pembentukan akhlak dan kepribadian dengan segala kelebihan dan kekurangannya.
Disamping itu yang tak kalah pentingnya adalah peran seorang guru dalam pembinan dan mengarahkan serta mananamkan ajaran akhlak kepada pesrta didik dengan tujuan pendidikan yang sebenarnya. Dikatakan demikian karena guru berperan sebagai penyalur atau transpormasi dalam penyampaian pengetahuan kepada anak didik dan juga sebagai pendidik, pembimbing dalam arti yang luas untuk mendewasakan anak secara utuh.
Dalam berbagai praktek dan pelaksanaan mengajar khususnya dan para pendidik pada umumnya, guru lebih banyak menyampaikan pengetahuan kepada anak akan tetapi kurang memperhatikan sikap dan tingkah laku anak, bahkan guru sering bertindak masa bodoh atas prilaku anak didiknya.
Perlu diketahui bahwa keteladanan dalam berbuat, dan bersikap merupakan suatu keharusan bagi seorang guru karena apabila anak terkait dengan keteladanan yang baik, maka besar kemungkinan anak tersebut akan mudah diarahkan dan ia akan mampu mengontrol dirinya untuk berbuat dan bertindak sesuai dengan ajaran yang benar. Sesuai dengan kesucian fitrahnya bahwa setiap insan, berbakti dan mengabdi kepada Allah SWT. Maka potensi tersebut hendaknya disadari dan dipahami oleh setiap guru dan kita semua umumnya, bahwa setiap anak akan bisa diarahkan dan bisa didik menjadi baik. Sekalipun anak tersebut terlahir dari orang tua yang biasa berbuat maksiat.
Dengan tuntunan budi pekerti yang luhur, akhlak yang mulia pikiran manusia akan menjadi jernih dan jiwanya bersih, keyakinan lurus, dan sanggup menghadapi tantangan, sebab dengan jiwa yang kuat manusia akan mendapat derazat yang tinggi, selaku manusi ayang sempurna memiliki budi pekerti akhlak yang terpuji. Sehingga pergaulannya ditengah masyarakat dan hubungannya dengan Allah Tuhan Yang Maha Esa selalu dijiwai oleh ajaran agama Islam.
Madrasah Aliyah PHI adalah merupakan lembaga pendidikan yang sudah cukup lama dan yang paling tua di Kuala Tungkal, yang bergerak dalam pendidikan agama Islam lembaga ini timbul dan berkembang sejajar dengan pertumbuhan masyarakat Islam di Indonesia. Kini usianya sudah memasuki yang ke 68 tahun sejak berdirinya. Ia telah membudaya dan mengakar dihati masyarakat Kuala Tungkal khususnya dan Kabupaten Tanjung Jabung Barat umumnya. Dari keharuman namanya tersebut masyarakat banyak yang meyakini dan menyerahkan pendidikan anaknya dilembaga pendidikan ini.
Namun pada kenyataan dewasa ini sesuai dengan cepatnya arus perubahan dan perkebmbangan zaman yang begitu pesat, juga membawa perubahan pada sikap dan tingkah laku siswa Madrasah tersebut. Sehingga seringkali menunjukkan sikap yang kurang terpuji dimasyarakat. Baik dengan mudah berkata kotor, berbuat ugal-ugalan atau meniru sikap kurang terpuji. Sehingga sering kali menimbulkan asumsi di kalangan masyarakat bahwa siswa PHI sekarang sangat jauh berbeda dengan siswa yang dulu dan hampir tidak ada bedanya dengan pelajar MAN atau Sekolah umum lainnya. Hal ini disebabkan tidak adanya mengambarkan pencerminan akhlak yang semestinya dilakukan oleh siswa atau siswi lulusan PHI tersebut dalam bertindak dan bertingkah laku di sudut pandang masyarakat.
Ini kenyataan yang tidak bisa dibantah atau disanggah kedengarannya, sebagaimana kita ketahui bahwa Masyarakat Kuala Tungkal khususnya dan Kabupaten Tanjung Jabung Barat umumnya adalah masyarakat yang panatik agama Islam. Sedikit menyalahi ajaran atau aturan agama sudah menjadi rumor atau pembicaraan yang serius. Tidak tahu, apakah pemahaman masyarakat kita yang dangkal atau memang karena sikap kepanatikkannya terhadap agama Islam itu sendiri.
Persoalan semacam ini harus dipahami secara cermat oleh segenap pengelola lembaga pendidikan ini untuk menangkal dan menyanggah damfak negatif tersebut, dengan menanamkan dan membimbing siswa melalui pendidikan akhlak sesuai ajaran agama Islam. Karena keadaan ini akan berdanpak kepada masa depan Madrasah Aliah PHI sendiri dari kepercayaan masyarakat bahwa PHI tidak mampu lagi memberikan atau menanamkan pendidikan agama Islam yang sebenarnya diharapkan.
Begitu strategisnya madrasah dalam menciptakan generasi yang berakhlakul kariamh nomor dua setelah pondok pesantren yang tersebar di belahan nusantara ini.
Bertitik tolak dari permasalahan yang telah dikemukanan tersebut diatas, maka penulis memfokuskan penulisan skripsi ini pada bidang Pembinaan Akhlak dengan sebuah judul : “Proses Pembelajaran Aqidah Akhlak Siswa di Madrasah Aliyah Perguruan Hidayatul Islamiyah Kuala Tungkal”. Sebuah lembaga pendidikan yang bernapaskan Islam yang beralamat di jalan K. H. Daut Arif Kuala Tungkal.

B. Pokok-Pokok Masalah
Bercermin dari latar belakan diatas, maka dalam penelitian penulisan skripsi ini penulis menentukan poko bahasan yang sepesifik untuk dijadikan dasar pemikiran adalah sebagai berikut :
1. Bagaimanan proses pelaksanaan pembelajaran Aqidah Akhlak di Madrasah Aliyah PHI Kuala Tungkal?
2. Apa saja problematika guru Aqidah Akhlak dalam membina anak didik?
3. Apa upaya-upaya yang dilakukan guru dalam menghadapi kendala dan permasalahan yang dihadapi dalam pembelajaran akhlak siswa di Madrasah Aliyah PHI Kuala Tungkal?
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Adapun Tujuan Penelitian dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai serikut :
a. Ingin mengatahui bagaimana proses pelaksanaan pembelajaran Aqidah Akhlak di Madrasah Aliyah PHI Kuala Tungkal.
b. Ingin mengatahui kendala dan permasalahan yang dihadapi guru dalam pembinaan akhlak siswa di Madrasah Aliyah PHI Kuala Tungkal.
c. Ingin mengatahui upaya yang dilakukan dalam meghadapi kendala dan permasalahan yang dihadapi.
2. Kegunaan Penelitian
Adapun kegunaan dari hasil penelitian ini adalah :
a. Sebagai sumbangan pemikiran ilmiah tentang pentingnya pendidikan Akhlak disekolah-sekolah atau madrasah-madrasah, sebagai upaya pembinaan mental dan akhlak siswa/siswi untuk menciptakan generasi penerus yang berakhlak mulia, bertanggung jawab dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
b. Menambah pengetahuan bagi penulis secara teori maupun praktek dalam bidang penelitian.
c. Bagi calon guru dapat dipergunakan sebagai bahan masukan dalam melaksanakan proses belajar mengajar pada bidang studi Pendidikan Agama Islam (PAI).
D. Landasan Kerangka Teoritik
1. Pengertian Akhlak
Dilihat dari sudut bahasa (etimologi), perkataan akhlak berasal dari bahasa Arab adalah bentuk jamak dari kata Khulk. Khulk didalam kamus Al-Munjid berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat. etika moral sebagaimana dijelaskan dalam buku Etika Islam. (Asmaran, 1994 : 1).
Iamam Ghazali, lebih menitik beratkan masalah akhlak itu untuk pedoman orang-orang suluk (ahli thariqat) dan harus disesuaikan dengan ajaran-ajaaran syariat Islam. (Bahreisiy, 1981)
Jadi pengertian yang universal mengenai perbuatan yang baik dan buruk sejauh yang dapat dipahami akal pikiran. Jika ditinjau dari dasarnya antara akhlak dan etika nampak jelas bedanya. Etika sebagai cabang filsafat yang berdasarkan rasio, akhlak dan pikiran, sedangkan akhlak berdasarkan kepada Al-Qur’an dan Hadits Nabi Muhammad SAW.
Dalam ungkapan diatas, dapatlah kita pahami bahwa akhlak berasal dari bahasa Arab, yang mempunyai banyak sinonim. Jadi bila disebut watak, tabiat, moral, kesopanan, etika dan sebagainya, maka itu adalah sama-sama membicarakan tingkah laku manusia.
Akhlak mulia merupakan unsur terpenting dalam menjalani kehidupan dimuka bumi ini. Seseorang yang memiliki akhlak yang baik akan menjadikan dirinya dihormati dan disegani oleh masyarakat dimana saja mereka tinggal, akan tetapi bila seseorang tersebut memiliki akhlak yang tidak benar, maka perjalanan hidupnya akan mendapatkan kesulitan dalam pergaulan dalam maysarakat, mereka akan mendaptkan tantangan hidup yang mereka dapatkan atau bahkan akan dimusuhi oleh orang disekitarnya.
Perkembangan akhlak yang baik merupakan perkembangannya keadaan akhlak yang baik, berkembangnya potensi lahiriyah yang ada dalam diri manusia, karena kebaikkan-kebaikkan dan kebenaran hanyalah berasal dari Allah SWT.
Dalam mewujudkan pembinaan akhlak bagi seseorang perlu dilakukan pendidikan sedini mungkin, artinya pendidikan sejak masa kanak-kanak dengan mengadakan pembiasaan-pembiasaan prilaku yang baik dalam kehidupan sehari-hari. Maka dari itu pendidikan yang merupakan usaha pembinaan akan memegang peranan utama dalam mewujudkan prilaku anak yang terpuji. Sebagaimana sikap yang tampilkan Rasulullah SAW yang telah ditetapkan dalam Al-Qur’an yang berbunyi :
ﻢﻅﻋﻕﻟﺧﻰﻟﻌﻟﻚﻧﺍﻭ
Artinya : “Dan sesungguhnya kami benar-benar berbudi pekerti yang luhur (Agung)”. (Anonim, 1989 : 960).







2. Pendidikan Akhlak
Terminologi “pendidikan” mempunyai banyak pengertian, antara lain pendidikan dikonotasikan sebagai usaha membantu perkembangan peserta didik secara umum. Menurut D. Marimba, (1989 : 19). Pendidikan ialah “bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani anak didik menuju terbentuknya kepribadian yang utama”.
Pendidikan Akhlak sangat penting ditanamkan sejak dini kepada anak. Anak akan arahan yang diberikan oleh guru jika guru bisa memberikan contoh prilaku yang baik, akan tetapi jika guru jarang memperlihatkan sikap yang pantas dicontoh oleh siswa, maka siswa akan cenderung mencemooh dan tidak memperhatikan ajaran guru.
Menurut Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 bab I Pasal I menjelaskan bahwa “pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik seacara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara”. (UUSPN-UU RI No. 32 Tahun 2003 Bab I pasal 1 ayat 1)
Dengan demikian anak yang terkait dengan keteladanan yang baik akan mempunyai akhlak yang terpuji, mereka akan bisa menjadi penerap didalam masyarakat dan sikap rasa tanggung jawabnya akan tumbuh dengan kebesaran jiwanya yang pantas untuk dijadikan teladan bagi orang banyak. Manusia yang demikianlah yang dikatakan manusia yang memiliki mental yang sehat.
Orang yang sehat mentalnya tidak akan merasa ambisius, sombong rendah diri, dan optimis, tetapi ia dalam menghargai orang lain, merasa percaya kepada diri dan selalu gesit, setiap tindakakannya ditujukan untuk mencari kebahagiaan bersama, bukan kesombongan diri. Kepandaian dan pengetahuan yang dimilikinya digunakan untuk manfaat dan kebiasaan bersama, untuk megah-megah dan mencari kesenangan diri sendiri, tanpa mengindahkan orang lain, akan tetapi akan digunakan untuk menolong dan melindungi orang. (Daradzat, 1982 : 39)
Sifat yang demikian merupakan contoh manusia yang bisa dijadikan teladan bagi orang banyak, kepribadian dan kepandaiannya bisa memberikan rahmat bagi lingkungannya serta peka terhadap kesenjangan sosial dan selalu siap untuk menjadi penyelamat bahaya dalam masyarakat, manusia yang demikianlah manusia yang mempunyai akhlak terpuji.
Dari uraian di atas, jelas bahwa al-khalku mengandung arti kejadian yang bersifat lahiriah, seperti wajah seseorang yang bagus atau yang jelek. Sedang kata al khuluku atau kata jamak akhlak mengandung arti budi pekerti atau pribadi yang bersifat rohaniah, seperti sifat-sifat terpuji atau sifat-sifat yang tercela.

3. Peran Pendidikan Akhlak dalam Pembinaan Peserta Didik
Akhlak dalam pandangan agama Islam merupakan sistem moral yang berlandaskan pada ajaran Islam, yakni bertitik tolak dari aqidah yang diwahyukan Allah kepada Rasul-Nya yang kemudian disampaikan kepada manusia.
Sumber moral sebagai pedoman hidup dalam Islam menjelaskan kriteria baik buruk perilaku manusia adalah al-Qur’an dan sunnah Rasul. Kedua dasar itulah yang telah memberikan pondasi secara jelas dan terarah bagi keselamatan umat manusia.
Pendidikan dalam konteks ini adalah merupakan usaha untuk membimbing dan mengembangkan potensi peserta didik secara optimal agar mereka dapat berperan serasi dengan tuntutan dan kebutuhan masyarakat lingkungannya. Dengan kemampuan beperan atas dasar pemenuhan kewajiban dan tanggung jawab serta penghargaan terhadap hak-hak azasi yang dimiliknya, maka diharapkan peserta didik nantinya akan dapat menciptakan keharmonisan dan kedamaian hidup dalam masyarakat, bangsa maupun antar sesama manusia secara global. (Jalaluddin, 2001 : 95)
Memang banyak faktor yang menjadi penyebab bobroknya moralitas bangsa kita yang akhirnya menyebabkan krisis multidimensional yang seharusnya kita lakukan adalah kesadaran intropeksi, evaluasi kemudian mencari terapi atau jalan keluarnya dari semua aspek dan bagian. Semua lembaga, semua profesi, semua pendidik dan semua pihak memulai dari masing-masing. Sayangnya bukan tawaran solusi, bukan pula mengedepankan tuntutan hati nurani yang kita saksikan. Namun sebaliknya, hampir semuanya mengedepankan kepentingan pribadi. (Qadri, 2003 : 108)
Tujuan utama dari pendidikan Islam ialah pembentukan akhlak dan budi pekerti yang sanggup menghasilkan orang-orang yang bermoral sekedar memenuhi otak murid-murid dengan ilmu pengetahuan tetapi tujuannya ialah mendidik akhlak dengan memperhatikan segi-segi kesehatan, pendidikan phisik dan mental, perasaan dan praktek serta mempersiapkan anak-anak menjadi anggota masyarakat. (Athiyah, 1970 : 15 dan 109)
Kedudukan akhlak dalam kehidupan manusia menempati tempat yang penting sekali, baik sebagai individu sebagai anggota masyarakat dan bangsa. Sebab jatuh bangunnya juga hancurnya, sejahtera rusaknya suatu bangsa dan masyarakat tergantung bagaimana akhlaknya.18
M. Athiyah al-Abrasy, (tt.h : 41). Menjelaskan :
“Tujuan pendidikan budi pekerti adalah membentuk manusia yang berakhlak (baik laki-laki maupun wanita) agar mempunyai kehendak yang kuat, perbuatan-perbuatan yang baik, meresapkan fadhilah (ke dalam jiwa) dengan perasaan, cinta kepada fadhilah dan menjauhi kekejian (dengan keyakinan bahwa perbuatan itu benar-benar keji)”.

Tujuan pendidikan akhlak yang dijelaskan oleh Barmawy Umari, (1991 : 3). Sebagai berikut:
Pertama, untuk memperoleh irsyad, yaitu dapat membedakan antara amal yang baik dan buruk. Kedua, untuk mendapatkan taufik sehingga perbuatannya sesuai dengan tuntunan Rasul dan akal yang sehat. Ketiga, untuk mendapatkan hidayah, artinya melakukan perbuatan baik dan terpuji dan menghindari perbuatan yang buruk.
Tujuan akhlak hendaknya menciptakan manusia sebagai makhluk yang tinggi dan sempurna dan membedakannya dari makhluk-makhluk lainnya dan bertindak tanduk yang baik terhadap manusia, terhadap sesama makhluk dan terhadap Tuhan serta dapat memegang teguh perangaiperangai yang baik dan menjauhkan diri dari perangai yang jahat sehingga terciptalah tata tertib dalam pergaulan masyarakat. (Masy’ari, : 1990 : 4)
Ada beberapa metode yang dapat digunakan dalam pemberian pendidikan akhlak diantaranya yaitu :
a. Metode Keteladanan (Uswatun Khasanah).
Pendidikan dengan keteladanan berarti pendidikan dengan memberi contoh, baik berupa tingkah laku, sifat, cara berfikir dan sebagainya.
Keteladanan dalam pendidikan adalah metode influentif yang paling menentukan keberhasilan dalam mempersiapkan dan membentuk sikap, perilaku, moral, spiritual dan sosial anak. Hal ini karena pendidikan adalah contoh terbaik dalam pandangan anak yang akan ditirunya dalam segala tindakan disadari maupun tidak. Bahkan jiwa dan perasaan seorang anak sering menjadi suatu gambaran pendidiknya, baik dalam ucapan maupun perbuatan materiil maupun spirituil, diketahui atau tidak diketahui. (Rahardjo, 1996 : 66)

Masalah keteladanan menjadi faktor penting dalam membentuk perilaku anak didik. Hal ini karena pendidik adalah contoh terbaik di dalam pandangan anak didik yang akan diikutinya dalam segala aktifitasnya. Secara psikologis anak-anak mempunyai kecenderungan untuk meniru, sehingga mereka membutuhkan tokoh teladan dalam hidupnya.
Metode ini cocok jika digunakan pada anak didik terutama pada anak-anak dan juga remaja, sehingga ia dapat meniru perilaku dan tingkah laku yang ditiru (pendidik). Oleh karena itu, pendidik sebagai orang yang diimitasikan harus dapat menjadi uswah hasanah (teladan baik) bagi anak didiknya. Karena anak dan remaja mudah meniru perilaku orang lain tanpa memilih mana perbuatan yang baik dan buruk. Di samping itu, pendidik hendaknya tidak hanya memerintah atau memberi pengertahuan yang bersifat teoritis belaka, namun ia harus mampu menjadi panutan bagi siswanya, sehingga siswa dapat mengikutinya tanpa merasakan adanya unsur paksaan.
b. Metode Nasehat.
Pembiasaan merupakan proses penanaman kebiasaan. Pembiasaan memberikan manfaat bagi anak karena pembiasaan berperan sebagai efek latihan yang terus menerus, anak akan lebih terbiasa berperilaku dengan nilai-nilai akhlak. Di samping itu, pembiasaan juga harus memproyeksikan terbentuknya mental dan akhlak yang lemah lembut untuk mencapai nilainilai akhlak. Di sinilah kita perlu mengakui bahwa metode pembiasaan berperan penting dalam membentuk perasaan halus khususnya pada beberapa tahapan pendidikan awal.
Dalam teori perkembangan anak didik, dikenal adanya teori konvergensi di mana, pribadi dapat dibentuk oleh lingkungannya dengan mengembangkan potensi dasar yang ada padanya sebagai penentu tingkah laku. Oleh karena itu, potensi dasar harus selalu diarahjkan agar tujuan pendidikan dapat tercapai dengan baik. Salah satu acranya ialah melakukan kebiasaan yang baik. (Armai, 2002 : 110)
Di antara metode dan cara-cara mendidik yang efektif di dalam upaya membentuk keimanan anak, mempersiapkannya secara moral, psikis dan secara sosial, adalah mendidiknya dengan memberi nasehat.
Maka suatu hal yang pasti jika pendidik memberi nasehat dengan jiwa yang ikhlas, suci dan dengan hati terbuka serta akal yang bijak, maka nasehat itu akan lebih cepat terpengaruh tanpa bimbang. Bahkan dengan cepat akan tunduk kepada kebenaran dan menerima hidayah Allah yang diturunkan.
c. Metode Pembiasaan
Untuk membina anak agar mempunyai sifat yang baik, tidak cukup dengan memberikan pengertian saja, namun perlu dibiasakan melakukannya. Karena pembiasaan berperan sebagai efek latihan yang terus-menerus, sehingga anak akan terbiasa berperilaku dengan nilai-nilai akhlak. Untuk itu sejak kecil anak harus dibiasakan melakukan kegiatan-kegiatan yang baik, dilatih untuk bertingkah laku yang baik, diajari sopan santun, dan sebagainya. Sebagaimana yang dilakukan Rasulullah SAW. Yaitu beliau membiasakan dasar-dasar tata krama pada anak-anak yang sedang dalam masa pertumbuhan dirumahnya, seperti etika makan, minum dan membiasakan untuk malaksanakan shalat mulai usia tujuh tahun.
Disamping itu metode pembiasaan juga berperan penting dalam membentuk pribadi anak, banyak contoh pola kehidupan yang terjadi dalam keluarga menjadi dasar-dasar pembentukan pola kehidupan anak, dan tujuan dari pembiasaan itu sendiri adalah penanaman kecakapan-kecakapan berbuat baik dan mengucapkan sesuatu, agar cara-cara yang tepat dapat dikuasai oleh siter didik.
Dengan demikian seorang pendidik haruslah mengerjakan pembiasaan dengan prinsip-prinsip kebaikan, harapan nantinya menjadi pelajaran bagi anak, karena apabila ia membiasakan sesuatu yang baik, maka anak akan terbiasa juga.
d. Metode Hukuman
Metode hukuman berfungsi sebagai alat pendidikan prefentif dan represif yang paling tidak menyenangkan serta imbalan dari perbuatan yang tidak baik dari peserta didik. Dalam hal ini metode pendidikan merupakan tindakan tegas untuk mengembalikan persoalan di tempat yang benar. Ada beberapa prinsip pokok yang harus dipegang dalam mengaplikasikan hukuman yaitu bahwa hukuman adalah merupakan jalan terakhir yang harus dilakukan secara terbatas dan tidak menyakiti anak didik. Tujuan utamanya adalah menyadarkan peserta didik dari kesalahan yang ia lakukan.
e. Metode Ganjaran
Ganjaran atau yang sering disebut hadiah sebagai salah satu alat atau metode pendidikan yang diberikan kepada siswa sebagai imbalan terhadap prestasi yang dicapainya. Dengan ganjaran diharapkan anak terangsang dan terbiasa dengan tingkah laku yang baik serta dapat menambah kepercayaan diri pada diri siswa.
f. Metode Cerita/Kisah
Metode kisah mengandung arti suatu cara dalam menyampaikan materi pelajaran dengan menunturkan secara kronologis tentang bagaimana terjadinya suatu hal, baik yang sebenarnya ataupun yang rekaan saja. (Armai, 2002 : 160)
Allah SWT. menegaskan:
           
        
     
Artinya : “Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal. Al Quran itu bukanlah cerita yang dibuat-buat, akan tetapi membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjelaskan segala sesuatu, dan sebagai petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman. (QS. Yusuf: 111).

Dalam mengaplikasikan metode ini pada proses belajar mengajar, metode kisah merupakan salah satu metode pendidikan yang masyhur dan penting, sebab metode kisah mampu mengikat pendengar untuk mengikuti peristiwanya, merenungkan maknanya selanjutnya makna-makna itu akan menimbulkan kesan dalam hati dan ikut menghayati atau merasakan isikisah seolah-olah ia yang menjadi tokohnya. Hal itu jika didasari oleh ketulusan hati yang mendalam, sehingga menimbulkan sugesti untuk mengikuti alur cerita sampai selesai.
Dalam hal ini ketika menggunakan kisah-kisah, pendidik dapat membahasnya secara panjang lebar dan meninjau dari berbagai aspek selaras dengan tujuan yang hendak dicapai sehingga mampu menggugah dan mendorong seseorang untuk meyakini dna mencontoh pelaksanaannya.
g. Metode Ibarah (mengambil pelajaran)
Ibarah menurut an-Nahlawy, (1992 : 320). Adalah suatu kondisi psikis yang menyampaikan manusia kepada intisari suatu yang disaksikan, yang dihadapi dengan menggunakan nalar yang menyebabkan hati mengakuinya.
Tujuan metode ini adalah mengantarkan manusia pada kepuasan pikir tentang perkara keagamaan yang bisa menggerakkan, mendidik, atau menumbuhkan perasaan keagamaan. Adapun pengambilan ibarah bisa dilakukan melalui kisah-kisah teladan, fenomena alam, atau peristiwaperistiwa yang terjadi baik di masa lalu maupun masa sekarang.
a. Metode Mendidik Melalui Kedisiplinan
Metode ini identik dengan pemberian hukuman atau sanksi. Tujuannya untuk menumbuhkan kesadaran siswa bahwa apa yang dilakukan tersebut tidak benar, sehingga ia tidak mengulanginya lagi. (Nawawi, 1993 : 234)
Pendidikan melalui kedisiplinan ini memerlukan ketegasan dan kebijaksanaan. Ketegasan mengharuskan seorang pendidik memberikan sanksi kepada setiap pelanggar sementara kebijaksanaan mengharuskan pendidik berbuat adil dan arif dalam memberikan sanksi, tidak terbawa emosi atau dorongan lain. Dengan demikian, sebelum menjatuhkan sanksi seorang pendidik harus memperhatikan hal-hal berikut ini:
a) Perlu adanya bukti yang kuat tentang adanya tindak pelanggaran.
b) Hukuman harus bersifat mendidik bukan sekedar memberi kepuasan atau balas dendam dari si pendidik.
c) Harus mempertimbangkan latar belakang dan kondisi siswa yang melanggar.
Menurut M. Nur Hafizh, (1998 : 179-190). Ada lima hal mendasar yang perlu diberikan kepada anak dalam rangka upaya pembinaan akhlak, yaitu:
a. Pembinaan Budi Pekerti dan Sopan Santun.
Pentingnya budi pekerti dan penanamannya dalam jiwa anak sudah jelas dan tegas ditunjukkan oleh Rasulullah sebagaimana telah disinggung pada pembahasan sebelumnya, tepatnya dalam sabdanya:
“Tidak ada sesuatu pemberian orang tua kepada anak-anaknya yang paling berharga kecuali budi pekerti yang baik”. Dan juga “Muliakanlah anak-anakmu dan ajarkanlah mereka budi pekerti yang luhur”. (Athiyah, 1996 : 83). Perhatian yang besar terhadap pembinaan budi pekerti ini disebabkan karena menghasilkan hati yang terbuka. Hati yang terbuka menghasilkan kebiasaan yang baik dan kebiasaan yang baik menghasilkan akhlak yang terpuji.
b. Pembinaan Bersikap Jujur
Bersikap jujur merupakan dasar pembinaan akhlak yang sangat penting dalam ajaran Islam. Oleh karena itu Rasulullah saw. Memperhatikan pembinaan kejujuran ini dengan membinanya sejak usia anak masih kecil. Beliau juga mengajarkan kepada setiap orang tua untuk bersikap jujur dahulu sebelum mendidik anak-anaknya agar memiliki kejujuran.
c. Pembinaan Menjaga Rahasia
Rasulullah memberikan perhatian yang penuh dalam membuat anak yang bisa menjaga rahasia karena sikap seperti ini merupakan perwujudan dari keteguhan anak dalam membina kebenaran. Anak akan mampu hidup di tengah masyarakat dengan penuh percaya diri dan anak akan tumbuh dengan memiliki keberanian dan keinginan yang kuat, mampu menjaga dirinya dan keluarga khususnya hingga menjaga masyarakat dan agama secara keseluruhan.
d. Pembinaan Menjaga Kepercayaan
Al-amanah adalah sifat dasar Rasulullah SAW yang dimiliki sejak kecil hingga masa kerasulannya sampai beliu dijuluki dengan Alshadiq, Al-Amin. Teladan seperti inilah yang meski ditiru oleh setiap muslim pada masa sekarang ini. Rasulullah bersabda: “Anak adalah pemeliharaan harta orang tuanya dan ia akan diminta pertanggungjawaban atas harta tersebut”. Artinya, anak harus bisa memanfaatkan harta orang tuanya. (Athiyah, 1996 : 84)
Berdasarkan peran pendidikan akhlak dalam pembinaan peserta didik, ada beberapa hal yang harus diperhatikan bahwa:
a. Pelaksanaan program-program pendidikan akhlak perlu disertai pula dengan keteladanan guru, orang tua dan orang dewasa pada umumnya. Selain itu, perlu disertai pula dengan upaya-upaya untuk mewujudkan lingkungan sosial yang kondusif bagi para siswa, baik dalam keluarga, sekolah dan masyarakat. Dengan demikian pelaksanaan program-program pendidikan akhlak akan terkesan dalam rangka membentuk kepribadian siswa.
b. Kesadaran untuk berbuat baik sebanyak mungkin kepada orang lain ini melahirkan sikap dasar untuk mewujudkan keselamatan, keserasian dan keseimbangan dalam hubungannya antar manusia, baik pribadi maupun masyarakat lingkungannya. Jika tiap orang sadar dan mau menjalankan tugas dan kewajibannya masing-masing, maka akan tercipta masyarakat yang adil dan makmur yang membawa kebahagiaan bagi dirinya dan masyarakat.
c. Penyusunan program-program pendidikan akhlak dan pengimplementasiannya perlu memberikan penekanan yang berimbang kepada aspek isi nilai-nilai dan proses pengajarannya. Selain itu, memberikan penekanan yang berimbang pula kepada perkembangan rasional emosional serta tingkah laku dan perbuatan. Hal ini penting dalam rangka membentuk dan mengembangkan kepribadian siswa.
d. Faktor agama juga perlu mendapat perhatian yang baik dalam mengimplementasikannya, karena agama dapat menjadikan nilai-nilai budi pekerti memiliki akar yang kuat dalam diri siswa, yakni iman kepada Tuhan Yang Maha Esa. Oleh karena itu, guru perlu menjadi teladan dan harus mampu mendorong siswa untuk menjadi insan yang beriman dan bertakwa. (Ramli, 2000 : 493-494)


mau liat lengkap ??????

Comments (0)

Posting Komentar